Mohon tunggu...
Dani Hestina
Dani Hestina Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Kadang hidup perlu ditertawakan yaa....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kita Terlambat Bertemu

20 Februari 2018   18:13 Diperbarui: 20 Februari 2018   18:17 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (karyapemuda.com)

Kau tahu? Rasa cinta pada lelaki itu masih ada hingga kini. Percakapan kami juga masih sesering dulu, hanya saja aku mulai memandang semuanya dari sudut yang berbeda. Kata-kata yang dia tuliskan dalam aplikasi chat memang manis, tapi itu hanyalah sebuah kata-kata. Dan hei, kau tahu? Pada suatu malam ia pernah mencatatkan sebuah puisi untukku,  senja adalah kehidupan, dan kaulah jantungnya. Yah, jantungku berdetak kencang ketika membacanya. Tetapi sekali lagi semuanya hanya kata-kata, tak perlu kuanggap istimewa, kutegaskan pada hati bahwa ia hanyalah teman di dunia maya.

Dan pada suatu pagi, yang ketika dunia baru terjaga dari mimpi, aku mendapatkan sebuah pesan dari nomor akun lelaki itu. Aku termenung membacanya, dan pesan itulah yang akhirnya benar-benar membangunkan kesadaranku. Mengembalikan imajinasiku dari alam mimpi ke bumi dimana kakiku bisa nyata berpijak.

"Assalamu'alaikum Mbak. Ini istrinya Bang Zen. Saya tahu, Mbak agak istimewa bagi Bang Zen, sebagai teman agak berlebihan ya kalau suami saya sering berkata-kata yang manis pada Mbak. Tapi di sini saya coba berfikir positif, mungkin kalian hanya bercanda saja, apalagi Mbak masih sangat muda untuk nggak dibilang masih remaja. Jadi boleh saya minta satu hal pada Mbak? Saya hanya meminta bisakah percakapan kalian tidak terlalu dekat? Jujur saya cemburu dan agak terganggu. Segalanya bisa saja terjadi kan, kita mencegah saja dari hal-hal yang tidak diinginkan. Terimakasih"

Saat membaca pesan itu aku menyadari, betapa  luas kehidupan di sekeliling lelaki itu yang tak kuketahui. Ia telah memiliki keluarga, ya aku tahu, tapi yang paling penting adalah betapa perasaan yang kupunya konyol sekali. Aku hanyalah remaja dibandingkan dengan seluruh kehidupan yang di punyai lelaki itu. Dan artinya apa, rasa ini hanyalah secuil dari seluruh fase perjalanan panjang yang harus kulalui. 

Kuketik balasan pesan itu dengan senyuman mengembang di bibir. Aku tak tahu seberapa resah perasaan seorang istri ketika suaminya mengobrol lucu dengan perempuan lain. Aku tahu, lelaki itu adalah laki-laki yang baik. Dilihat dari cerita-cerita yang dia tuliskan, dia adalah orang yang cerdas dan selalu memandang sesuatu dari banyak persepsi. Dan dilihat dari caranya berteman, dia adalah orang yang menyenangkan. Aku yakin, pikirannya tak akan sesempit itu, menjadi istrinya tidak perlu mengkhawatirkan apapun karena dia adalah laki-laki yang baik.

"Wa'alaikumsalam. Maaf kak, tapi kami hanya berteman biasa, tidak seperti yang kakak pikir. Kakak tak perlu menghawatirkan apapun. Untuk apa? Aku hanya remaja biasa. Dan lagi, laki-laki seperti Bang Zen tak akan pernah menyakiti perempuan yang telah memberinya surga dan sepasang malaikat hanya untuk menuju orang yang justru akan memberinya neraka. Sekali lagi kakak tidak usah kawatir dan berprasangka yang tidak-tidak ya." 

Kupencet send.

Aku tersenyum sekali lagi. Lega. Bukan karena perasaan itu sudah hilang, tetapi lebih karena pesan itu. Kupastikan sekarang tak ada siapapun yang tersakiti. Tidak ada yang salah dalam hal jatuh cinta, karena perasaan itu adalah anugrah dari tuhan. Dan esensi dari jatuh cinta bukanlah pada siapa itu ditujukan, tetapi rasa syukur terhadap anugrah perasaan cinta itulah yang terpenting. Bersyukur karena Tuhan telah mengizinkan kita merasakan perasaan istimewa itu.

Dan rasa resah yang terjadi padaku beberapa hari lalu, kuanggap saja sebagai fase yang harus dilalui oleh seorang remaja sepertiku. Dan takdir selalu berjalan dengan benar, ia tak mungkin salah dituliskan.

Apa kita berhak menyalahkan takdir? Manusia hanyalah hamba, tanpa ia meminta Tuhan membuatkan jalan takdir untuknya pun, semuanya sudah tercatat bahkan jauh sebelum manusia diciptakan. Dan lagi, takdir bukanlah seseorang yang bisa disalahkan. Takdir tidak diciptakan untuk memenuhi keinginan manusia, ia ada karena merupakan bagian dari alam semesta.

Apakah aku harus merasa bersalah, atas perasaan yang tumbuh karena takdir itu? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun