Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Irin Menjadi Monumen Pengingat

19 Oktober 2023   08:00 Diperbarui: 19 Oktober 2023   11:42 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersinar wajah Irin menerima kue dan kopi dari Marta, dan segera ia memakannya dengan lahap. Marta ikut duduk di aspal sambil menikmati kopi susu.

Belum sempat ngobrol lebih jauh, angin musim kemarau menerjang mereka berdua. Menerbangkan butir-butir pasir dan plastik-plastik yang berceceran di terminal. Marta menekuk wajahnya ke dada agar debu tidak nyasar singgah di matanya.

Ketika membuka mata, di depan Marta sudah berdiri seorang ibu bertubuh subur, memakai baju daster yukensi. Dadanya yang besar menyembul, memperlihatkan tato patah hati. Wajahnya bermakeup kualitas murah, mempertegas penampilan raut muka yang tidak ramah. Dia memberikan sekantong makanan kepada Irin. Setelah itu, bagai anak panah lepas dari busurnya, Irin melesat meninggalkan Marta.

“Biarkan, tidak usah diikuti. Bocah itu sudah terbiasa hidup liar.” Tandasnya, lantas pergi begitu saja. Kakinya melangkah sangat perlahan, tampak sangat payah membawa tubuhnya yang dipenuhi lemak. Membiarkan Marta kembali kesepian.

***

Marta melirik arlojinya, sudah menunjukkan pukul 04.00. Langit masih hitam sempurna, menjelang pagi angin semakin tajam menembus pori-pori. Bau pesing terminal tetap setia mendampingi.

Calo-calo bus antar kota mulai ramai meneriakkan kota-kota tujuan secara bersautan, semacam acappela. Deru mesin diesel ikut mengisi ruang-ruang hampa. Suara angkutan kota mulai satu-dua datang, ikut meramaikan suasana menjadi sebuah orkestra. Marta pun sudah hendak mengakhiri perjumpaannya dengan terminal. Badannya juga sudah semakin terasa lengket dan wajahnya berminyak. Ingin sebenarnya segera membilasnya dengan air, tapi hati tidak tega melihat kamar mandi terminal, banyak kertas tisu bekas berserakan, ditambah baunya yang sangat menguasai seluruh area.

Seorang awak bus datang mendekati, "Mbak mau kemana ?” Tanyanya ringan. Marta menyebutkan kota yang hendak dituju.

“Tunggu aja mbak, sebentar lagi busnya akan masuk terminal.” Jelas dia. “Hai bongkok….” Teriaknya tiba-tiba.

“Kenal anak itu, kang ?” Tanya Marta.

“Ya kenal lah mbak. Orang terminal semua tahu anak itu.”

“Sudah lama dia berada di terminal ?” Sambung Marta memulai pembicaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun