Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

"Tembak, Chard!" atau "Hajar, Chard!" ?

25 Oktober 2022   13:42 Diperbarui: 25 Oktober 2022   21:10 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan rekonstruksi Bharada E menembak Brigadir J di rumah Duren Tiga, Jakarta Selatan, 30/8/2022 (YouTube Polri)

Kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) bahwa di saat terjadinya pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) pada 8 Juli 2022, di rumah Duren Tiga, Jakarta, Ferdy Sambo memerintahkan ajudannya, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) menembak Yosua.

Bantahan itu disebut saat pembacaan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan JPU terhadap terdakwa Freddy Sambo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 17/10/2022.

Menurut kuasa hukum Ferdy Sambo, yang diperintahkan Ferdy Sambo kepada Richard Eliezer adalah menghajar Yosua, bukan menembak Yosua.

"Perintah Ferdy Sambo 'Hajar, Chard!' Namun Richard Eliezer Pudihang Lumiu menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat," demikian bunyi eksepsi itu.

Menurut eksepsi itu, begitu Richard menembak Yosua, Ferdy pun terkejut dan panik. Ia memerintahkan para ajudannya segera memanggil ambulans. Lalu, demi menyelamatkan Richard (dari hukuman penjara), Ferdy berinisiatif mengarang skenario mengenai penyebab tewasnya Yosua. Yaitu akibat dari tembak-menembak dia dengan Richard. Setelah sebelumnya Yosua melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya, Putri Candrawathi.

Pada akhir eksepsi itu tim kuasa hukum meminta Majelis Hakim menolak semua dakwaan JPU. Membebaskan Ferdy Sambo dan memulihkan nama baiknya.

Kuasa hukum Ferdy Sambo bukan hanya berupaya meringankan ancaman hukuman terhadap Ferdy, tetapi berniat untuk membebaskan Ferdy sebagai orang tidak bersalah! Bahkan hendak mengubahnya menjadi 'pahlawan' yang begitu baik dan perhatian terhadap nasib ajudannya!

Padahal justru dengan melibatkan dua ajudannya, anggota polisi berpangkat rendah, yang notabene masih sangat muda, yang seharusnya masih punya masa depan yang luas, dalam persoalan keluarganya itu, Ferdy Sambo justru menghancurkan masa depan mereka. Seperti Ferdy sendiri, mereka telah dipecat sebagai anggota Polri, dan harus bersiap menerima hukuman penjara.

Mengapa Ferdy Sambo tidak menembak atau menghajar Yosua dengan tangannya sendiri, jika memang ia merasa harkat dan martabat keluarganya dihancurkan oleh Yosua? Mengapa ia melibatkan dan menggunakan tangan ajudannya? Kemudian sekarang malah mau cuci tangan, dan menjadikan ajudannya tumbal.

Alasan dia ajudannya yang menembak/menghajar Yosua supaya ia bisa melindungi mereka jika diserang Yosua adalah alasan omong kosong. Kenapa tidak dibalik, dia sendiri yang melakukannya, dua ajudannya dan Kuat Ma'aruf yang melindunginya?

Kisah Ferdy Sambo bukan memerintahkan "Tembak, Chard!" tetapi "Hajar, Chard!" Dan, maksud Ferdy membuat skenario palsu tentang tembak-menembak antara Yosua dengan Richard itu berdasarkan niat baik Ferdy untuk menyelamatkan Richard adalah versi terbaru skenario Ferdy.

Versi yang mengubah pengakuan dia sebelumnya itu bertentangan dengan versi Richard Eliezer saat mengungkapkan kejadian sebenarnya di rumah Duren Tiga itu.

Saat itu (8/8/20222) Richard akhirnya mengaku bahwa Yosua bukan tewas dikarenakan tembak-menembak dengan dia, tetapi dia yang menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo. Setelah terkena tembakannya, Yosua terjerambab di lantai, lalu ditembak lagi kepalanya oleh Ferdy.   

