Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tragedi O.C. Kaligis, karena Ingkar Janjinya kepada Tuhan?

15 Juli 2015   10:58 Diperbarui: 15 Juli 2015   12:35 174602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Otto Cornelis Kaligis atau O.C Kaligis, siapakah yang tidak kenal nama besar ini? Dia adalah salah satu pengacara yang paling senior, paling kawakan, paling tenar dan sekaligus paling kontroversial di negeri ini.

Dari kantor pengacaranya yang pertama kali didirikan pada 9 September 1977 di sebuah ruko di kompleks pertokoan Glodok Plaza, Jakarta, O.C Kaligis bukan hanya berubah menjadi salah satu pengacara besar yang paling disegani lawan, maupun kawannya, serta punya banyak koneksi termasuk dengan pejabat-pejabat tinggi setingkat menteri, ia juga menghasilkan banyak karyawannya yang kemudian menjadi pengacara-pengacara paling hebat, pejabat tinggi negara, akademisi dan sebagainya yang juga berkualitas level tertinggi. Sebut saja Amir Syamsuddin mantan Menteri Hukum dan HAM di era Presiden SBY, Hamdan Zoelva mantan Hakim dan Ketua Mahkamah Konstitusi, Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dan pengacara-pengacara top, seperti Hotman Paris Hutapea, dan Juniver Girsang.

Saat buku biografinya yang berjudul “Otto Cornelis Kaligis a Man with Million Surprises” yang ditulis oleh Teguh Esha dan Donna Sita Indria diterbitkan Penerbit Gramedia (2013) banyak pula tokoh-tokoh besar memberi kata pengantar dan kesan-kesan tentang Kaligis, yang semuanya memuji kehebatannya dari beberapa aspek, guru dan pengacara yang sangat hebat.

Di antaranya, mantan Presiden B.J. Habibie, Karni Ilyas (host “Indonesia Lawyer Club,” TV One), Nono Anwar Makarim (pengacara), Hamdan Zoelva (mantan hakim Mahkamah Konstitusi), dan Indriyanto Seno Adji, pengacara senior yang kini menjabat sebagai salah satu Wakil Ketua KPK.

Tetapi, saat berada di puncak tertinggi kariernya selama 38 tahun, dan di usianya yang sudah senja itulah, hari Selasa, 14 Juli 2015, tiba-tiba saja semuanya berubah sangat drastis dalam hitungan jam. KPK menyatakan O.C. Kaligis, yang biasa juga disapa dengan sebutan Otje, OCK, OC, dan Pak Kaligis,  sebagai tersangka, kemudian menahannya sebagai tahanan dengan dugaan terlibat dalam kasus suap kepada ketua dan hakim PTUN Medan.

Adegan tragis pun itu tampaklah saat seusai diperiksa KPK selama sekitar lima jam Kaligis keluar dengan mengenakan seragam tahanan KPK berwarna oranye, dikawakl para penyidik KPK, dijebloskan ke rumah tahanan KPK cabang Pomdam Guntur, Jakarta.

Pada Kamis, 9 Juli 2015, penyidik KPK melancarkan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, Hakim Amir Fauzi dan Hakim Dermawan Ginting, Panitera Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan dan seorang pengacara yang bernama M Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dari kantor pengacara O.C. Kaligis. KPK menemukan uang sebanyak 15.000 Dollar Amerika Serikat dan 5.000 Dollar Singapura, yang diduga berasal dari Gerry sebagai uang suap kepada Ketua PTUN Medan dan dua hakim  dan seorang panitera PTUN Medan itu. Dari hasil pemeriksaan penyidik KPK terhadap mereka diketahui bahwa uang itu merupakan bagian dari komitmen uang suap sebesar 30.000 Dollas AS.

Dari pengacara Gerry-lah KPK melakukan pengusutan sampai pada kesimpulan ada dugaan keterlibatan langsung O.C. Kaligis dalam kasus suap tersebut. Selain Kaligis, KPK juga sudah memanggil Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho untuk diperiksa sebagai saksi pada 13 Juli lalu, tetapi yang bersangkutan mangkir. Ia yang juga diduga terlibat, baru akan diperiksa lagi setelah Lebaran, 22 Juli 2015.

Dugaan tindak pidana korupsi tersebut berkaitan dengan gugatan yang dilakukan oleh mantan kepala Biro Keuangan Pemprov Sumatera Utara Ahmad Fuad Lubis ke PTUN Medan.

Maret 2015, Fuad dipanggil kejaksaan setempat untuk diperiksa terkait dugaan penyelewengan dana bantuan sosial Pemprov Sumatera Utara 2012-2014. Fuad hendak diperiksa karena ia pada periode itu adalah Ketua Bendahara Umum (BUD) Pemprov Sumatera Utara. Namun Fuad melakukan perlawanan dengan menggunakan jasa dari kantor pengacara O.C Kaligis.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, PTUN berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang atau tidak. Dalam putusannya, hakim menyatakan permintaan keterangan oleh jaksa kepada Fuad Lubis ada unsur penyalahgunaan kewenangan.

Kaligis sendiri sebelum ditahan KPK sudah membantah keterlibatannya dalam kasus suap itu, meskipun ia mengaku Gerry adalah anak buahnya. Kaligis menjelaskan setiap anak buahnya yang hendak keluar kota, seharusnya melaporkan ke sekretarisnya, tetapi Gerry tidak melakukan hal itu, dan ia tidak tahu soal penyuapan tersebut. Pertanyaannya tentu adalah darimana Gerry mendapat uang sebanyak 20.000 Dollar AS dan Singapura itu?

Apa pun yang disangkal Kaligis, dari hasil pemeriksaan KPK terhadapnya kemarin (Selasa, 14/07/2015), ia telah dinyatakan KPK sebagai tersangka yang terlibat dalam kasus suap itu, sehingga ia pun ditahan sampai dengan 20 hari ke depan. Kelak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)-lah yang memutuskan apakah Kaligis juga terlibat ataukah tidak.

Namun dari prestasi KPK selama ini, fakta berbicara, -- dengan pengecualian pada kasus Budi Gunawan yang serba ganjil itu – KPK tidak pernah salah dan kalah dalam semua kasus korupsi yang ditanganinya. Tentu kasus ini hampir pasti bukan suatu pengecualiannya.

Seperti yang saya sebutkan di atas, kasus yang menimpa Kaligis di saat sedang berada di puncak tertinggi kariernya di penghujung usianya yang senja ini tentu merupakan suatu kejadian yang sangat tragis bagi dirinya. Bisa jadi di sel tahanannya Kaligis sedang meratap penuh penyesalan atas nasib yang menimpanya ini.

Sebab, sebenarnya 13 tahun yang lalu, ia sudah pernah berjanji kepada Tuhan untuk mundur, berhenti sebagai pengacara aktif, untuk mengabdi sisa hidupnya kepada Tuhan dalam wujud menjalankan aktifitas sosial yang masih berkaitan dengan keahliannya juga, yaitu sebagai guru besar di berbagai perguruan tinggi ternama di seluruh Indonesia, penulis buku, dan kegiatan sosial lainnya. Tetapi baru sembilan bulan kemudian ia “mengingkari janjinya” itu sendiri dengan berbagai alasan pembenarannya.

Itulah yang diungkapkannya sendiri di dalam buku biografinya yang sudah disebutkan di atas, yakni yang berjudul “Otto Cornelis Kaligis a Man with Million Surprises”, Gramedia, 2013.

Di dalam buku biografinya itu juga terdapat pesan-pesan Kaligis yang sarat dengan moral dan etika kepada para pengacara yang bergabung di firma hukumnya, yang disebutkan terbesar dan paling banyak menangani perkara di seluruh Indonesia.

“Saya ingin kalian semua jujur, jangan sekali-kali membohongi klien kita!”

“Selalu perhatian integritas profesi Anda!”

“Kita tidak cukup hanya profesional. Kita juga harus transparan. Kepada setiap klien kita harus jujur mengatakan, ‘jika nanti ternyata Anda memang salah, saya hanya bisa mengurangi nilai kesalahan Anda.’ Membohongi klien itu sama dengan mengkhianatinya.”

Demikian yang selalu dipesankan Kaligis kepada para pengacara yang bergabung di firma hukumnya itu, sebagaimana ditulis di buku biografinya itu.

Kaligis juga mengatakan, selama menjadi pengacara ia sendiri tak pernah membohongi kliennya dengan memberi harapan-harapan palsu, dan tidak pernah dengan keahliannya sebagai pengacara litigasi berbuat dengan segala cara agar kliennya yang nyata-nyata bersalah direkayasa sedemikian rupa menjadi tidak bersalah. Yang dilakukan hanyalah berupaya keras agar kliennya yang sudah nyata-nyata bersalah itu dihukum seringan mungkin.

“Misalnya ada klien terbukti korupsi, saya tidak akan pernah mengatakan ia tidak korupsi. Yang saya katakan, saya akan berusaha mengurangi hukumannya. Caranya, saya beradu argumentasi dan beradu fakta hukum melawan jaksa, kemudian hakim yang menilai argumentasi dan fakta mana yang lebih benar. Seperti dalam kasus Artalyta Suryani yang bisa kena 20 tahun penjara, dengan pembelaan saya, hukumannya menjadi 5 tahun dan Ayin Cuma perlu menjalaninya 3 tahun di penjara”, jelas Kaligis di bukunya itu.

Dengan terungkapnya dugaan kasus suap (gratifikasi) Hakim PTUN Medan ini, apakah juga berarti bahwa ternyata pesan-pesan moral yang disampaikan Kaligis sebagaimana tersebut di atas hanyalah sebuah pencitraan semata, yang dalam praktiknya justru dilakukan sebaliknya?

Religiusitas dan moralitas pada dirinya juga ditunjukkan Kaligis dengan menulis beberapa puisi di buku tersebut. Antara lain yang terdapat di halaman 16 dan 182:

TUHAN ...

saya sadar

bahwa saya tetap resah

dan akan selalu resah

menghadapi ketidakadilan

dalam perjuangan saya

di alam fana ini

 

Tuhan ...

saya yakin keadilan sebenarnya

akan saya gapai

di dalam

tangan-Mu ...

 

Jakarta, 17 Februari 2002

OCK

 

 

KATANYA

perjuangan

kebenaran

mesti lewat pengadilan

 

Ironisnya

pada putusan pengadilan

bermain

ketidakadilan

 

celakanya

begitu mudahnya perjuangan

kebenaran

tandas seketika

 

hanya

di bawah naungan

kata-kata ‘keramat’

‘Demi keadilan

Berdasrkan

ke Tuhanan

Yang Maha Esa

 

O.C Kaligis, 28 Oktober 2000

 

Kesaksiannya tentang panggilan nuraninya untuk berhenti sebagai pengacara aktif disebutkan secara cukup lengkap di Bagian VI: Keputusan yang Mengejutkan.

Di bagian ini, Kaligis mengisahkan, menjelang umur 60 tahun (2002), setelah melakukan perenungan yang mendalam dengan penyerahan diri kepada Tuhan, ia pun akhirnya mengambil keputusan yang mengejutkan dunia hukum, terutama para pengacara, yaitu berhenti dari kegiatan profesional sebagai pengacara.

Saya sudah memikirkan pengunduran diri sejak jauh hari, terutama setelah saya melihat banyak kawan sesama lawyer yang meninggal namun masih menyisakan perkara. Itu yang menyebabkan saya memikirkan regenerasi. Buat saya, sekalipun tidak lagi langsung membela perkara di persidangan, bukan berarti kita tidak bisa lagi mengabdi di bidang hukum. Pekerjaan litigasi ini membutuhkan totalitas tenaga, pikiran, dan kemampuan. Saya harus tahu diri, lebih baik diberikan kepada generasi penerus. Banyak orang yang jatuh karena tidak bisa mengatakan kepada dirinya, “Saya sudah cukup sampai di sini. Terima kasih Tuhan, atas segala yang Engkau berikan.

Di usianya yang saat itu mencapai 60 tahun, Kaligis merasa saatnya ia mengisi sisa umurnya dengan pengabdian kepada Tuhan. Selama menjadi pengacara ia merasa nyaris tak punya waktu untuk bekerja bagi Tuhan.

Tuhan sudah terlampau baik kepada saya sampai sekarang, Ia sudah memberikan saya usia hingga 60 tahun. Banyak banget itu. Kalau dihitung, hingga di usia itu, berapa persen yang saya gunakan untuk mengabdi kepada-Nya? Masih untung kalau ada satu persen. ....

Rata-rata pengacara dipanggil Sang Pencipta di usia 65 tahun. Hitungan saya, kalau umur seorang pengacara rata-rata 65 tahun, secara matematika 60 tahun usia saya ini sama dengan telah melewati 92,3% dari hidup yang dianugerahkan Tuhan. Kalau yang sejumlah itu saja telah terlewati dengan begitu cepat sehingga tak terasa, bayangkan apa artinya sisa waktu yang tinggal 7,7% lagi?

Umur 60 tahun menuju 70 tahun adalah fase yang rawan bagi pelaksana profesi ini. Entah karena tegang mengurus dan memperjuangkan keadilan yang tak kunjung datang. Entah karena kekecewaan yang mendalam menghadapi kebenaran yang tak kunjung tergapai, atau entah karena frustasi menyongsong amburadulnya penegakan hukum bisa saja menyebabkan seorang pengacara tumbang oleh berbagai penyakit.

Sampai di sini, hal yang tragis yang menimpa Kaligis saat ini adalah justru ia “dipaksa” oleh KPK untuk menyisa banyak perkara, bukan karena meninggal dunia sebagaimana disebutkan banyak lawyer mengalaminya, tetapi karena menjadi KPK, dan jalan selanjutnya masih panjang, karena harus melalui proses hukum yang cukup lama.

Dan, seperti yang sudah saya sebutkan, dalam sejarahnya selama menangani kasus korupsi sampai di pengadilan Tipikor, KPK tidak pernah kalah. Dengan asumsi itu, Kaligis pun kemungkinan besar akan divonis bersalah, dan masuk penjara selama beberapa tahun ke depan. Jika vonis itu tergolong berat dengan minimal di atas 10 tahun penjara, maka Kaligis secara tragis harus menghabiskan sisa usianya di dalam penjara. Di saat bebas ia sudah berusia di atas 80 tahun!

Selanjutnya Kaligis juga berpesan:

... Dalam usia 60 tahun kita mesti membuat persiapan, karena pada suatu waktu, mati itu tidak bisa dielakkan. Sebagai orang yang percaya, pada saat itu kita mesti bilang kepada Pencipta kita, “Tuhan, saya sudah siap. Saya memohon ampunan Engkau atas segala dosa saya, dan saya sudah siap menghadapi segala-galanya, menghadapi Engkau.”

Dalam renungannya itu Kaligis berkehendak setelah pensiun sebagai pengacara (yang sangat disegani lawan, maupun kawannya itu), ia ingin kelak meninggal dunia dalam damai, dengan diberi ampunan atas dosa-dosanya selama hidupnya itu.

Namun, yang kini terjadi justru tragedi dalam hidupnya saat ia masih aktif sebagai pengacara karena keterlibatannya dalam kasus korupsi itu. Apakah kaligis masih tetap bisa berkata kepada Tuhan bahwa ia sudah siap untuk dipanggil oleh-Nya? Sedangkan dosa-dosa yang dimohon diampuni oleh Tuhan itu juga termasuk dosa terlibat dalam kasus suap saat menangani perkara, seperti pada kasus suap hakim PTUN Medan itu? Jika memang ia tidak terlibat, tentu Kaligis memohon kepada Tuhan, semoga Tuhan memberi kekuatan dan jalan-Nya agar ia bisa keluar dari “cobaan” maha berat ini.

**

Saat membaca bagian perenungan mendalam Kaligis yang membuatnya memutuskan untuk berhenti sebagai pengacara profesional itu, kita tentu akan mencoba meresapinya dan ikut merenungkan tentang makna kehidupan yang hakiki, yang terlepas dari kesuksesan duniawi yang penuh dengan godaan uang, harta, dan wanita. Hal yang sama mungkin juga diresapi oleh pengacara-pengacara lainnya yang membaca buku tersebut.

Namun, ternyata keputusan mundur dengan berbagai kalimat-kalimat religius dan puitis itu hanya bertahan 9 bulan. Dalam suatu rapat di kantor Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Kaligis berubah 180 derajat. Ia mengatakan, di sana ia didaulat untuk turun gunung lagi, aktif kembali sebagai pengacara. Halmana setelah dipikir masak-masak, tidak bisa ditolaknya.

Setelah turun gunung perkara besar pertama yang ditangani OCK adalah Aulia Pohan, besan SBY, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Artalyta Suryani, Bibit-Chandra, kasus Marcella Zalianty dan pembalab Ananda Mikola yang dituduh menganiaya pegawainya, Ariel dan Luna Maya, kasus Tommy Soeharto di Guersey, Swiss.

“Mereka mengatakan saya egoistis jika dalam kondisi yang masih punya kapasitas tidak mau membela orang-orang yang membutuhkan pembelaan dan membimbing para lawyer muda. Mereka menyebut saya konyol karena berhenti di saat kantor saya sedang laris-larisnya mengurus tumpukan perkara, yang persidangannya berlangsung di dalam dan di luar negeri.”

“Sungguh saya terharu mendengarnya sehingga saya merasa gugatan kawan-kawan di AAI adalah gugatan terhadap nurani saya, terhadap moral dan idealisme pro justitia saya. Jika saya tidak menjawabnya secara benar, nurani, moral dan idealisme saya akan terus-menerus menggugat sampai saya mati. Saya tidak ingin menjadi pesakitan di dalam sidang pengadilan terhadap diri saya sendiri. Artinya, gugatan itu hanya memerlukan satu jawaban: action! Saya harus ‘turun gunung’ lagi. Maka di dalam rapat itu juga saya membatalkan keputusan berhenti. Saya berjanji akan kembali menggebrak para mafia di rimba raya hukum negeri ini.”

Faktanya justru KPK menemukan OCK adalah bagian dari para mafia di rimba raya hukum negeri ini.

Kaligis di sini berkata atas nama nurani, moral dan idealismenya, ia pun memutuskan kembali aktif sebagai pengacara seperti sebelum pengundurannya itu. Pertanyaan, lalu nurani yang mana yang dipakai Kaligis saat menyatakan perenungan dirinya yang mendekati Tuhan dengan hatinya, lalu memutuskan untuk mundur dengan berbagai pesan-pesan religius sebagaianma tersebut di atas?

Berarti pula, Kaligis juga saat itu juga memutuskan batal untuk mengabdi kepada Tuhan di sisa usianya yang senja itu, sebagaimana ia sendiri katakan di atas: “Tuhan sudah terlampau baik kepada saya sampai sekarang, Ia sudah memberikan saya usia hingga 60 tahun. Banyak banget itu. Kalau dihitung, hingga di usia itu, berapa persen yang saya gunakan untuk mengabdi kepada-Nya? Masih untung kalau ada satu persen. ....

Rata-rata pengacara dipanggil Sang Pencipta di usia 65 tahun. Hitungan saya, kalau umur seorang pengacara rata-rata 65 tahun, secara matematika 60 tahun usia saya ini sama dengan telah melewati 92,3% dari hidup yang dianugerahkan Tuhan. Kalau yang sejumlah itu saja telah terlewati dengan begitu cepat sehingga tak terasa, bayangkan apa artinya sisa waktu yang tinggal 7,7% lagi?”

Nurani Kaligis kepada Tuhan dikalahkan “nurani” Kaligis terhadap pro justitia?  Suara panggilan Tuhan kepadanya dikalahkan suara panggilan rekan-rekannya sesama pengacara di AAI itu? Apalagi kemudian justru diduga membuatnya terssesat dalam perbuatan yang ia sendiri haramkan kepada para anak buahnya sebagaimana ditulis di buku biografinya itu. Di manakah Tuhan saat itu bagi Kaligis?

Apakah dengan keputusannya “mengingkari janjinya” dengan Tuhan yang sebelumnya sudah didekati sebagaimana kesaksiannya tersebut di atas, di usianya yang telah mencapai 73 tahun (lahir: 19 Juni 1942), Tuhan pun memberikannya suatu peringatan keras dalam wujud terjerambabnya ia dari puncak tertinggi kariernya sudah puluhan tahun dinikamtinya itu, ke lembah kehinaan seperti ini?

Di dalam sel tahanannya, kini, tentu O.C Kaligis kembali melakukan perenungan hidup baginya. Demikian juga kita harus bisa belajar dan memetik dan mengambil hikmah dari pesan-pesan Tuhan di balik kejadian yang menimpa O.C. Kaligis ini. ****

 

 

Gambar 1: Tempo.co

Gambar 2 & 3 : "Otto Cornelis Kaligis, a Man with Millions Surprises", oleh Teguh Esha & Donna Sita Indria, Gramedia, cetakan pertama, 2013.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun