Demikian yang selalu dipesankan Kaligis kepada para pengacara yang bergabung di firma hukumnya itu, sebagaimana ditulis di buku biografinya itu.
Kaligis juga mengatakan, selama menjadi pengacara ia sendiri tak pernah membohongi kliennya dengan memberi harapan-harapan palsu, dan tidak pernah dengan keahliannya sebagai pengacara litigasi berbuat dengan segala cara agar kliennya yang nyata-nyata bersalah direkayasa sedemikian rupa menjadi tidak bersalah. Yang dilakukan hanyalah berupaya keras agar kliennya yang sudah nyata-nyata bersalah itu dihukum seringan mungkin.
“Misalnya ada klien terbukti korupsi, saya tidak akan pernah mengatakan ia tidak korupsi. Yang saya katakan, saya akan berusaha mengurangi hukumannya. Caranya, saya beradu argumentasi dan beradu fakta hukum melawan jaksa, kemudian hakim yang menilai argumentasi dan fakta mana yang lebih benar. Seperti dalam kasus Artalyta Suryani yang bisa kena 20 tahun penjara, dengan pembelaan saya, hukumannya menjadi 5 tahun dan Ayin Cuma perlu menjalaninya 3 tahun di penjara”, jelas Kaligis di bukunya itu.
Dengan terungkapnya dugaan kasus suap (gratifikasi) Hakim PTUN Medan ini, apakah juga berarti bahwa ternyata pesan-pesan moral yang disampaikan Kaligis sebagaimana tersebut di atas hanyalah sebuah pencitraan semata, yang dalam praktiknya justru dilakukan sebaliknya?
Religiusitas dan moralitas pada dirinya juga ditunjukkan Kaligis dengan menulis beberapa puisi di buku tersebut. Antara lain yang terdapat di halaman 16 dan 182:
TUHAN ...
saya sadar
bahwa saya tetap resah
dan akan selalu resah
menghadapi ketidakadilan
dalam perjuangan saya