Mohon tunggu...
Danang Kuncoro Wicaksono
Danang Kuncoro Wicaksono Mohon Tunggu... Guru - Guru ngaji

Blog: danangsyria.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kupas Tuntas Shalat Tarawih

22 Juli 2012   00:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:44 8940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama:

Hadis Yazid bin Khushaifah yang menyatakan 20 rakaat bertentangan dengan hadis Muhammad bin Yusuf yang menyatakan 11 rakaat sehingga harus diunggulkan salah satunya, dan ternyata Muhammad bin Yusuf lebih unggul karena ia “tsiqah tsabt” sedangkan Yazid bin Khushaifah hanya “tsiqah” saja.

Jawaban:

Tidak benar bahwa kedua hadis itu saling bertentangan (ta’arudh) karena masih bisa digabungkan. Dalam kaidah ushul fikih, dua buah dalil atau lebih, dikatakan saling bertentangan jika masing-masing tidak bisa digabungkan satu sama lain. Dalam kasus ini, semua hadis itu bisa digabungkan, sebagaimana dikatakan oleh Imam Baihaqi dan Ibnu Hajar. Jadi, alasan ta’arudh tidak dapat diterima sehingga pengunggulan (tarjih) itu tidak perlu dilakukan.

Bahkan seandainya tetap ingin diunggulkan salah satunya, maka riwayat Yazid bin Khushaifah yang menyatakan 20 rakaat tidak dapat digugurkan begitu saja. Bagaimana tidak, sedangkan Ibnu Main telah mengatakan bahwa Yazid bin Khushaifah adalah seorang “tsiqah hujjah” sebagaimana dalam At-Tahdzib. Dengan demikian, ia menyamai peringkat Muhammad bin Yusuf, bahkan mengunggulinya.

Kedua:

Imam Ahmad telah mengatakan bahwa Yazid bin Khushaifah ini adalah “mungkarul hadits”. Oleh karena itu, Imam Dzahabi memasukkannya ke dalam kitabnya Al-Mizan.

Jawaban:

Istilah “mungkar” menurut Imam Ahmad tidaklah sama dengan apa yang dipahami oleh sebagian ulama mutaakhirin, yaitu seorang dhaif menyelisihi tsiqah. Imam Ahmad adalah termasuk salah satu ulama mutaqaddimin yang mereka memiliki istilah-istilah khusus beserta maknanya tersendiri tentang ilmu hadis. Di antaranya adalah “mungkar” di sini yang bermakna tafarrud (kesendirian) seorang tsiqah tanpa ada yang menyokongnya. Ibnu Hajar berkata, “Sesungguhnya Ahmad dan lain-lain melabeli mungkar kepada afrad (kesendirian) secara mutlak.” Padahal, telah maklum dalam dasar-dasar ilmu hadis bahwa kesendirian seorang tsiqah tidaklah berarti kekeliruan. Bahkan siapatah orang-orang tsiqat yang luput dari kesendirian?

Adapun penyebutan Imam Dzahabi dalam kitabnya Al-Mizan, telah maklum bahwa beliau menyebutkan dalam kitabnya tersebut siapa saja perawi yang dikritik meskipun seorang tsiqah, tsabt, imam, hafizh dan sebagainya. Beliau menyebutkannya sebagai bukti bahwa perkataan itu tidaklah berpengaruh sedikit pun terhadap reputasi mereka. Silahkan baca dalam mukaddimah kitab beliau tersebut, begitu juga dalam penutupan dan beberapa tempat lainnya di kitab yang sama.

Ketiga:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun