Mengapa Gagal Mendapat KTP-el?
Kenapa orang-orang seperti Ade dalam ilustrasi di atas datanya tidak ada di server Kemendagri, sehingga KTP-el mereka tidak kunjung bisa dicetak?
Ada banyak sekali permasalahannya, dengan faktor akibat korupsi di mega proyek itu sebagai penyebab utamanya.
Seharusnya, saat penduduk melakukan pendaftaran dan perekaman data, maka semua data itu (identitas, pasfoto, tanda tangan, sidik jari/iris mata) terekam di server di kantor kecamatan. Server di setiap kecamatan terhubung lewat jaringan internet ke server pusat di Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.
Di server pusat ini, data setiap orang secara otomatis akan masuk di dalam sistem antrean (message queuing -- MQ, untuk kemudian masuk ke sistem  yang disebut Automated Biometric Identification System (ABIS), -- Sistem manunggal data.
Setiap data yang terproses di ABIS akan di-back-up pada Data Recovery System (DRC), yang servernya ada di Batam.
Jika semuanya normal, maka data kependudukan setiap orang di sistem ABIS itu akan diproses komputer menjadi berstatus: sprint ready record (PRR), maka KTP-el siap dicetak. Di dalam setiap KTP-el itu terkandung teknologi cip yang menyimpan biodata, pasfoto, tanda tangan, sidik jari telunjuk kanan dan kiri.
Faktanya, selain faktor sumber daya manusia, faktor yang paling signifikan yang membuat mega proyek bernilai Rp 5,9 triliun itu nyaris mubazir, teknologinya tidak bisa dimanfaatkan, adalah korupsi yang berukuran mega pula. Korupsi membuat selain biaya proyeknya terlalu mahal, juga mengakibatkan kwalitas KTP-el pun tak ubahnya dengan kwalitas KTP konvensional zaman dahulu yang menggunakan kertas biasa.
Masalah berjibun itu sudah dimulai sejak di kantor kecamatan, bisa terjadi saat ada saja petugas kecamatan tidak melakukan perekaman data dengan benar, sehingga data tidak tersimpan di server, atau tersimpan tetapi tidak sempurna.
Lalu, masalah jaringan internet di Indonesia yang masih banyak yang buruk, sehingga pengiriman data dari server kecamatan terganggu, atau tidak terkirim sama sekali ke server pusat di Kemendagri. Akibatnya saat data sampai ke sistem ABIS, maka sistem itu akan menolaknya. Maka penduduk yang sudah merekam datanya ke kantor kecamatannya itu, datanya tidak ada di server pusat, dan oleh karena itu tidak bisa dicetak KTP-el-nya.
Masalah lain, apabila data sudah terkirim ke sistem ABIS secara sempurna, maka tetap saja akan ada jutaan data penduduk yang tidak bisa diproses, karena untuk memprosesnya pemerintah harus membeli lisensi baru lagi. Karena lisensi yang sudah dibeli dari PT Biomorf Lone Indonesia di dalam mega proyek senilai Rp. 5,9 triliun itu hanya dapat memproses 172 juta data penduduk.