Mohon tunggu...
Dani Hestina
Dani Hestina Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Kadang hidup perlu ditertawakan yaa....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kita Terlambat Bertemu

20 Februari 2018   18:13 Diperbarui: 20 Februari 2018   18:17 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (karyapemuda.com)

"Vin, lo kan tahu, dia itu udah punya istri. Nggak seharusnya kalian chattingan sedekat ini," 

Dian menatapku dengan tatapan prihatin. Dian adalah satu-satunya orang yang kuceritai tentang perasaanku pada lelaki itu, dan dia selalu berusaha memahami, bahwa rasa cinta selalu tumbuh sendiri. Aku menatap kosong gelas kopi di meja kafe, menerawang pada bilah-bilah udara yang selalu terasa pengap tiap kali mimpi tentang lelaki itu dibahas.

"Ya gue tahu. Sangat sangat tahu. Tapi lo liat sendiri kan, dia selalu menanggapi manis bercandaan gue, ya nggak salah dong kalo gue jadi jatuh hati sama sikapnya,"

Dian menghela napas, diletakannya ponselku yang tadi dipegangnya di atas meja. 

"Nggak salah gimana? Vin, kita udah bahas ini berkali-kali ya. Perasaan di hati lo, itu sepenuhnya lo yang nentuin. Kendaliin hati lo, jangan lo terusin perasaan yang lo tahu itu salah.  Sebagai sahabat, gue  nggak mau lo terjerumus ke hal-hal yang enggak bener. Lo nggak mau kan, jadi perusak rumah tangga orang,"

Dian melanjutkan, "Ya emang, rasa cinta itu tumbuh sendiri. Tapi kan seenggaknya lo bisa meminimalisirnya dengan nggak memupuknya setiap hari, berhentisama dia misalnya," 

Dian mengangkat bahu, menyesap cappuccino di depannya.

"Lo nggak ngerti sih Di, gue beneran jatuh cinta sama dia. Kaya perasaan cinta lo ke Syam. SAMA. Sekarang gue tanya, lo bisa nggak ngelupain Syam mulai sekarang?"

Aku sebal mendengar ocehan Dian. Dia bisa berkata begitu karena ia tak pernah berada di posisiku. Semua orang akan berkata sama jika hanya mendengar ceritanya, aku tidak yakin mereka akan bisa jika berada di posisi yang menjalaninya.  Lelaki itu, meski kami dekat, tapi kami tak pernah bertemu, karena masing-masing dari kami tahu batasannya, dan sebisa mungkin kami menjaga batas itu. Aku jadi berpikir, bercakap-cakap dengannya via chat saja bisa membuatku jatuh cinta, apalagi lebih dari itu. 

Bagaimana bisa kuhentikan percakapan-percakapanku dengannya? Jika percakapan-percakapan itulah yang membuatku merasa lebih hidup setiap hari. Bangun pagi dengan harapan tentang sosoknya, dan hal apa yang akan membuatku tertawa tentangnya. Kian hari aku kian tidak bisa membendung perasaan itu, dia tumbuh sejalan dengan semakin seringnya intesitas obrolan kami.

Dalam dirinya kutemukan semua ekspektasi tentang pribadi yang kuinginkan selama ini. Dia dewasa dengan usianya, menyenangkan dengan sifatnya, dan membuatku nyaman dengan caranya. Sekarang aku tak bisa lagi memandang ke langit tanpa teringat tentangnya, membuka ponsel tanpa senyum harapan padanya, dan menjalani hari tanpa menaruh mimpi padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun