"Maaf mas, pekerjaan saya cukup banyak, gak sempat saya memperhatikannya," terang pemilik warung.
    "Tapi kejadiannya belum lama," timpahku
    "Loh,,, masnya kan sudah cukup besar untuk tau apa yang harus dilakukan, masa iya saya harus ngeliatin masnya sepanjang berada disini, nanti malah masnya merasa tidak nyaman."
     Mendengar pernyataan pemilik warung itu membuat tubuh ini bergetar geram.
    Andhita yang mengikutiku meraih tanganku.
    "Bim,,, dengarkan saya," pinta Andhita. "Berapa lama lagi waktu yang ingin kamu habiskan untuk menanyakan tentang sesuatu yang memang sudah tiada lagi? Tidakkah kau ingin melihat E-mail yang dikirim Ayudia untukmu?"Aku terdiam beberapa saat.
    "Ayo Bim,,,," tegas Andhita.Â
    Kami pun bergegas.
    Sampai pada ruang kerja kami. Andhita tampak terengah-engah, tanda kelelahan terlihat diwajahnya. Dia mengikutiku berjalan dengan cepat setengah berlari.
    "Saya mencoba menghubungi handphone mu berkali-kali tapi tak ada jawaban," kutipan isi dari e-mail. "terkadang pepohonan akan menggugurkan daun-daunnya sebelum tumbuhnya buah-buahan yang sangat manis," lanjut isinya.
     Isi pesan Ayudia membawa ingatanku lagi ke kejadian malam tadi.