Lima kejanggalan versi Neta S Pane itu, bisa dijelaskan sebagai berikut:
Pertama dan kedua, tentang begitu cepatnya Kombes Krishna Murti dan Karo Ops Polda Metro Kombes Martuani, tiba di lokasi kejadian: Krishna Murti (Dirkrimum Polda Metro Jaya) Â dan Karo Ops Polda Metro Kombes Martuani, tengah melintas di ruas jalan Thamrin menuju ke Istana Kepresidenan untuk melakukan pengamanan unjuk rasa di sana. Mobil mereka berhenti begitu mendengar tembakan dan ledakan. Krishna bersama Martuani segera bergabung dengan Kapolsek Menteng AKBP Deddy Tabrani dan Kabag Ops Polres Jakpus AKBP Susatyo yang ternyata tengah mengepung pelaku.
Mengenai rompi antipeluru yang sudah dikenakan Krishna Murti, bisa saja rompi itu memang selalu berada di mobil yang dipakai oleh Krishna, jadi, ketika pas terjadi kejadian itu, dia langsung mengenakannya. Setahu saya, rompi antipeluru bukan hanya dimiliki anggota Densus 88, tetapi juga merupakan pelengkapan polisi lainnya, yang dikenakan saat diperlukan, termasuk seorang Dirkrimum Polda Metro Jaya, seperti Krishna.
Ketiga, tentang begitu tenangnya para teroris itu beraksi. Seharusnya, menurut Neta, mereka itu bersembunyi, sebagaimana biasanya.
Atau, mungkin, maunya Neta, seharusnya para teroris itu tampak ketakutan, kakinya gemetaran sampai tak bisa berdiri, tangannya gemetaran sampai pistolnya lepas dari tangannya, sampai terkencing-kencing di jalan raya.
Apa yang janggal dari keberanian dan ketenangan itu, jika para teroris itu sudah dicuci otaknya dengan racun-racun radikalisme, dan dilatih khusus untuk itu.
Serangan teroris dengan pola yang sama sebelumnya sudah terjadi di Paris, November 2015 lalu, yang juga beraksi dengan terang-terangan, melibatkan banyak teroris di beberapa lokasi dalam waktu yang hampir bersamaan, mereka menembaki masyarakat yang sedang menonton konser, dan beberapa restoran, sehingga menewaskan ratusan orang.
Para analisis pakar terorisme mengatakan bahwa ISIS sekarang sudah mengubah strategi dan pola serangan mereka di seluruh dunia. Tidak lagi berpusat di Irak dan Suriah, tetapi ke seluruh dunia, tidak lagi sembunyi-sembunyi, tetapi terang-terangan, dan sasaran utamanya antara lain langsung kepada polisi.
Keempat, tentang muncul polemik antara BIN dan polisi bahwa ini ISIS atau bukan di balik serangan di Jakarta itu.
Apakah benar ada polemik seperti itu?
Faktanya, baik BIN, maupun Polri sejak awal sudah menyatakan ISIS di belakang serangan teroris itu. Kedua lembaga ini mentakan hal tersebut pada hari yang sama, 14 januari 2015, pasca terjadi serangan teroris di Thamrin, Jakarta itu.