Mohon tunggu...
Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Mohon Tunggu... Petani - Petani kopi dan literasi

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Orang yang Tidak Terduga

25 Mei 2023   06:02 Diperbarui: 25 Mei 2023   07:31 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cane Corso | Sumber: www.dogbreedslist.info

Belum lama ini Ucok diangkat menjadi Danru alias Komandan Regu. Sangat bangga ia dipanggil "Ndan" sebagai panggilan sehari-hari, dan jam kerjanya tidak lagi masuk shift.

Hari ini Ucok berangkat ke kantor lebih cepat, agar bisa mendahului atasannya. Pak Sukir. Ia langsung menuju ruang kerjanya, masih kosong. Lalu ia memasak air. Bukan untuk membuat kopi atau teh, tapi menyediakan untuk merendam kaki pak Sukir yang rematik.

Dari sela-sela teralis jendela, Ucok melihat pak Sukir datang. Jalannya terpincang-pincang. Dengan sigap Ucok berlari menghampiri. Memberi hormat, lalu membantu membawakan tas ranselnya. Ia berjalan mengikuti irama langkah pak Sukir yang pincang.

Di depan meja kerja, Pak Sukir mulai melepas sepatu. "Maaf ya Cok kalau ada bau yang kurang sedap, aku lagi buka kaos kaki. Biasa kegiatan rutin sebelum apel pagi."

"Siap." Jawab Ucok tegas, "Air hangat untuk merendam kaki sudah siap Ndan."

"Wah, luar biasa. Kapan masak airnya Cok, jam segini sudah siap air hangat untuk merendam kaki." Kata pak Sukir sedikit kaget.

"Ijin mengambil air hangatnya Ndan." Seru Ucok dengan wajah berbinar-binar.

"Oke, terimakasih Cok."

"Siap."

Sejak saat itu, setiap pagi Ucok memasak air untuk merendam kaki pak Sukir. "Ini kesempatan mencuri simpati atasan." Gumam Ucok, ia tahu tidak lama lagi pak Sukir akan pensiun.

***

Seolah berlomba dengan petugas cleaning service, Ucok berangkat kerja lebih pagi lagi. Betul saja, petugas cleaning service belum tampak pucuk hidungnya Ucok sudah tiba di kantor. Ia bergegas memasak air.

Terlihat sangat jelas perubahan sikap Ucok setelah diangkat menjadi Danru, berangkatnya pagi-pagi sekali. Tanpa basa basi langsung memasak air panas.

Lalu ia berdiri depan pos jaga, dalam posisi siap seperti The Queen's Guard. Ia bertegur sapa dengan banyak karyawan.

Satu lagi perubahan yang paling mencolok, kemana pun pak Sukir berada, di situ pula Ucok ada di sebelah kanan pak Sukir. Ucok bertindak seperti Cane Corso, menjadi ajudan yang setia dan siap melindungi sang majikan.

Melihat sepak terjang yang demikian, ada yang bilang Ucok sudah jadi asisten pribadi pak Sukir, meskipun tidak pernah ada pengukuhan asisten Chief Security. Perannya pun sangat dominan, bisa melebihi peran komandannya sendiri, baik urusan keamanan perusahaan maupun urusan pribadi.

Saat pak Sukir tidak berada di tempat, jika ada telepon atau ada yang perlu apa saja dengan pak Sukir, Ucok bisa leluasa memasuki ruangan pak Sukir, mengangkat telepon, mengambilkan dokumen yang dibutuhkan orang, bahkan menanggapi permasalahan yang sebenarnya bukan urusannya, tapi urusan atasannya.

Hebatnya lagi, semua yang ia lakukan tidak ada seorang pun yang mampu menggugat atau protes. Dengan sikapnya itu, ada sebagian karyawan merasa terbantu, tapi tidak sedikit karyawan yang malah terganggu.

Ucok tidak peduli semuanya, tidak juga merasa bersalah, justru rasa bangga yang ada, seakan hanya dia yang bisa melakukan semua itu.

Ucok pulang kerja paling akhir, seusai kepulangan pak Sukir.

***

Matahari menghangatkan punggung ketika Ucok sedang berdiri di pos jaga, harapan terbentang lebar memutar bayangan dirinya menduduki jabatan yang sekarang masih diduduki pak Sukir.

Kabar burung yang beredar, Ucok menjadi calon kuat pengganti pak Sukir. Nama Ucok sudah jadi topik utama perbincangan di pos jaga, di kantin, di tempat parkir, dimana saja orang berkumpul, semua membicarakan hal yang sama.

Ucok pun sangat yakin, jabatan itu pasti jatuh di tangannya. Harapan itu meletup-letup menggedor rongga dada, hingga suaranya menggelegar menggema di ruang mimpi. Harapan menjadi pengganti pak Sukir semakin menghantui dirinya.

Waktu berjalan lemah gemulai, seirama alunan lagu nan syahdu mendayu-dayu. Bunga-bunga harapan bermekaran di hati Ucok. Hari-hari terus berganti, mengantar pak Sukir melepaskan jabatannya.

Ucok tekun menanti saat itu tiba, dan terus setiap pagi memasak air.

Seminggu sebelum pensiun, pak Sukir cuti. Ucok ditunjuk jadi pelaksana harian Chief Security. Angin sejuk berhembus membelai, dengan riang hati Ucok menerima tugas itu.

Bagai pimpinan kawanan gajah, Ucok berjalan dengan pongah, menuju pos jaga, dikumpulkan semua anggotanya. Ia umumkan, mulai saat itu ia yang menjadi Chief Security, walau baru sebagai plh.

Seketika itu, Ucok berpatroli didampingi dua orang sekuriti. Keliling menyusuri setiap sudut-sudut ruangan kantor. Ia sampaikan berita kepada setiap karyawan yang ia temui. Ia tunjukkan dirinya sebagai plh Chief Security. Dialah figur pengganti pak Sukir.

Semua karyawan mulai berbisik, mendesis bagai gemerisik daun kering tertiup angin. Ucok tidak perduli dengan semua itu.

Patroli berlanjut menuju kantin. Di kantin banyak orang nongkrong minum kopi, makan gorengan hangat, merokok. Baru saja wajahnya nongol di pintu sudah ada orang yang menyapa.

"Wah, calon komandan besar nih ?" ujar seseorang sambil memainkan rokoknya.

Ucok tahu itu tertuju kepadanya. Ia ikut menyulut rokoknya yang sedari tadi hanya dimain-mainkan saja dengan jarinya.

"Sudah pasti pak Ucok lah yang bakal mengganti pak Sukir." Sahut bu Subi, pemilik kantin, sambil terus mengaduk kopi susu pesanan pembeli.

"Pasti. Dia dekat dengan para pejabat." Ujar yang lainnya menambah semangat makin membara.

Ucok menyeringai. Lalu katanya, "Saya bakal memperjuangkan teman-teman semua, jadi lebih sejahtera." Sahut Ucok sambil mengangkat dagunya, menengok ke arah orang yang berujar tadi. Disambut sorak-sorai dari mereka semua yang ada di kantin.

"Setuju Ndan." Teriak mereka.

Di taman minimalis depan kantin petugas cleaning service sedang merapihkan rumput. Angin perlahan menerbangkan serpihan rumput, menebar aroma yang khas, memenuhi ruang kantin. Menyelusup ke seluruh relung-relung rasa. Membuat suasana menjadi hening.

Orang-orang saling berpandangan. Obrolan terus berlanjut di tengah kepulan asap rokok, mewarnai seluruh ruangan jadi abu-abu.

"Ini pak Ucok kopinya..." suara bu Subi memecah keheningan.

Entah bagaimana kejadiannya, sejak saat itu tersebar gosip Ucok menjadi Chief Security yang sebenarnya. Gosip itu semakin memperkuat mimpi Ucok. Nafsunya membuncah seperti gelombang pasang membentur-bentur tanggul beton.

Tiba-tiba Ucok mengeluarkan HPnya, lantas menghubungi seseorang. Konon orang yang dihubunginya itu orang penting, yang berwenang membuat skenario siapa yang akan mengisi kursi jabatan yang kosong, asalkan ada cuan.

Tidak pikir panjang Ucok telah bertransaksi dengan orang itu.

Di kantin, obrolan berakhir setelah mulut mereka berbusa-busa seperti moncong sapi.

***

Hari ini adalah lembar terakhir Pak Sukir menuliskan baktinya di perusahaan.
Tidak ada tanda perpisahan, tidak pula acara pelantikan.
Waktu seakan bergeming, hati Ucok mulai bergejolak menggedor dinding rasa.
Ia mulai curiga, mengapa sampai saat ini belum ada berita gembira untuknya.

Seorang tamu laki-laki usia muda datang, namanya Darko ingin bertemu Direktur. Lantas seorang sekuriti mengantarnya ke ruang direktur.

Matahari perlahan mulai naik menjemput sore, menyisakan segaris cahaya jingga. Tiba waktunya menjelang jam kerja usai, suasana tidak ada yang istimewa. Tiba-tiba Emergency Lights di ruang sekuriti berkedip cepat, diikuti bunyi alarm menjerit-jerit, memenuhi ruangan, pertanda Direktur sedang menghadapi situasi darurat !

Sekuriti berhamburan seperti kutu loncat, bergegas menuju ruang direktur. Tinggal dua orang tersisa di pos jaga.

Di ruang direktur sudah ada empat orang: pak Deri sang Direktur, Siti Sekretaris, Darko, dan Ucok.
Entah sedahsyat apa masalah yang mereka bicarakan, kondisi ruangan sudah seperti habis diterjang angin puting beliung. Berkas-berkas berhamburan memenuhi ruangan, serpihan vas bunga kaca berserakan di lantai. Di sudut ruangan, Siti jongkok dengan wajah pucat, badannya gemetar.

Ucok menerkam Darko. Ia memaki, mengutuk, mengumpat, sebelum akhirnya melepaskan bogemnya ke wajah Darko. Sekali pukul Darko terjungkal, pingsan di lantai yang mengkilat. Darah segar mengucur dari hidungnya.
Tidak berhenti disitu, Ucok melangkah mendekati pak Deri. Matanya merah membara. Nafasnya mendengus menderu-deru. Urat-urat di wajahnya menegang menambah sangar.
Dengan kasar tangan kirinya meraih kerah kemeja pak Deri, dan menggenggamnya. Tangan kanannya erat mengepal mengancam wajah.

Sebelum kepalan itu mendarat di wajah pak Deri, terdengar teriakan keras dari pintu, "Hentikan !" 
Seketika Ucok menghentikan hantaman yang hampir mendarat di wajah pak Deri.

Tanpa perlawanan Ucok diringkus, ia digelandang ke ruang sekuriti dengan tangan diborgol. Matanya menatap tajam ke ruang kosong. Tidak ada yang tau apa yang sedang dia pikirkan.

Kegaduhan memancing orang berdatangan ingin melihat Ucok yang diamankan di ruang sekuriti. Dengan bengis Ucok menatap orang-orang yang melihatnya. Mulutnya memuntahkan bermacam nama-nama binatang. Kemudian Ucok berdiri, teriak sekeras-kerasnya entah apa yang ia teriakkan. Bagai sapi lepas dari tiang pengikat, ia menendang apa saja benda yang ada di depannya, meja, kursi, lemari, dinding.

Lalu polisi datang, Ucok dibawa ke kantor polisi.

***

Keesokan hari, matahari bersinar cerah, dengan senyumnya yang menawan, ia menyapa semua orang, menebar kehangatan.

Di kantin, bu Subi sibuk menyiapkan senampan nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauknya, pesanan pak Darko.

"Hari ini akan ada acara istimewa, pak Darko dilantik menjadi Chief Security." Ungkapnya.

Pada acara pelantikan itu sudah dapat dipastikan Ucok tidak bakal hadir, kabarnya semalam Ucok masuk rumah sakit jiwa. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun