Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Tiga Tahun Memimpin PWI, Berlayar di Tengah Gelombang Dinamika

18 November 2021   13:05 Diperbarui: 22 November 2021   10:49 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dinamika terakhir sehari jelang Konferensi VI PWI Pariaman. (foto dok fadhil)

Mengelola organisasi tidak ada jam kerjanya. Nyaris siang malam dan 24 jam. Sangat jauh bedanya dengan mengelola pekerjaan lainnya yang punya jadwal masuk dan pulang kerja yang sudah dipatok dari awal.

Itu yang saya kembangkan di organisasi profesi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pariaman. Dipercaya memimpin organisasi wartawan tertua itu periode 2018-2021, membuat banyak dinamika yang saya kelola.

Konferensi V PWI 2018, saya tidak berpikir untuk maju jadi ketua. Karena memang kurang punya syahwat politik dalam setiap kali suksesi kepemimpinan dalam organisasi yang saya masuki.

Aklamasi yang membuat saya jadi tercatat sebagai orang yang pernah jadi ketua PWI di daerah yang terkenal dengan "cimeehnya" ini. 

Dalam tafsiran saya, aklamasi ini terjadi, lantaran tak ada lagi kawan wartawan yang mau memimpin organisasi ini. Meskipun ada yang senior dari saya, tapi kemauannya untuk jadi ketua tak ada.

Sementara, konferensi menuntut harus ada ketua. Ikhlas Bakri yang sudah dua periode berturut-turut jadi ketua tak boleh lagi maju dan dijadikan ketua. Saya sedang menjabat sekretaris, tak ada lagi pilihan untuk mengelak dari jabatan ketua.

Makanya, tak ada visi misi yang saya sampaikan dalam konferensi itu, selain pidato singkat saat palu usai diketok oleh pimpinan sidang yang menyatakan ketua PWI itu saya.

Ya, pidato singkat ketika diminta sebelum rapat formatur. "Saya bukanlah orang hebat. Butuh bantuan dari seluruh wartawan senior untuk menjalankan organisasi ini," kata saya.

Pertama kali dalam penyusunan struktur pengurus masa bakti tiga tahun itu, saya merasa dikerjain oleh tim formatur lain. Dua wakil ketua diberikan ke Singgalang, Darmansyah dan Agus Suryadi.

Merasa dikerjain itu terasa, saat SK kepengurusan keluar. Sebab saya juga dari Singgalang. Lalu, SK pengurus ini pun lambat terbitnya dari PWI Sumatera Barat.

Sementara SK dari PWI Pusat periode saya ketua itu tak pula ada, yang sebelumnya selalu ada. Sebab keberadaan PWI kabupaten dan kota juga diatur dalam PD/PRT PWI itu sendiri.

Bahkan, sampai empat kali berita acara ini diantar ke Padang. Tentu ini komunikasi antara panitia konferensi dengan PWI Sumbar yang kurang lancar, sehingga proses SK itu memakan waktu yang cukup panjang.

Terbit SK, pelantikan pun punya dinamika. Akhirnya datang utusan PWI Sumbar ke Pariaman menanyakan kapan pelantikan pengurus. Dalam pertemuan dengan salah seorang pengurus PWI Sumbar itu, diputuskan hari pelantikan.

Usulan saya pelantikan diadakan malam hari disetujui. Tak seorang pun yang membantah dan menyanggah. Kenapa malam hari pelatikan itu?

Saya ingin, kawan wartawan tidak bermental PNS, yang kerjanya dari Senin sampai Jumat, dari pagi hingga petang. Di organisasi kita bebas, kapan maunya kita bekerja dan berkegiatan. Tidak memandang ruang dan waktu.

Pelantikan dilakukan pada momen Pemilu 2019 itu dihadiri Wakil Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur, Wakil Walikota Pariaman Mardison Mahyuddin, serta pejabat Kominfo dari dua daerah.

Tentu Ketua PWI Sumbar Heranof Firdaus datang dan melantik dengan membawa banyak pengurus ke Pariaman. Serimonial pelantikan pun berjalan sukses dan mantap tanpa baju seragam.

Dalam pidato pelantikan yang dilakukan di Kantor PWI itu, saya mengajak seluruh pengurus untuk bekerja, memanfaatkan momen yang singkat itu secara maksimal.

Yang menjadi catatan kita, adalah tingkah kawan wartawan di lapangan yang kadang sampai merusak citra jurnalis itu sendiri.

"Kadang wartawan itu bertindak sebagai polisi dan jaksa, menghukum narasumber yang tidak semestinya hal itu dilakukan seorang wartawan," kata saya.

Nah, pengurus PWI harus mampu memberikan edukasi dan narasi di tengah masyarakat, bahwa wartawan itu punya tugas dan kewenangan yang mulia. Menegakan kebenaran, meluruskan yang bengkok.

Di Pariaman, yang PWI-nya masih satu di dua daerah, Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman itu wartawannya sudah banyak yang kompeten. Malah yang berstatus Wartawan Utama lumayan banyak, dari 19 orang anggota biasa yang tergabung di PWI ini.

Ketua PWI Sumbar Heranof Firdaus menitipberatkan pada persatuan dan kesatuan kawan wartawan di Rantau Piaman ini.

