Faktanya, selang tidak berapa lama kemudian, petugas Dishub itu menelepon Ratna, mengatakan mobilnya boleh diambil kembali (tentu saja tanpa ada sanksi apapun), -- itu saja sudah menyalahi prosedur.
Ratna yang menjadi besar kepala, menolak "kebaikan hati" itu, meminta lebih, petugas Dinas Perhubungan itu yang harus mengantar mobilnya itu ke rumahnya. Lalu, permintaan Ratna itu pun juga dipenuhi, mobil diantar, bahkan disertai permintaan maaf.
Artinya, pasti ada perintah dari atas kepada petugas Dinas Perhubungan itu, dan yang memerintah itu pasti mempunyai pengaruh yang cukup kuat, yang sanggup membuat petugas Dinas Perhubungan itu "ketakutan", sehingga terpaksa mengalah sampai memenuhi semua permintaan Ratna Sarumpaet itu.
Siapakah dia? Apakah Anies melalui asistennya? Ataukah asisten itu sendiri, tetapi apakah dia punya pengaruh yang cukup untuk itu?
Yang pasti, peristiwa warga yang main ancam kepada petugas pemerintah di lapangan dengan menjual nama kepala daerah seperti pada kasus Ratna Sarumpaet itu hanya mungkin bisa efektif jika suasana kepimpinan sang kepala daerah membuka peluang (memungkinkan) untuk itu.
Peristiwa yang mirip dengan kasus mobil Ratna Sarumpaet yang diderek petugas Dishub DKI Jakarta itu belum lama ini juga terjadi, dan berakhir pula dengan perlakuan istimewa kepada warga yang bersangkutan, diduga  karena dia orangnya Anies-Sandi.
Peristiwa yang dimaksud adalah peristiwa yang terjadi pada 22 Maret 2018, di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Pusat.
Ketika itu mobil yang hendak diderek karena melanggar larangan parkir adalah milik Fajar Sidik, angggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra. Sama dengan Ratna, Fajar Sidik pun mengamuk kepada petugas Dinas Perhubungan itu karena merasa tidak melakukan pelanggaran itu. Jika Ratna menelepon Gubernur Anies Baswedan (yang diterima asistennya), maka Fajar Sidik menelepon Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Â Â
Sandiaga mengaku, Fajar memang menelepon dia, mengadu mengenai mobilnya yang diderek petugas Dishub. Menurut Sandiaga, Fajar merasa tidak bersalah karena mobilnya diparkir di tempat yang tidak ada rambu larangannya. Tetapi, katanya, jika Fajar bersalah, dia tidak membela Fajar, sebaliknya akan mendukung anak buahnya kalau mereka bekerja benar. Hukum itu tidak memandang bulu, katanya.
"Pada intinya hukum itu tidak pandang bulu, tidak ada yang dikecualikan. Tajam ke bawah, tajam ke atas, tumpul ke bawah tumpul ke atas. Jadi kalau misalkan kita tajam kepada angkot, kita tajam juga kepada siapapun termasuk saya," kata Sandiaga ketika itu.
"Kalau teman Dishub sudah melakukan yang benar, saya dukung. Saya sampaikan pada dia 'sorry chiefini peraturan yang harus ditegakkan'. Ya itu kan ustad jadi dia harusnya juga memberikan contoh, ya. Ustad yang terkenal lagi," kata Sandi seolah-olah hukum telah ditegakkan sekalipun pelanggarnya yang mengadu kepadanya adalah anggota DPRD DKI Partai Gerindra.