PP tersebut menentukan bahwa jika ada tanah yang diduga diterlantarkan oleh pemegang hak atas tanahnya, maka Kanwil BPN setempat akan membentuk panitia untuk mendata, mengidentifikasi dan meneliti tanah tersebut.Â
Jika benar diterlantarkan, maka Kepala Kanwil BPN setempat akan menyampaikan surat peringatan pertama kepada pemegang haknya agar segera dalam tempo satu bulan dari tanggal surat peringatan untuk menggunakan, mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya.Â
Jika pemegang hak tidak menindaklanjuti peringatan tertulis tersebut akan disampaikan peringatan kedua, sampai dengan peringatan ketiga, pemegang hak tidak menindaklanjuti peringatan tersebut, maka atas rekomendasi Kepala Kanwil BPN setempat, Kepala BPN menetapkan tanah tersebut sebagai tanah terlantar, sekaligus menetapkan hapusnya hak atas tanah tersebut dan hapus pula hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah itu. Konsekuensinya tanah tersebut kembali dikuasai negara.
Tanah yang kembali sebagai tanah yang dikuasai negara itu terbuka untuk dimohonkan haknya oleh semua WNI, termasuk oleh pemegang hak semulanya. Â Â
Jadi, tidak otomatis begitu saja menjadi tanah negara apalagi serta merta menjadi hak mereka yang menggarapnya.
Baca juga: PTPN VIII vs Rizieq Shihab
6. Bahwa atas bukti-bukti jual beli antara klien kami dengan pengelola dan pemilik juga sudah sangat lengkap dan diketahui oleh perangkat Desa, baik RT, RW setempat yang kemudian terhadap surat tersebut telah ditembuskan kepada Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat, sehingga legal standing klien kami dalam menempati dan mengusahakan atas lahan tersebut tidak dengan cara melawan hukum. Dan ini telah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum pembeli dilindungi itikad baik sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung telah menegaskan hal ini dalam Putusan MARI No. 251K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958 yang kaidah hukumnya berbunyi : "Pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah dianggap syah". Hal yang sama juga telah dijelaskan oleh MA dalam Surat Edaran MA No. 7/2012, yang dalam butir ke IX dirumuskan: "Perlindungan harus diberikan kepada Pembeli Beritikad Baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak..", dan Asas itikad baik tercantum juga dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi: "Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak pertama dan kedua harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak", sehingga tidak benar apabila klien kami dianggap telah melakukan tindak pidana atas penguasaan lahan tersebut;
Tanggapan:Â
Bukti-bukti jual-beli yang sudah sangat lengkap yang bagaimana yang dimaksud kuasa hukum Rizieq itu?Â
Padahal secara hukum jual beli tanah harus di hadapan PPAT. Salah satu bukti yang mutlak harus ada adalah bukti pemilikan hak atas tanah penjualnya berupa sertifikat hak atas tanah. Sedangkan dari penjelasan-penjelasan kuasa hukum Rizieq di atas jual-beli tanah tersebut hanya berdasarkan pengakuan penjual, dengan diketahui ketua RT, ketua RW, Â Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat.
Tampaknya syarat mutlak tersebut diabaikan oleh pihak Rizieq. Kemungkinan besar mereka baru sadar kecerobohan fatal itu ketika hendak mengurus sertifikat tanahnya di BPN Kabupaten Bogor, dengan ditolaknya permohonan tersebut oleh BPN dengan alasan tanah tersebut sudah ada pemiliknya, yaitu PTPN VIII dengan HGU Nomor 299, 4 Juli 2008.