"Sepanjang masih bisa bersatu, untuk apa dipisah organisasinya. Tetap saja PWI Pariaman/Kabupaten Padang Pariaman," katanya.

Tak lama setelah pelantikan, Sekretaris PWI Darwisman minta mundur dari jabatannya, dengan alasan tuntutan undang-undang yang berhubungan dengan Bawaslu. Darwisman terpilih sebagai Ketua Panwascam Kecamatan Patamuan.

Begitu juga Muhammad Zulfikar, wartawan Antara yang pindah tugas dari Pariaman ke Jakarta, membuat dia juga mundur dari pengurus. Zulfikar hasil konferensi dipercaya sebagai Seksi Wartawan Olahraga.

Kemunduran Darwisman dan Zulfikar kita hargai dan kita hormati secara bersama. Berselang beberapa bulan setelah dia mundur, kita lakukan rapat pleno di salah satu kedai nasi, dan memutuskan Idham Fadhil sebagai Sekretaris, yang sebelumnya Wakil Sekretaris.

Tiga tahun periode pengurus PWI hasil Konferensi V penuh dengan dinamika, dan berlangsung di masa sulit. Covid yang melanda negeri ini, tentu tak bisa dilepaskan dari mandeknya jalan organisasi yang sangat bergantung kepada pihak eksternal.

Dalam masa sulit yang penuh dinamika itulah saya dan pengurus melayarkan kapal ini ke tepian. Hampir sampai di pelabuhan pun, dinamika kian kencang dan tentunya pelajaran untuk pendewasaan kita bersama dalam berorganisasi.

Gelombang dinamika kian terasa, saat konferensi tahun ini, untuk mengakhiri masa bakti tiga tahun yang lalu dicanangkan. Panitia konferensi terbentuk tanpa hambatan pun satu persatu memilih mundur, dan terpaksa di perbaharui.

Sementara di tengah situasi demikian, gelombang dinamika pun bersileweran, baik di media sosial WAG maupun dari kata-kata yang muncul di belakang.

Bagi saya pribadi, dinamika adalah sebuah keharusan dalam berorganisasi. Tanpa itu, organisasi terkesan vakum alias tak jalan. Yang paling penting itu, bagaimana kemampuan kita mengelola dan memenej dinamika menjadi proses pendewasaan.

Dalam masa tiga tahun itu, aliran listrik pernah diputus PLN lantaran menunggak beberapa bulan. Tentu peristiwa demikian jadi bahan dinamika oleh seluruh anggota melihat kinerja ketua.

Saya lontarkan ide dan masukan, agar beriur dalam memenuhi tuntutan PLN tersebut, tak lama jalannya. Hanya sebentar tradisi iuran itu, akhirnya hilang begitu saja.

Inisiatif Oyong Liza Piliang dan Ikhlas Bakri melalui sebuah proyek, akhirnya Walikota Pariaman memberikan uang bayaran lampu untuk setahun. Terima kasih pak wali.

Dari Hari Pers Nasional (HPN) 2018 di Surabaya cerita ini disangkutkan. Beberapa bulan pengurus PWI sebelumnya mengakhiri masa tugasnya, Ikhlas Bakri yang notabene jadi ketua kala itu kita minta ikut di PDAM Padang Pariaman.

Kepada Bupati Ali Mukhni saya langsung yang minta, agar Ikhlas Bakri masuk dalam jajaran perusahaan daerah itu.

Permintaan itu dikabulkan. Ikhlas Bakri jadi humas di PDAM. Dan akhir 2018 dia mengakhiri masa tugasnya di PWI dengan menggelar Konferensi.

Sementara, Armaidi Tanjung yang Bendahara PWI kita rekomendasikan ikut bersaing dalam rekrutmen Dewan Pendidikan Kota Pariaman. Akhirnya, rekomendasi kita manjur, dan wartawan yang rajin membuat buku ini tercatat sebagai anggota dewan pendidikan.

Enaknya ber-PWI itu, hampir seluruh lembaga pemerintah mengakui dan selalu minta masukan ke kita tatkala mereka berkegiatan.

Apalagi di Pariaman, tak ada organisasi wartawan lain selain PWI. Bawaslu dan KPU berkegiatan selalu melibatkan PWI untuk narasumber dan peserta. Tentu ini referensi yang amat luar biasa dari pihak lain, yang melihat arti penting organisasi PWI.

Hubungan kerja yang bagus ini selalu kita bina dengan baik. Tak heran, Polres memberikan penghargaan kepada PWI, karena dinilai lembaga mitra yang baik dan berkontribusi dalam soal kerja kepolisian.

Begitu juga Bawaslu Padang Pariaman juga memberikan reward. Lembaga ini memandang PWI mitra yang amat luar biasa dalam menunjang kerja Bawaslu mengawasi jalannya Pemilu, baik Pileg maupun Pilkada di daerah itu.

Menyikapi covid yang berkepanjangan, kawan wartawan mendirikan kelompok tani. Keltan Wartani namanya. Kelompok ini kita jadikan milik PWI sebagai kolaborasi wartawan dengan masyarakat dalam bertani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun