Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Sampai saat ini PKB yang punya 6 kursi di DPRD DKI Jakarta belum membuka pendaftaran untuk menjaring calon gubernur DKI dari partainya.
Dilihat dari jumlah kursinya yang hanya 6 itu, PKB seharusnya tahu diri untuk tidak terlalu memaksakan dirinya mengajukan calonnya sendiri, karena selain mereka pasti membutuhkan koalisi, juga jika mereka mengajukan calonnya sendiri, sedangkan parpol lain yang lebih besar yang berkoalisi dengan mereka juga punya bakal calon sendiri, manakah mungkin parpol yang lebih besar itu mengalah.
Partai Amanat Nasional (PAN)
Dari semua parpol, PAN merupakan parpol terkecil di DPRD DKI, dengan hanya punya dua kursi di sana. Apakah yang bisa diharapkan Yusril dari PAN?
**
Yusril boleh saja berbangga hati ketika memenangi perkara masyarakat Bidara Cina melawan Pemprov DKI Jakarta di PTUN Jakarta, terkait proyek sodetan Kali Ciliwung (pihak Pemrov menyatakan kasasi), tetapi itu adalah dunia hukum. Dunianya Yusril. Yang berbeda dengan dunia politik menyangkut pemilihan kepala daerah. Khususnya pemilihan umum gubernur DKI Jakarta. Di dunia politik pemilu ini, bukan dunianya Yusril, hal tersebut sudah mulai terlihat dari apa yang sudah saya uraikan di atas. Jika ia memaksakan dirinya masuk ke dunia ini, maka kemungkinan besar ia akan kalah. Kalah dari Ahok, yang menurut hasil berbagai survei (terakhir survei Populi Center) Â elektabilitasnya sampai hari ini selalu tertinggi, jauh di atas Yusril yang berada di peringkat kedua (50,8 persen vs 5 persen).
Yusril pernah mencoba nyapres di pemilu 2014 Â melalui partainya, PBB. Tetapi, belum apa-apa Yusril sudah gugur sebelum sempat maju di arena pilpres 2014 itu, karena di pemilu legislatif (9 April 2014) perolehan suara PBB hanya 1,45 persen, alias tidak mencapai ambang batas parlemen, sehingga tak punya satu pun kursi di parlemen. Dengan sendirinya PBB tidak punya hak untuk mengajukan calon presidennya yang menentukan ambang batas presiden (Presidential Threshold) adalah partai atau gabungan partai harus minimal memiliki 25 persen kursi di parlemen atau memperoleh minimal 20 persen suara sah Pemilu.
Yusril pernah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, khususnya mengenai ketentuan/syarat Presidential Thresholditu ke Mahkamah Konstitusi (MK), agar ketentuan itu ditiadakan, tetapi permohonan tersebut ditolak MK (Maret 2014).
Sebelum nyapres di pemilu 2014, Yusril pernah diangkat menjadi menteri, masing-masing di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Indonesia (1999-2001), sebagai Menteri  Menteri Hukum dan Perundang-undangan Indonesia (2001-2004) di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri, dan sebagai Menteri Sekretaris Negara (2004-2007) di bawah Presiden SBY.
Setelah menjadi Menteri di tiga masa jabatan presiden yang berbeda itu, Yusril pun berambisi mengangkat derajatnya dengan menjadi presiden, tetapi seperti yang sudah disebutkan di atas, ia gagal sebelum bertarung. Seandainya rakyat percaya akan kemampuan Yusril menjadi Presiden, tentu nasib PBB dan dia sendiri tidak setragis itu.