Mohon tunggu...
Danang Kristianto
Danang Kristianto Mohon Tunggu... penulis -

tidak pernah berhenti belajar dan akan selalu begitu....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Spektrum Ilusi

17 Agustus 2017   14:56 Diperbarui: 17 Agustus 2017   15:23 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

             "Maaf Ta,,,"

             "Ini untuk yang pertama dan terakhir kali ya Bim," Andhita memberi persetujuannya. Senyumpun terpasang di wajahku.

              "Thanks Ta,,," Aku bergegas meninggalkan ruang kerja.

              "Bima,,," kali ini Andhita yang memanggil saat aku berjalan meninggalkan ruang kerja.

             "Iya Ta,,,"

             "Password akunnya?"

             "Ayudiaku90"

            "Tak seharusnya sikapku seperti ini," aku berkata kata dalam hati sambil berjalan menyusuri lorong kantor. "ternyata aku memang tak mampu semerdeka koloni burung-burung gereja itu, akal ku tidak mampu mengakali perasaan agar tetap bergairah dan melupakan semua yang terjadi. Ah, kalau lah bukan karena adat yg menjadikan semua ini begini, tentu sudah ku lakukan pemberontakan."

            Sampailah aku menghadap atasan untuk meminta izin padanya. Aku menceritakan tentang alasanku meminta izin padanya. Ternyata beliau tak mengizinkan aku pulang. Dia memintaku membeli obat dan beristirahat di area kantor. "Saya mengizinkan kamu untuk istirahat tapi tidak mengizinkanmu untuk pulang. Kalau sudah membaik kembalilah bekerja. Jika tidak juga, beristirahatlah sampai habis jam kerjamu," terang atasanku.

           Aku terhenti ditengah perjalananku menuju kantin kantor. "Sepertinya gedung ini dan aktivitas di dalamnya membuat pandanganku terbatasi dinding dinding, begitu pula menjadikan hasratku tak mampu memandang luas ." Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mencari keluasan pandanganku dengan keluar dari gedung kantor.

          Tertujulah sebuah warung kopi diseberang kantor, aku menghampiri warung itu. Di luar aku bebaskan mataku memandang apapun yang mampu terjangkau. "sewaktu kecil aku diajarkan menggambar, tentang bagaimana caranya menuang penglihatan di atas kertas. Kala itu aku diajarkan menggambar sebuah jalan lengkap dengan pepohonan di kanan kirinya. Dari sebuah sudut jalan itu dimulai, dengan garis lurus, jalan itu semakin menjauh dari titik tolaknya maka semakin membesar. Begitulah ibuku mengajarkan aku sebuah perspektif . Setelah dewasa rasanya aku tak menggambar lagi dengan tekhnik yang sama. Sebab aku mulai memahami adanya sudut lain bagiku mengambil sebuah perspektif. Dengan berdiri diatas tempat yg tinggi, aku memahami bahwa jalan itu sebenarnya dapat tampak sama" aku putuskan menghabiskan waktu istirahatnya di warung kopi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun