Saat itu semua orang yang berada di TKP di rumah Duren Tiga, yaitu Richard Eliezer, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma'aruf masih bersiteguh bahwa Yosua memang mati tertembak saat terjadi tembak-menembak dengan Richard. Setelah sebelumnya diduga Yosua melakukan pelecehan seksual terhadap Putri di kamarnya. Richard yang bertanya kepada Yosua, ada apa, justru disambut dengan tembakan dari Yosua. Richard membela diri dengan balas menembak. Terjadilah tembak-menembak itu. Yosua tertembak dan meninggal dunia.
Andaikata Richard tetap berpegang teguh dengan skenario itu, kemungkinan besar polisi tidak akan melakukan penyelidikan ulang. Apalagi hasil autopsi ulang juga tidak menemukan keganjilan. Tuduhan Kamaruddin Simanjuntak bahwa sebelum mati Yosua disiksa juga tidak terbukti pada hasil autopsi ulang.
Andaikata Richard tidak mengakui perbuatannya yang sebenarnya. Polisi akan tetap berpegang pada skenario tembak-menembak itu. Kasus kejahatan pembunuhan berencana terhadap Yosua itu akan menjadi dark number yang tidak akan pernah terungkap. Para pelakunya dapat melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Ferdy Sambo bisa melanjutkan kariernya di Polri sampai ke puncak tertinggi; bukan tak mungkin menjadi Kapolri!
Richard Eliezer yang sangat menyesali perbuatannya. Apalagi setelah bertemu kedua orangtuanya yang membujuknya agar berani mengakui kejadian yang sebenarnya, yang kemudian memberanikan diri melawan Ferdy Sambo dengan mengakui kepada penyidik bahwa skenario tembak-menembak itu tidak benar. Hanya rekayasa Ferdy Sambo. Yang benar adalah dia diperintahkan Ferdy Sambo menembak mati Yosua.
Dari pengakuan Richard itulah terbongkar kejahatan tersebut. Tim penyidik khusus kasus tersebut yang dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun melakukan penyelidikan ulang secara lebih intensif. Terungkaplah kejahatan besar itu. Â
Bukan hanya itu saja terungkap pula Ferdy Sambo juga sebagai otak dari tindak pidana obstructon of justice. Ia dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kadiv Propam Polri, melibatkan dan mengorbankan hampir 100 polisi anak buahnya, tepatnya 97 orang, demi menutupi kejahatannya yang sebenarnya itu. Â Enam belas orang di antaranya ikut diadili sebagai terdakwa obstruction of justice. Masa depan mereka pun ikut hancur karena ulah Ferdy Sambo.
Dari fakta-fakta tersebut, tidak benar pernyataan  Jaspidum Fadil Zumhana yang mengatakan bahwa bukan Richard yang mengungkapkan kejahatan itu, tetapi keluarga Yosua.
***
Dalih JPU menuntut hukuman yang berat (12 tahun penjara) kepada Richard adalah bahwa karena Richard adalah pelaku penembakan terhadap Yosua. Ia adalah eksekutor yang menjalankan perintah terdakwa Ferdy Sambo. Padahal meskipun Ferdy Sambo adalah atasannya, seharusnya ia bisa menolak perintah tersebut. Seperti halnya yang dilakukan oleh Ricky Rizal yang menolak perintah Ferdy Sambo itu.
JPU lupa mempertimbangkan perbedaan senior - junior antara Ricky dengan Richard. Secara kepangkatan Ricky berada di dalam jajaran Bintara dengan pangkat Brigadir Kepala (Bripka) dengan tanda kepangkatan 4 balok panah warna perak. Sedangkan Richard masih Tamtama paling dasar, pangkat paling rendah, tak ada lagi yang lebih rendah, yaitu Bhayangkara Dua (Bharada), dengan tanda kepangkatan 1 balok miring warna merah. Pangkat Ricky lima tingkat di atas Richard.
Dengan perbedaan level itu Ricky lebih berpengalaman dan matang dalam cara berpikir sebagai polisi. Sehingga ia bisa berani secara halus menolak perintah atasannya yang dianggap tak sesuai dengan suara hatinya. Sedangkan Richard belum lama jadi polisi. Pengalamannya masih kurang mempengaruhi cara berpikirnya saat menerima perintah atasan. Ia baru memulai tugasnya sebagai seorang polisi pemula pada Maret 2020. Kasarnya polisi yang masih sangat hijau.