Fakta tersebut pertama kali diungkapkan oleh Kepala Unit Pengelola Teknis (UPT) Monas, Munjirin. Â Pada 29/11/2017. Munjirin menyatakan bahwa pihaknya telah menerima surat permohonan izin penggunaan kawasan Monas untuk menggelar acara reuni aksi akbar 212 itu sejak seminggu lalu (24/11).
Pada hari yang sama, surat permohonan izin tersebut telah diserahkan kepada Dinas Pariwisata DKI Jakarta, dari dari Dinas Pariwisata langsung meneruskan kepada Anies Baswedan, dan Anies saat itu juga membuat disposisi persetujuan pemberian izin untuk kegiatan tersebut.
"Suratnya sudah masuk kira-kira seminggu yang lalu. Kemudian, diberi ACC (persetujuan). Saya katakan, pastikan sesuai dengan Pergub (peraturan gubernur) yang baru," kata Anies di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (30/11).
Secara politik, -- karena memang sesungguhnya aksi 212 termasuk reuninya itu adalah gerakan politik yang dibalut agama -- Anies tidak mungkin berani menolak permintaan izin dari para tokoh (reuni) aksi akbar 212 itu, karena mereka adalah tokoh-tokoh kepada siapa Anies, dan juga Sandiaga Uno, berhutang budi secara politik. Karena tokoh-tokoh di belakang aksi 212 itulah yang mengusung isu SARA yang dihembuskan secara sistematis, struktural, dan masif di sepanjang masa kampanye pilkada DKI Jakarta, sehingga berkontribusi besar bagi kemenangkan Anies-Sandi.
Selain faktor balas budi politik, mana berani pula Anies Baswedan, dan juga Sandiaga Uno menolak permintaan tokoh semacam Ustad Ansufri Sambo, yang merupakan orang kepercayaan Prabowo Subianto itu? Sedangkan Prabowo Subianto adalah "atasan" Anies-Sandi secara politik.
Apalagi pentolan utama aksi 212 itu, Rizieq Shihab itu adalah "maha guru"-nya Anies. Adalah Anies sendiri yang menyemat gelar "maha guru" itu kepada Rizieq Shihab ketika ia berpidato yang isinya penuh pujian kepada Rizieq di markas besar FPI, 1 Januari 2017 lalu.
Aksi (Reuni) 212 adalah Aksi Politik
Pergub baru yang disebut Anies itu adalah Pergub yang dia buat sendiri, yaitu Pergub Nomor 186 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Kawasan Monumen Nasional, yang menggantikan Pergub sebelumnya yang melarang kegiatan lain, termasuk keagamaan dan politik, selain kegiatan kenegaraan (seperti upacara memperingati hari besar nasional) di kawasan Monas.
Alasan pelarangan kegiatan kemasyarakatan, termasuk kegiatan keagamaan dan politik, apalagi yang melibatkan jumlah massa yang besar di kawasan Monas itu karena kawasan itu telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dan sebagai kawasan  "white area".
Yang dimaksud dengan  "white area"  adalah di kawasan itu selain tidak boleh ada kegiatan kemasyarakatan, apalagi yang melibatkan jumlah massa yang besar, juga tidak boleh ada reklame, sponsor, spanduk bersifat komersial, dan lain-lain sejenisnya.