Akhirnya dengan berat hati ibu mengajak saya masuk bilik suara untuk mencoblos. Jadi aku tuh nggak kaget lagi soal bilik suara yang konon sakral banget. Cuma gitu doang Bro! Nggak ada kursi apalagi ranjang, jadi nyoblosnya pakai gaya berdiri bukan ngangkang apalagi nungging.
Pemilu pertama ini  lebih terasa seperti kondangan dibandingkan pesta demokrasi. Bayangkan sebelum mencatatkan  diri ke meja registrasi peserta diberi sekotak makanan rinag. Jadi sambil menunggu giliran nyoblos kami ngemil manja. Dan usai pencoblosan peserta diberikan sekotak nasi lengkap berisi lauk pauknya dan buah.
Ketika saya ceritakan kejadian ini di sekolah beberapa teman saya di sekolah bahwa TPS di dekat rumah saya sebaik ini.
"Mungkin karena kamu anak panitia, jadi diberi makanan. Sebetulnya itu jatah Bapak kamu", tuduh teman saya.
"Eh nggak, semua orang dapat nasi kotak dan snack kok."
"Kok bisa ya? Kami memilih di kelurahan hampir mati kehausan karena panas dan mengantri", protes teman saya.
"Semua tergantung amal dan perbuatan..."
Teman saya langsung melengos sambil matanya melotot bete'. Belakangan saya baru tahu bahwa TPS saya berada di komplek perumahan perusahaan BUMN yang tentu saja pro pemerintah. Jadi apapun alasannya semua pemilih harus bahagia atas biaya kantor, termasuk sosialisasi pemilih bertabur hadiah dan artis ibukota.
Sampai sini ngerti kan?
Hasil Pemilu Mencengangkan
Selesai pencoblosan saya langsung pulang ke rumah dan kembali lagi ke TPS jelang penghitungan suara tapi belum sampai ke sana proses perhitungan sudah selesai dan semua panitia kembali ke rumah masing-masing.