Ia mengatakan, PKPU tersebut hanya mengatur larangan mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak dan narkoba dalam bentuk pakta integritas sebagaimana yang termuat pada Pasal 4, maka itu (tidak mengikat), dan dengan demikian dibolehkan mantan napi korupsi menjadi bakal calon legislatif tidak bertentangan dengan PKPU maupun Undang-Undang Pemilu.
Padalah, nyata-nyata, sebelumnya (Juli 2018) Ketua Bawaslu, Abhan itu sendiri juga pernah melontarkan pernyataan sebaliknya, bahwa Bawaslu sangat mengharapkan semua parpol menghormati pakta integritas yang sudah mereka tandatangani sendiri, agar tidak ada mantan napi korupsi, kejahatan seksual pada anak, dan bandar narkoba ikut mendaftar sebagai bakal calon anggota legislatif.
Ketika ternyata masih ada saja kader-kader parpol yang didaftarkan padahal mereka adalah mantan napi korupsi, Ketua Bawaslu itu mengatakan keprihatinannya, sebab katanya sebelumnya Bawaslu sudah mendesak setiap parpol agar secara moral mematuhi pakta integritas itu:
"Kami prihatin. Kami sudah mendorong komitmen moral untuk tidak mengajukannya. ... Harapan kami masih banyak politisi yang bersih. Harapan kami ajukan politisi yang besih yang tidak punya masalah hukum," kata Abhan, di Ballroom Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Rabu (25/7/2018).
Ternyata pernyataan itu hanya basa-basi saja, faktanya justru Bawaslu mendukung tindakan yang dia sebut sendiri sebagai tindakan yang bertentangan dengan moral itu, dengan cara meloloskan para napi mantan korupsi yang sebelumnya sudah dicoret namanya oleh KPU itu.
Pasal 4 ayat 3 PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dimaksud menentukan kewajiban parpol untuk:
Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
Sedangkan Pasal 6 ayat 1 huruf e menentukan:
Pimpinan Partai Politik sesuai dengan tingkatannya menandatangani dan melaksanakan pakta integritas pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), yang berisi rincian untuk setiap Dapil yang tercantum dalam formulir Model B.1.
Bawaslu Bersikap Seperti MA dan MK
Tetapi di dalam pertimbangan-pertimbangan keputusannya yang mengabulkan gugatan mantan napi korupsi itu Bawaslu justru bertindak jauh melampui wewenangnya, mereka bukan hanya bertindak seolah-olah seperti Mahkamah Agung (MA), tetapi juga seperti Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu dengan menyatakan bahwa ketentuan PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu, dan bahkan bertentangan dengan UUD 1945.