Ucok menyeringai. Lalu katanya, "Saya bakal memperjuangkan teman-teman semua, jadi lebih sejahtera."Â Sahut Ucok sambil mengangkat dagunya, menengok ke arah orang yang berujar tadi. Disambut sorak-sorai dari mereka semua yang ada di kantin.
"Setuju Ndan."Â Teriak mereka.
Di taman minimalis depan kantin petugas cleaning service sedang merapihkan rumput. Angin perlahan menerbangkan serpihan rumput, menebar aroma yang khas, memenuhi ruang kantin. Menyelusup ke seluruh relung-relung rasa. Membuat suasana menjadi hening.
Orang-orang saling berpandangan. Obrolan terus berlanjut di tengah kepulan asap rokok, mewarnai seluruh ruangan jadi abu-abu.
"Ini pak Ucok kopinya..."Â suara bu Subi memecah keheningan.
Entah bagaimana kejadiannya, sejak saat itu tersebar gosip Ucok menjadi Chief Security yang sebenarnya. Gosip itu semakin memperkuat mimpi Ucok. Nafsunya membuncah seperti gelombang pasang membentur-bentur tanggul beton.
Tiba-tiba Ucok mengeluarkan HPnya, lantas menghubungi seseorang. Konon orang yang dihubunginya itu orang penting, yang berwenang membuat skenario siapa yang akan mengisi kursi jabatan yang kosong, asalkan ada cuan.
Tidak pikir panjang Ucok telah bertransaksi dengan orang itu.
Di kantin, obrolan berakhir setelah mulut mereka berbusa-busa seperti moncong sapi.
***
Hari ini adalah lembar terakhir Pak Sukir menuliskan baktinya di perusahaan.
Tidak ada tanda perpisahan, tidak pula acara pelantikan.
Waktu seakan bergeming, hati Ucok mulai bergejolak menggedor dinding rasa.
Ia mulai curiga, mengapa sampai saat ini belum ada berita gembira untuknya.
Seorang tamu laki-laki usia muda datang, namanya Darko ingin bertemu Direktur. Lantas seorang sekuriti mengantarnya ke ruang direktur.