Di antara semua faktor yang membuat kacau-balaunya proyek KTP-el itu, yang membuat rakyat sengsara untuk mendapat KTP-el yang merupakan haknya itu, faktor korupsilah yang paling merusak. Korupsi yang dilakukan bersama oleh anggota DPR, pejabat di Kementerian Dalam Negeri, dan pengusaha swasta. Jumlah yang dikorupsi pun tidak tanggung-tanggung, akibat dari keserakahan mereka, uang negara yang seharusnya digunakan untuk mega proyek itu dikorupsi nyaris separohnya.
Korupsi yang sedemikian besarlah yang membuat kwalitas KTP-el itu pun menjadi jauh dari standar, yang sangat tidak sesuai dengan harga yang terlalu mahal yang telah dibayar pemerintah.
Bahan pembuatan KTP-el seharusnya dari bahan polyvinyl chloride, yang tidak mudah rusak, tetapi dalam realisasinya yang digunakan adalah polyethylene terephthalate glycol, yang mudah rusak, patah, dan terkelupas, dengan harga polyvinyl chloride.
Di dalam penyidikannya, KPK memang menemukan fakta bahwa di hampir semua komponen di proyek KTP-el itu diduga terjadi manipulasi data dan korupsi, blangko KTP-el, adalah salah satunya.
Pengadaan blangko KTP-el, per 31 Desember 2013, seharusnya berjumlah 172.015.400, tapi realisasinya hanya 122.109.759 blangko. Sedangkan harga per blangko yang dipasaran (2011) hanya Rp. 4.700 di-mark-up menjadi Rp. 16.000 per blangko!
Eko Fajar Nur Prasetyo sebagai pakar dan perancang cip dari Sony Indonesia, saksi ahli selain Bob Hardian Syahbudin, mengungkapkan fakta bahwa harga cip penyimpan data KTP-el termasuk biaya personalisasi data pada cip, jauh di bawah anggaran pengadaan KTP-el 2011-2012. Dalam dakwaan terhadap Andi, cip KTP-el bermerek NXP produksi Belanda dan ST Micro dari Singapura.
Eko mengungkapkan harga riil cip KTP-el tak lebih dari 25 sen dolar AS (Rp. 2.500) dan biaya personalisasi data Rp. 1.443 sehingga total biaya Rp. 3.943 per cip. Sedangkan dalam anggaran yang telah dibelanjakan, cip dihargai Rp. 9.400 per keping dan biaya personalisasi Rp. 1.500 , total 10.900 per cip, atau di-mark-up sebesar Rp. 6.957 per keping!
Itupun dengan menggunakan seri cip berteknologi yang sudah ketinggalan zaman, yakni seri cip tahun 1996, tiga generasi di bawah seri cip tahun 2010
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa mega korupsi di mega proyek KTP-el, selain telah merugikan negara sampai Rp. 2,3 triliun, juga telah membuat sesungguhnya negara telah membeli barang berteknologi rongsokan dengan harga yang sangat mahal, sehingga misi pemerintah untuk tercapainya ketunggalan data kependudukan tidak tercapai, dan telah membuat jutaan rakyat harus sengsara menunggu dalam ketidakpastian untuk memperoleh KTP-el.
Oleh karena itu KPK harus bekerja sekeras-kerasnya, didukung oleh Presiden Jokowi, Polri dan Kejaksaan Agung untuk mengusut setuntas-tuntasnya siapa saja koruptornya, terutama yang kelas kakap, untuk dihukum seberat-beratnya. Â *****
Sumber data: Harian Kompas, Majalah Tempo, Koran Tempo, dan berbagai berita di media daring.