Pengakuan Ferdy terbaru itu bertentangan pengakuannya di awal terungkapkanya kasus tersebut. Saat itu ia mengaku kepada tim khusus bentukan Kapolri bahwa memang dia yang merancang dan memerintahkan pembunuhan terhadap Yosua itu. Dikarenakan berdasarkan laporan Putri Candrawathi, Yosua telah melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya itu.

Berdasarkan itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pada 9 Agustus 2022, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, mengadakan jumpa pers untuk mengumumkan status Ferdy Sambo menjadi tersangka pembunuhan berencana terhadap Yosua.

"Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang yang dilakukan oleh saudara RE atas perintah saudara FS." Demikian Kapolri saat mengumumkan Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Yosua.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi menjelaskan kepada awak media tentang pengakuan Ferdy Sambo itu (11/8/2022) . Menurut Andi, Ferdy mengaku telah merencanakan pembunuhan Yosua sejak dari Magelang.

"FS mengatakan dirinya marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya PC yang telah mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang oleh Brigadir J," jelas Andi Ryan saat itu, di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo juga menjelaskan bahwa saat emosi tersebut Ferdy Sambo memanggil Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan Brigadir Ricky Rizal yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Untuk merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J. Intinya ada yang membuat tersangka emosi dan marah," kata dia.

Lalu, sekarang, melalui tim kuasa hukumnya, Ferdy Sambo mengubah lagi pengakuannya. Bahwa Ferdy Sambo tak bertanggung jawab terhadap pembunuhan terhadap Yosua. Ia, membantah ikut menembak Yosua (di kepalanya). Saat itu, yang ia perintahkan kepada Richard adalah menghajar Yosua, bukan menembak Yosua. Ia justru terkejut Richard menembak Yosua. Ia justru ingin menyelamatkan nyawa Yosua dengan memerintahkan ajudannya segera memanggil ambulans. Ia justru ingin menyelamatkan Richard dengan membuat skenario tembak-menembak itu.

Jelas sekali dari perubahan pengakuannya itu, Ferdy Sambo berniat mengubah statusnya dari terdakwa otak pembunuhan berencana menjadi orang tak bersalah, oleh karena itu harus dibebaskan majelis hakim dari segala dakwaan sebagai pembunuh Yosua, dan dipulihkan nama baiknya!

Itulah yang akan diupayakan tim kuasa hukumnya. Yang di dalamnya ada eks penyidik KPK, Rasamala Aritonang, dan eks juru bicara KPK, Febri Diansyah.

Ketika menanggapi himbauan beberapa bekas koleganya di KPK untuk mundur, Febri menolak. Ia mengatakan, ia akan menjadi pengacara yang obyektif. Tidak akan mengupayakan yang salah menjadi benar, dan yang benar menjadi salah.

Mungkinkah ada pengacara yang obyektif terhadap kliennya yang didakwa melakukan kejahatan besar seperti pada kasus ini?

Isi eksepsi tersebut, sebelum persidangan, pada 12 Oktober 2022, sudah diungkapkan Febri Diansyah sebagai anggota kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Pada kesempatan itu Febri bukan hanya membela Ferdy Sambo, tetapi juga menyudutkan Richard Eliezer. Secara tak langsung menuduh Richard memanfaatkan statusnya sebagai justice collaborator hanya demi menyelematkan dirinya sendiri dengan cara berbohong (memberi kesaksian palsu).

Pengungkapan versi terbaru pengakuan Ferdy Sambo  itu justru juga mengungkapkan berbagai kejanggalan baru.

Dalam konferensi pers saat itu Febri menyatakan, "Memang ada perintah FS pada saat itu, yang dari berkas yang kami dapatkan itu perintahnya adalah 'hajar, Chard', namun yang terjadi adalah penembakan pada saat itu."

Namun, menurut Febri, saat itu Bharada E malah menembak Yosua. Ferdy Sambo pun disebutnya panik dan kemudian memerintahkan ajudannya (ADC) untuk memanggil ambulans (untuk menyelamatkan nyawa Yosua).

"FS kemudian panik dan meminta memerintahkan ADC. Jadi, sempat memerintahkan ADC untuk melakukan memanggil ambulans dan kemudian FS menjemput Ibu Putri dari kamar dengan mendekap wajah Bu Putri agar tidak melihat peristiwa dan kemudian memerintahkan RR mengantar Ibu Putri ke rumah Saguling. Ini adalah fase pertama rangkaian peristiwa."

(Peran Putri dalam kasus ini juga masih menyimpan misteri. Kenapa ia berganti pakaian, sesudah pembunuhan Yosua? Apakah ada kaitannya dengan temuan Puslabfor Polri bahwa ada tiga jenis peluru berbeda yang melukai tubuh dan kepala Yosua? Yang kemudian membuat Komnas HAM curiga, penembak Yosua bukan hanya dua, tetapi tiga orang).

Febri juga mengklaim bahwa awalnya kliennya tidak berencana untuk mengkonfrontasi Yosua di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Hal itu, menurut dia, dilakukan Ferdy Sambo secara spontan saat melewati rumah yang menjadi saksi pembunuhan itu.

"Jadi pada saat itu FS dari rumah di Saguling adalah pergi badminton namun ketika FS melihat lewat di depan rumah Duren Tiga, sampai lewat beberapa meter jaraknya, dia kemudian memerintahkan sopir untuk berhenti. Meskipun tidak ada rencana pada saat itu ke rumah Duren Tiga. Kemudian FS melakukan klarifikasi terhadap J tentang kejadian di Magelang," kata Febri.

Pengakuan terbaru Ferdy Sambo ini tidak hanya bertentangan dengan pengakuan dia sebelumnya, pernyataan saksi-saksi, rekaman DVR CCTV, dan temuan tim khusus penyidik bentukan Kapolri, tetapi juga menambah kejanggalan skenario versi Ferdy Sambo.

Ferdy mengaku sangat marah saat mendengar dari Putri bahwa Yosua telah melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya itu saat di Magelang. Masuk akal kah sesaat setelah itu ia masih mau pergi main badminton?

Diketahui saat datang dari rumah Saguling ke rumah dinasnya di Duren Tiga (TKP) Ferdy Sambo sudah mengenakan sarung tangan hitam. Masuk akalkah orang mau pergi main badminton mengenakan sarung tangan?

Pada saat Ferdy turun dari mobil hendak masuk ke rumah Duren Tiga, pistol yang dibawanya terjatuh dari tubuhnya. Adzan Romer, ajudannya yang melihat itu hendak membantunya mengambil kembali pistol itu, tetapi dicegahnya. Ia mengambil kembali pistol itu sendiri. Masuk akal kah orang yang mau pergi main badminton membawa pistol di tubuhnya?

Pistol itu diketahui jenis HS nomor seri H233001, milik Yosua, yang diamankan Bripka Ricky Rizal setelah melihat ketegangan antara Yosua dengan Kuat Ma'aruf, di Magelang (7/7/2022).Pistol itu dibawa sampai ke Jakarta. Di rumah Saguling, Ferdy meminta Richard mengambil dari dalam mobil dan menyerahkan kepadanya.

***

Dalam eksepsi di atas, kuasa hukum Ferdy Sambo juga menyatakan semua dakwaan kepada kliennya itu hanya berdasarkan pengakuan satu orang, yaitu Richard Eliezer. Dalam hukum pidana, kata mereka, berlaku asas unus testis nullus testis, yang artinya satu saksi bukan saksi. Kesaksian hanya satu orang tidak bisa digunakan sebagai bukti di persidangan. Karena harus ada minimal dua alat bukti.

Padahal JPU tentu saja tidak hanya mempunyai saksi Richard Eliezer saja sebagai alat bukti, tapi masih ada surat hasil olah TKP dan barang bukti dan keterangan ahli dari tim INAFIS (Indonesia Automatic Finger Print Identication System), surat hasil penyelidikan dan keterangan ahli balistik dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri, surat hasil autopsi dan keterangan ahli dari tim dokter forensik independen yang melakukan autopsi ulang jenazah Yosua, keterangan ahli pidana, dan  lain-lain. Bukti-bukti tersebut akan dikemukakan JPU di hadapan Majelis Hakim pada saat persidangan pembuktian dakwaan.

Pasal 184 (1) KUHAP menyebutkan ada lima alat bukti sah yang dapat digunakan dalam proses persidangan kasus pidana, yaitu, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Misalnya, ahli balistik dari Puslabfor Polri akan membuktikan arah tembakan datang, berapa banyak dan berapa jenis peluru dari berapa senjata api yang bersarang di bagian-bagian tertentu tubuh dan kepala Yosua yang menyebabkan kematiannya.  

Jika ada lebih dari satu jenis peluru yang  melukai tubuh dan kepala Yosua, tentu itu berasal dari lebih dari satu jenis senjata api. Kalau lebih dari satu jenis senjata api yang ditembakan ke Yosua, tentu penembaknya juga lebih dari satu orang.

Alat-alat bukti itu akan didukung dan tersinkronisasi pula dengan hasil olah TKP dan hasil rekonstruksi peristiwa pembunuhan Yosua dari Tim INAFIS, serta hasil autopsi oleh tim dokter forensik independen terhadap jenazah Yosua.  

Versi "Hajar, Chard!" itu dibuat dengan maksud untuk menyatakan bahwa Ferdy Sambo tidak ada maksud (memerintahkan) membunuh Yosua, tetapi bermaksud hanya memberi pelajaran pada Yosua.

Tim kuasa hukum itu tidak menjelaskan secara detail apa yang dimaksud dengan "hajar" itu. Apakah maksudnya Ferdy hanya memerintahkan Richard memukul Yosua?

Jika itu yang dimaksud, sungguh sangat tak masuk akal.

Bagaimana mungkin ia memberi pistol dan amunisinya kepada Richard. Tapi saat mereka berhadapan dengan Yosua, ia hanya memerintahkan Richard untuk memukul Yosua, bukan memerintahkan menembak Yosua.

Tentang penyerahan pistol dan amunisinya oleh Ferdy Sambo kepada Richard Eliezer itu dibenarkan oleh Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, dan Ricky Rizal.

Ricky Rizal bersaksi bahwa ia yang pertama kali dipanggil Ferdy Sambo di lantai 3 rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan. Ia ditanya Ferdy, kesanggupannya menembak Yosua. Ia menolak dengan alasan tidak kuat mental. Lalu, Ferdy menyuruh dia memanggil Richard.

Pertanyaan yang sama diajukan kepada Richard. Richard menyanggupinya. Lalu, Ferdy memberinya pistol Glock-17 dan amunisinya.

Penyerahan pistol dan amunisinya itu sudah cukup membuktikan rencana Ferdy Sambo memang hendak membunuh Yosua.

Setelah itu mereka  ke rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga.

Di lantai 1 rumah itu, Ferdy menyuruh Ricky memanggil Yosua menghadap. Yosua menghadap Ferdy. Yosua disuruh jongkok. Yosua bingung ada apa sebenarnya. Ferdy berteriak kepadanya, kenapa kurang ajar kepada Putri. Yosua bertanya, kurang ajar apa. Pertanyaan Yosua itu dianggap menantangnya. Ferdy tambah murka, lalu berteriak kepada Richard untuk menembak Yosua. Yang menurut versi terbaru Ferdy, bukan memerintahkan menembak, tetapi menghajar, tapi Richard yang justru menembak.

Andai saja pun benar, kalimat yang diucapkan Ferdy saat itu adalah "Hajar, Chard!" Di saat keadaan pistol di tangan dalam keadaan siap ditembakkan, maka pasti begitu mendengar perintah "Hajar, Chard!" otomatis dimaknai oleh Richard adalah menembak. Siapa pun yang berada pada posisi Richard pasti akan memaknai perintah "hajar" itu sama dengan "tembak!"

Richard bersaksi, ketika ia menembak Yosua, Yosua jatuh terkapar di lantai, tapi masih bergerak, merintih kesakitan. Lalu, Ferdy menembak lagi Yosua di bagian belakang kepalanya. Ferdy menyangkal kesaksian Richard itu. Ia bilang, ia tidak menembak Yosua, ia hanya menembak tujuh kali ke tembok menggunakan pistol HS Yosua untuk mendukung skenario tembak-menembak Richard dengan Yosua.

Faktanya, Puslabfor Polri menemukan ada tiga jenis peluru berbeda yang melukai tubuh dan kepala Yosua. Peluru yang melukai tubuh Yosua berbeda dengan yang melukai kepalanya. Hal ini memberi petunjuk kuat bahwa ada tiga jenis senjata api (pistol) yang digunakan menembak Yosua. Hal ini memberi petunjuk kuat bahwa penembak Yosua bukan hanya satu orang. Bukan hanya Richard yang sudah mengakuinya. 

Salah satu jenis peluru yang ditemukan Puslabfor Polri adalah peluru berkode LZ Luger 9mm. Pistol yang digunakan untuk menembak peluru jenis ini adalah pistol legendaris Luger yang harganya mencapai lebih dari Rp 1 miliar.

Dua hari kemudian, 10 Juli 2022, di ruang kerja Ferdy Sambo di rumahnya di Jalan Saguling,  hadir Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'aruf. Ferdy memberi amplop putih berisi uang asing kepada Richard setara Rp. 1 miliar, kepada Ricky dan Kuat masing-masing setara Rp. 500 juta. Tetapi amplop-amplop itu ditarik kembali dengan janji akan diserahkan pada bulan Agustus 2022, bila kondisi sudah benar-benar aman. Kepada Richard diberikan sebuah ponsel iPhone 13 Pro Max sebagai pengganti ponsel Richard yang telah dirusak dan dihilangkan. Sampai sekarang, tiga ponsel milik Yosua juga tidak pernah ditemukan.

Pertemuan lima terdakwa di ruang kerja di rumah Saguling Ferdy Sambo, pada 10 Juli 2022 itu merupakan kesaksian dari Richard, Ricky, dan Kuat. Hanya Kuat yang mengatakan bahwa memang ada pemberian amplop oleh majikannya itu, namun dia tidak tahu isinya apa.

Menurut dakwaan JPU, pemberian amplop-amplop berisi uang itu sebagai tanda terima kasih Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi karena Richard, Ricky dan Kuat telah membantu mereka membunuh Yosua.

Penyerahan pistol dan amunisinya, dan amplop-amplop itu akan menjadi salah satu faktor pendukung yang bisa meyakinkan Majelis Hakim tentang peran Ferdy Sambo dan Putri Candwathi sebagai perancang pembunuhan dan pembunuh Yosua.  

Majelis Hakim juga pasti akan menggunakan logikanya untuk percaya versi yang mana, "hajar, Chard!", atau "tembak, Chard!" Meskipun sesungguh tidak terlalu penting.  Karena perintah "hajar" maupun "tembak" kepada orang yang sedang memegang senjata api siap menembak, pasti langsung diartikan sebagai perintah menembak.

Dalam jumpa persnya pada 12 Oktober 2022 itu juga, setelah membela Ferdy Sambo, Febri membuat pernyataan yang menyudutkan Richard Eliezer. Seolah-olah Richard menyalahgunakan statusnya sebagai justice collaborator (JC) hanya demi menyelamatkan dirinya sendiri dengan cara berbohong.

Ini sebagai bagian dari strategi tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi untuk mengeliminasi status JS Richard Eliezer. Dengan harapan dapat menggagalkan peran Richard untuk mengungkapkan lebih dalam lagi peran klien mereka dalam kasus pembunuhan berencana itu.

Jika Majelis Hakim dapat mereka yakinkan bahwa Richard hanya memanfaatkan statusnya sebagai JC untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan cara berbohong, mempersalahkan (mengfitnah) klien mereka, maka bisa saja Majelis Hakim mencabut status JC Richard. Di banyak kasus, cukup banyak kejadian saat di persidangan, karena seorang JC dicurigai berohong, maka majelis hakim mencabut statusnya sebagai JC.

Jika itu terjadi juga pada Richard Eliezer tentu akan sangat menguntungkan bagi Ferdy dan Putri.

Febri Diansyah: "Seorang JC harus jujur, tidak boleh berbohong. Kalau seorang JC berbohong maka dia justru tidak berkontribusi mengungkap keadilan itu tapi justru merusak keadilan yang dicita-citakan oleh semua pihak. Seorang JC tidak boleh hanya menggunakan label JC tersebut untuk menyelamatkan diri sendiri."

"Seorang JC adalah pelaku yang bekerja sama sehingga dia harus terlebih dahulu mengakui perbuatannya."

"Kami menghargai dan berharap RE betul-betul adalah seorang JC yang jujur dan tidak berbohong dan bahkan keterangannya wajib konsisten dari satu keterangan ke keterangan yang lain di segala tingkat pemeriksaan."

Semua peringatan itu justru lebih cocok ditujukan kepada kliennya sendiri, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Terutama sekali kepada Ferdy Sambo. Sebab dialah juga pusat dari kebohongan demi kebohongan. Kebohongan-kebohongan Ferdy Sambo itu bukan hanya menjadikan anak buahnya sendiri sebagai tumbal, tetapi sedemikian parah merusak kredibilitas institusi Polri. Oleh karena ulahnya reputasi dan kredibilitas, harkat dan martabat Polri hancur sehancur-hancurnya, yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Polri berdiri.

Ferdy Sambo sejak awal sudah melakukan kebohongan sangat serius dengan membuat skenario palsu penyebab tewasnya Yosua sehingga sempat menyesatkan penyidikan Bareskrim Polri. Richard Eliezer berbohong juga karena dia yang menyuruh untuk mengikuti skenario palsunya itu.

Ferdy Sambo beberapa kali berbohong kepada Kapolri. Ia juga berbohong kepada kolega dan anak buahnya supaya mereka mau mengikuti skenarionya, dengan mengacaukan TKP, memerintahkan perusakan dan penghilangan barang-barang bukti, seperti puluhan DVR CCTV. Ponsel-ponsel Yosua dan Richard Eliezer juga dirusak dan dihilangkan untuk menghilangkan jejak barang bukti.

Di persidangan mereka, enam terdakwa obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Yosua itu, yaitu eks Karo Paminal Propam Brigjen Hendra Kurniawan, mantan Kaden A Ropaminal Divpropam Polri Kombes Agus Nurpatria, dan mantan Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri AKBP Arif Rahman, semuanya mengaku mereka melakukan perintangan proses hukum itu karena percaya dengan kisah versi Ferdy, yang ternyata berbohong.

Fakta lainnya, justru saat disidangkan, di antara lima terdakwa pembunuhan itu  hanya Richard Eliezer yang tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU kepadanya. Ia menilai dakwaan JPU sudah jelas dan cermat. Ia mengakui semua perbuatan yang didakwakan kepadanya. Ia mengatakan sangat menyesal dan meminta maaf kepada keluarga Yosua.

Setelah persidangannya usai (18/10/2022), dengan suara bergetar menahan tangisnya, Richard Eliezer membaca pernyataan duka cita, permohonan maaf dan doanya kepada Yosua dan keluarga Yosua. Khususnya kepada orangtua dan Reza (adik Yosua):

Mohon ijin, sekali lagi saya menyampaikan turut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya untuk kejadian yang telah menimpa Alm. Bang Yos.

Saya berdoa semoga Alm. Bang Yos diterima di sisi Tuhan Yesus Kristus. Dan untuk keluarga Alm. Bang Yos; Bapak, Ibu, Reza serta seluruh keluarga besar Bang Yos, saya memohon maaf.

Semoga permohonan maaf saya ini dapat diterima oleh pihak keluarga. Tuhan Yesus selalu memberikan kekuatan dan penghiburan buat keluarga Alm. Bang Yos.

Saya sangat menyesali perbuatan saya, namun saya hanya ingin menyatakan bahwa saya hanyalah seorang anggota yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah dari seorang Jenderal.

Terima kasih.

# Minggu, 16 Okt 22

# Rutan Bareskrim

# Richard

Ya, Richard Eliezer hanya seorang Tamtama dengan pangkat yang paling rendah di Polri, Bhayangkara Dua (Bharada), berhadapan dengan seorang perwira tinggi Bintang Dua; Inspektur Jenderal. Seperti sebutir telur berhadapan dengan batu besar.

Sebelumnya, pada 9/8/2022, Richard juga sudah meminta maaf kepada keluarga Yosua melalui suratnya yang difoto pengacaranya dan dikirim via WhatsApp ke ponsel ayah Yosua, Samuel Hutabarat.

Kedua permintaan maaf Richard itu diterima baik keluarga Yosua. Mereka memahami posisi Richard yang tertekan di bawah kuasa yang begitu besar dari Ferdy Sambo.

Di saat persidangan yang menghadirkan saksi-saksi dari keluarga Yosua di PN Jakarta Selatan, 25/10/2022, Richard Eliezer mendatangi kedua orangtua Yosua yang duduk di kursi saksi dan berlutut minta maaf kepada mereka. Ayah Yosua menaruh tangannya di kepala Richard sebagai tanda permintaan maafnya itu diterima dengan tulus.

Momen Bharada E berlutut dihadapan orang tua Brigadir J sebelum sidang dimulai di PN Jakarta Selatan pada Selasa (25/10/2022). (ANTARA) 
Momen Bharada E berlutut dihadapan orang tua Brigadir J sebelum sidang dimulai di PN Jakarta Selatan pada Selasa (25/10/2022). (ANTARA) 

Sebaliknya dengan empat terdakwa lain, terutama Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, langsung mengajukan eksepsinya menolak dakwaan JPU. Saat ditanya Hakim Ketua, Putri pura-pura tidak mengerti dengan dakwaan JPU.

Ferdy Sambo menolak dakwaan JPU. Ia menyatakan dirinya tidak bersalah. Ia berkelit dengan mengatakan, ia tidak memerintahkan Richard menembak, tetapi menghajar Yosua. Tetapi Richard justru menembak. Artinya yang salah Richard, bukan dia.

Oleh karena itu ia minta Majelis Hakim menolak semua dakwaan JPU, membebaskan dia, dan memulihkan nama baiknya!

Meskipun Richard Eliezer hanya seorang Tamtama berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada), pangkat terendah di Kepolisian RI, ia  bersikap ksatria dengan mengakui dan menyesali perbuatannya. Ia siap menerima hukuman atas perbuatannya itu.

Sebaliknya dengan Ferdy Sambo yang adalah perwira tinggi Polri berpangkat Inspektur Jenderal (Bintang Dua). Jabatannya pun sangat tinggi, Kadiv Propam Polri, 'komandan tertinggi polisinya polisi', tetapi lebih berjiwa kerdil (pengecut), tidak mau mengakui perbuatannya. Sebaliknya berniat menjadikan Richard Eliezer sebagai tumbal atas perbuatannya. (dht)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun