Mohon tunggu...
Damae Wardani
Damae Wardani Mohon Tunggu... broadcaster, MC -

"Write to look for the meaning of life." Tinggal di http://jalandamai.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Siram Api Permusuhan dengan Air Kedamaian, Wujud Cinta Semen Indonesia untuk Negeri

15 Juli 2015   03:33 Diperbarui: 15 Juli 2015   03:33 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lama tak bersua di kompasiana. Di postingan kali ini saya ingin menguatkan diri sendiri sekaligus segelintir manusia yang masih memiliki hati nurani. Bahwa segala persepsi tentang sesuatu pasti bermuara pada rasa percaya, dan kepercayaan bermula dari kebenaran yang diyakini. Sayangnya kebenaran itu seperti uang logam, bergantung sisi mana yang dilihat: satu (sebagian) atau dua alias keseluruhan.

Apalagi hari ini manusia kian latah berkat mudahnya akses informasi. Latah untuk memercayai sesuatu tanpa mencari tahu sisi lain dari satu sisi yang pertama dilihat. Latah untuk menghujat sesuatu tanpa ia paham apa yang sebenarnya dihujat. Latah untuk mengolok-olok, menertawakan, membenci, menulis petisi, bahkan membuat sebuah gerakan anti-blablabla; dengan bermodal "katanya".

Dosen Jurnalistik di kampus saya sering nyindir, "Ka-ta-nya kok dipercaya! Berita itu lebih tajam dari pedang. Sekali saja berita itu salah, bukan hanya membunuh narasumber, media, dan wartawan, tapi berbuah fitnah yang tersebar hingga ujung dunia". Contohnya bisa dilihat dengan gamblang di film Korea berjudul Pinokio.

Perlu contoh real? Ini. Akan saya urai. Kisah cinta dari Semen untuk Indonesia.

-----

Netizen mana yang tidak tahu kalau Semen Indonesia sedang menikmati lika-liku pendirian pabrik Semen Rembang? Jika Anda mengikuti postingan blog ini, tentu bisa dilihat entry beberapa bulan lalu didominasi judul "Polemik Rembang: bla bla bla". Tidak heran juga kalau Anda kemudian menemukan link blog saya dishare ulang dengan rentetan komentar pedas, sinis, kadang juga anarkis.

Begitulah. Tak masalah buat saya. Sudah biasa ditelikung kawan, dibenci dan dijauhi kawan, hingga putus perkawanan gegara sesuatu yang tak saya ketahui alasan pastinya. Hanya saja, kondisi itu tiba-tiba membuat saya berpikir: mengapa manusia hari ini lebih suka memakan bangkai saudara sendiri? Bukankah sudah diwarning dalam QS. Al Hujurat ayat 12, "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha penyayang".

Ngenes. Miris.

Berbagai upaya pihak kontra memutarbalikkan kebenaran, menjungkirbalik fakta, hingga merekayasa cerita bak sinetron stripping, dilakukan semata demi menolak pendirian pabrik Semen Rembang. Padahal jelas-jelas semua yang disulut pihak kontra itu terpatahkan bukti-bukti nyata yang sudah teruji kebenarannya. Lebih miris lagi, masyarakat kebanyakan menelan mentah-mentah apa yang disampaikan pihak kontra. Tanpa difilter sama sekali. Malah jika diinfokan kabar pembanding, dengan berlenggang mereka menghujat (saya): dasar blogger bayaran!

Satu penyebab kenapa saya lebih memilih cek silang hingga hati berpihak ke PT SI berawal dari ketidaksukaan dengan logika mainstream yang kerap berlaku pada tatanan sosial kita. Yang lemah cenderung dibela, sebaliknya yang kuat selalu diasosiasikan negatif. Dalam konteks konflik di Rembang, pemerintah (Gubernur Jateng) diidentikan penguasa yang semena-mena, tidak adil, dlsb. Sedang korporasi (PT SI) sebagai kapitalis, serakah, profit oriented, dlsb.

Saya jadi teringat seorang kawan semasa di Aliyah dulu yang babak belur dipukuli warga gara-gara sepedanya nyenggol anak kecil yang tidak tengok kanan kiri, padahal sepeda sang teman sudah melambat.

Lain kasus, publik pernah dihebohkan peristiwa Selasa malam tanggal 13 Mei lalu di Pondok Kopi, Jakarta. Sebuah motor yang melaju kencang di jalur yang berlawanan arah bertabrakan dengan mobil Yaris yang sudah sesuai dengan jalurnya. Si pengendara motor, seketika meninggal dunia. Namun ironisnya, hidup matinya ternyata tetap membawa kesialan bagi orang lain. Adalah Austin sang pengendara mobil Yaris yang akhirnya menjadi bulan-bulanan dihakimi di tengah jalan oleh para pemotor lainnya.

Salahkah Austin? Tentu tidak karena berjalan di jalur yang benar dan hanya berkecapatan normal sekitar 60 km/jam. Salah Austin hanya satu: ia bermobil dan dengan demikian ia dianggap termasuk kalangan kaya yang seharusnya dipersalahkan dalam kondisi apa pun dan dengan logika mana pun.

Sebagian pengendara motor yang ikut menghakimi bisa jadi memiliki logika yang sama, logika sinetron. Orang kaya = jahat, yang lebih miskin = kebenaran.

Sedih sekali nasib bangsa ini. Sedihnya karena logika kita justru terlalu materialistis hingga kebenaran pun dipautkan dengan persepsi “apa yang dipunya”, BUKAN apa yang sebenarnya terjadi. Hanya bangsa materialistis yang mendikotomikan kaya dan miskin.

Sebagian dari kita memang TERLALU SOMBONG DALAM KEMISKINAN (baik mental maupun materi).

Ini yang membuat saya memilih hati-hati dalam melihat konflik pembangunan pabrik Semen Rembang. Berbekal ilmu jurnalistik dan pengetahuan tentang media di Indonesia ini saya menelaah kasus tersebut. Cover both side, dua sisi harus saya dapatkan. Beruntung, sebagai blogger yang mengikuti lini masa teman-teman sesama blogger, membuat saya tak kesulitan mendapatkan 'materi'  dari kontra. Banyak dan riuh sekali, mungkin karena darah blogger memang darah muda, darah perlawanan, darah ngeksis. Kalau ga melawan, ga ngeksis #nah.

Bagaimana dengan yang pro? juga tak kalah banyaknya, tapi mereka lebih milih diem tak bersuara (lewat postingan). "Serba salah…" Kata seorang kawan.

Sekalinya mencoba bisa jadi bernasib seperti yang saya alami. Bullian saya terima. Dibilang tidak kritis saya tak masalah, karena kritis itu relatif darimana orang memandang. Tapi saat dikatain saya dibayar, sungguh dada ini sesak, hati menangis. Apa karena saya membela korporasi lantas dianggap dibayar. Benar-benar korban sinetron, yang kaya selalu jahat.

Sungguh ndak habis pikir. Juga dengan sekelompok mahasiswa yang ikutan aksi. Ibarat tangan kiri teriak-teriak menjelekkan PT SI, tapi tangan kanan masih getol kirim proposal ke perusahaan-perusahaan. Entah itu proposal pengajuan dana, permohonan tempat magang, atau lainnya.

Heran. Siapa dibelakang itu sebenarnya? petani kah? warga kah? Yakin..?! Anehnya, kenapa saat perusahaan-perusahaan asing (non PT SI) masuk Rembang puluhan tahun didiamkan saja? Begitu sadisnya pihak di belakang itu ditutupi dengan menuduh saya bayaran, pembela kapitalis, neo liberal, pasukan proxi, dlsb.

Perlu tahu saja. Dibelakang pendirian Semen Rembang, ada ribuan karyawan, ribuan buruh, dan keluarga yang menginginkan kesejahteraan. Dan yang sudah dipastikan adalah peningkatan kesejahteraan warga-warga dengan program CSR PT SI yang sudah banyak disalurkan.

***

Saya sama sekali tidak sedang bermelow ria. Saya juga sama sekali tidak meminta Anda percaya dengan apa yang saya share di sini. Saya hanya mencoba untuk berbagi informasi tentang fakta yang sudah saya buktikan kebenarannya. Setidaknya, itulah cara kecil saya untuk mencinta Anda, saudara saya. Barangkali informasi ini menjadi bahan second opinion, dan membuat Anda mau mencari tahu lebih dalam. Tidak sekadar membuat persepsi dari sumber yang belum pasti kebenarannya.

Terlebih, mumpung pahala kebaikan di bulan Ramadan ini dilipatgandakan. Betapa bahagia saya jika apa yang saya tulis dicatat sebagai 1 kebaikan, lalu 1 kali dibaca dan dishare orang lain akan bertambah kebaikan lagi. Bayangkan jika ribuan bahkan jutaan kali dibaca dan dishare ulang, berapa pahala yang bisa saya dapat? Berapa pula pahala yang didapat reader juga para re-sharerer? ah.. Saya melakukan ini bukan untuk bertransaksi pahala.

Meski saya sadari, menyebar kebenaran informasi terkait Semen Indonesia dan Semen Rembang ini serupa menumpah segelas air jernih ke lautan air keruh. Tapi dengan upaya yang sungguh-sungguh, dibantu kebaikan Anda, bukan tidak mustahil kalau segelas air jernih itu sedikit demi sedikit menggontor dan mengganti air lautan keruh. Saya juga yakin, masih banyak manusia yang baik di dunia ini. Setidaknya, baik untuk dirinya sendiri dengan tidak memercayai sesuatu sebelum membuktikan kebenarannya.

----

Itu hanya pengantar (yang kepanjangan) untuk cerita saya ini. Cerita tentang berwisata ke pabrik Semen Tuban. Cerita yang bisa Anda buktikan kebenarannya jika:

  1. Anda baca catatan peserta yang ada di wegipedia.
  2. Anda berkunjung sendiri atau ikut event berikutnya (insyaAllah masih akan terselenggara)
  3. Anda wawancara atau bertanya langsung ke pihak Semen Indonesia, khususnya Unit Sosial Media sebagai panitia penyelenggara.

Jadi jangan langsung percaya apa yang saya share. Gali informasi lebih dalam.

Bulan Juni lalu, tanggal 6 tepatnya, saya mengikuti Wisata Green Industry 3. Ini kali kedua saya mencari tahu dan menggali informasi seputar Semen Indonesia. Kali pertama pada WEGI 2 lalu, sudah saya jlentrehkan hasilnya di beberapa artikel sebelumnya dengan judul utama Polemik Rembang. Merasa belum puas dan takut ada yang terlewat, saya ikut lagi event berikutnya.

Hasilnya tetap sama: Semen Indonesia sama sekali bukan monster yang akan menghancurkan Rembang demi keuntungan semata. Ini 180 derajat berbeda dari momok yang digulirkan pihak kontra, selama ini.

WEGI 3 ini diikuti oleh kurang lebih 160 peserta dengan pembagian 3 koridor: Utara (Semarang, Tuban, dan sekitarnya), Tengah (Lamongan dan sekitarnya), dan Selatan (Jogja, Solo, Jabar, Surabaya, Gresik). Banyak kendala yang dialami selama perjalanan, terutama rombongan koridor Selatan. Mulai keterlambatan kedatangan peserta Jogja-Solo gegara ban bus bocor. Hingga ketertinggalan Manajer Unit Sosial Media dari bus rombongan saat transit di Telaga Ngipik. Tak mau merepotkan peserta untuk menunggu atau putar balik, Sang Jendral berinisiatif naik bus umum dan mengejar bus rombongan. *Hero banget, kan? #eh

Informasi yang saya dapat, Telaga Ngipik merupakan wujud dari upaya Semen Indonesia dalam konservasi sumber daya alam, terutama pengembangan lahan reklamasi pasca tambang sebagai tempat pelestarian keanekaragaman hayati. Upaya ini dicetuskan manajemen sebagai salah satu program Heritage Semen Indonesia. Ada tiga konsep besar yang digagas secara integrasi: membangun Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), mengalihfungsikan pabrik menjadi museum dan education park serta menyulap kawasan Telaga Ngipik menjadi Botanical Garden.

Apa itu Botanical Garden? Suatu lahan yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan untuk keperluan koleksi, penelitian, dan konservasi di luar habitat. Selain untuk penelitian, kebun botani juga dapat berfungsi sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung. Satu telaga sudah menjadi pemusatan latihan atlet ski air Kabupaten Gresik, bahkan Jawa Timur dan nasional. Saat ini juga sedang dikembangkan program Polybag, Eco Ornamental Plant Tourism, Eco Fishery and Aq- uaculture Tourism,   dan masih banyak lagi.

*Selengkapnya ada di lampiran.

Ah, ya. Sebelum melewati Telaga Ngipik, masih di kawasan yang tak jauh dari situ, peserta diajak melihat area Waste To Zero. Proyek di atas lahan sekira 6 ha ini merupakan pengembangan teknologi di bidang energi terbarukan dengan memanfaatkan limbah sampah. Sampah kota yang diolah untuk dijadikan biomass mencapai kisaran 220 ton per hari yang didapatkan dari Kabupaten Gresik dan Tuban. Perusahaan juga memanfaatkan sampah untuk dijadikan pupuk organik dengan menggunakan mesin gilas buatan SMK Semen Gresik.

*Lebih lanjut tentang Waste To Zero, simak di sini:

Dari kawasan Telaga Ngipik dan Waste To Zero saja sudah membuat saya tersentak: bagaimana bisa wujud green industry sekeren ini justru dikecam akan menguras air, menggusur pertanian, dan merusak kota Rembang? Sungguh, fitnah lebih kejam dari pembunuhan!

----

Setelah melewati kemacetan panjang di ruas jalan Gresik-Tuban, sempat tersendat gegara keriuhan pengunjung di sebuah stadion Lamongan, ketiga koridor akhirnya bertemu di auditorium pabrik Semen Tuban, sekira jam 2 siang. Peluh lusuh langsung hilang begitu melihat kesegaran santap siang. *Hehehe

Sayangnya belum sempat makan, saya langsung bersiap-siap membuka acara. Padahal semula sudah bersantai ria karena cancel jadi MC. Tak apa. Semangat 45 langsung membara kalau sudah pegang mic.

Acara bertajuk Seminar dan Diskusi itu berlangsung sekira dua jam. Tentu, itu durasi yang sangat singkat untuk mengupas semua tentang Semen Indonesia. Bahkan termin tanya jawab terpaksa dipersingkat mengingat waktu kian senja. Setidaknya, dari dialog singkat itu bisa saya catat bahwa PT Semen Indonesia Persero Tbk yang sudah berdiri sejak 1951 ini, memiliki 3 pilar: profit (peningkatan kinerja keuangan), people (pemberdayaan masyarakt), dan planet (pelestarian lingkungan). Bukan hanya Semen Gresik saja, tapi perusahan ini sudah menjadi strategic holding dari Semen Padang, Semen Tonasa, juga Thang Long Cement Vietnam.

Untuk mewujudkan 3 pilar itu, salah satu usaha perusahaan adalah melaksanakan coorporate sosial responsibility, dengan 7 subjek inti: Tata kelola organisasi, Hak asasi manusia, Praktik ketenagakerjaan, Lingkungan, Praktik operasi yang adil, Isu konsumen, Pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Point ke-4 (Lingkungan) inilah yang dikupas sepanjang tour keliling area pabrik, selepas acara di auditorium.

Dilengkapi pelindung kepala dan masker, peserta diajak menjelajah dipandu guide yang juga staff pabrik. Dengan ramah dan humoris, ia bercerita tentang strategi pengelolaan lingkungan PT Semen Indonesia. Strategi itu berupa:

  1. Melakukan pencegahan pencemaran
  2. Efisiensi dan konservasi sumber daya alam
  3. Penurunan efek pemanasan global dengan berkontribusi aktif dalam mendukung pengurangan gas rumah kaca

Jelas. Komitmen ini tidak akan terwujud tanpa diikuti banyak langkah nyata demi pemenuhan green industry. Dan inilah yang membuat saya tercengang sepanjang keliling pabrik.

Pertama: Melakukan Pencegahan Pencemaran

Pencegahan pencemaran dilakukan dengan 3 langkah. Satu, meningkatkan tata kelola operasional pabrik dan pemeliharaan fasilitas penangkap debu. Peralatannya modern pencegah pencemaran ini berupa mesin penghisap debu seperti: Electrostetic Presipitator, Cyclone, Conditioning Tower, Bag House Filter. Hasilnya? Emisi yang dikeluarkan pabrik selalu di bawah baku mutu yang ditetapkan aturan pemerintah.

Dua, menginisiasi terbentuknya green belt dan green barrier yang berfungsi menjaga udara di kawasan pabrik agar tidak tercemar oleh polusi. Keduanya adalah filter alami pencipta oksigen yang melengkai peralatan penangkap debu modern di pabrik. Point satu dan dua otomatis mematahkan isu yang digemborkan pihak kontra, katanya: "Pertanian terancam debu pabrik!". Nah, lho..

Tiga, melakukan waste management untuk limbah B3 dan non B3. Pengelolaan limbah dilakukan dengan prinsip Reuse, Reduce, Recycle, Recovery (4R). Perusahaan memanfaatkan limbah B3 dan non B3 untuk bahan bakar alternatif. Di titik ini saya teringat, di luar sana masih banyak perusahaan yang tidak bertanggung jawab dengan limbah pabrik. Seperti yang dikupas Greenpeace di sana. Tapi kenapa hanya Semen Rembang yang diusik? Padahal Semen Rembang sendiri belum dibangun.

Kedua: Efisiensi dan Konservasi Sumber Daya Alam

Banyak cara yang dilakukan Semen Indonesia untuk mengonservasi SDA. Salah satunya, memanfaatkan energi alternatif dari limbah pertanian atau biomass seperti sekam padi, serbuk gergaji, limbah tembakau, dan sampah kota. Sampah kota yang diolah di area Waste To Zero seperti yang sudah saya singgung di atas.

Salah duanya, memaksimalkan penggunaan bahan baku alternatif dengan memanfaatkan limbah atau produk samping industri lain sebagai pengganti bahan baku semen. Seperti KOPERSLEK untuk pengganti pasir besi, fly ice untuk pengganti batu-batuan alam, dan syntetic gypsum untuk mengganti natural gypsum. Cara ini terbukti menurunkan tingkat penggunaan bahan baku per ton produksi semen.

Salah tiga, meningkatkan penggunaan air permukaan dan air buangan dari pabrik untuk dimanfaatkan kembali sebagai air proses sehingga mengurangi pemkaian air bawah tanah. Dengan fasilitas bozem, penangkap air tadah hujan dan fungsi water treatment. Di pabrik Tuban penggunaan air pada 2007 sebanyak 200lt/ton semen turun menjadi 138lt/ton semen pada 2011.

Lha, kok bisa teknologi secanggih ini justru dianggap akan "Mengancam pertanian karena air akan habis, bahkan merusak lebih dari 300 goa dan sumber mata air". Padahal "teknologi kering" yang sudah diterapkan Semen Indonesia ini menduduki peringkat ke-2 dari 14 industri sejenis dalam skala dunia. Perusahaan juga secara rutin melakukan kontrol pada sumur pantau yang berada di pemukiman sekitar pabrik, untuk memastikan bahwa aktifitas perusahaan tidak mengganggu air di sekitar pabrik.

Selain tiga hal di atas, Semen juga berpartisipasi dalam perlindungan keanekaragaman hayati. Pengembangan lahan reklamasi pasca tambang sebagai tempat pelestarian keanekaragaman hayati sudah dilakukan, diantaranya Telaga Ngipik di Gresik. Sudah saya ceritakan. Satu lagi, danau di sekitar area pabrik Semen Tonasa. Tidak kalah cantik dari Ngipik.

*Ngomong-ngomong, kapan ya saya bisa ke sana?

Ketiga: Penurunan Efek Pemanasan Global dengan Pengurangan Gas Rumah Kaca

Langkah yang diambil Semen Indonesia untuk mengurangi efek pemanasan global dan gas rumah kaca diantaranya adalah, program Biomass sebagai bahan bakar alternatif. Bahkan usaha ini membuahkan Penghargaan Energi Pratama dari Kementrian ESDM pada 18 Agustus 2014. Terlebih, cara mampu memberi stimulus bagi perekonomian masyarakat lokal karena didatangkan dari wilayah sekitar pabrik, antara lain, Kabupaten Tuban, Lamongan, Bojonegoro, dan Rembang.

Langkah selanjutnya, program pemanfaatan gas panas buang dari produksi sebagai pembangkit tenaga listrik dengan output sebesar 30 mw. Langkah ini juga diterapkan di pabrik Indarung 5, Semen Padang, berkapasitas 8,5 MW, yang dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 36000 ton/tahun.

Terakhir, upaya penanaman puluhan ribu pohon secara berkelanjutan. Saya teringat penjelasan di copian Fakta Rembang yang saya dapat dari acara WEGI. "Desain untuk Semen Rembang nanti salah satunya berupa penanaman pohon selebar 50 m mengelilingi wilayah tambang. Total ada 77,8 ha area yang akan di- tanami pohon. Bayangkan lapangan sepakbola yang panjangnya 100 m, maka akan ada pohon hijau seukuran 1/2 lapangan sepakbola mengelilingi area tambang kapur yang luasnya 520 ha.

Jadi ada hampir 20% area tambang “dikorbankan” menjadi area hijau. Ada 77,8 ha yang bisa dimanfaatkan petani seumur hidup. Padahal yang diwajibkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup hanya 10 m. Jika Semen Indonesia “patuhi aturan” maka hanya perlu sediakan sekitar 18 ha saja sebagai green belt. Memang Semen Indonesia “Tidak Taat Aturan” karena memberikan 77,8 ha. Suatu tindakan tidak taat aturan yang sungguh luar biasa karena ketaatannya adalah hampir 4,5X dari aturan yang ada untuk ciptakan industri yang ramah lingkungan".

Wuaw! Masih mau bilang Semen Indonesia ini perusak lingkungan?

Coba saja curhat ke Kementrian Lingkungan Hidup yang pernah memberi Penghargaan Proper Emas, 2012 lalu. Proper Emas ini bukti bahwa perusahaan telah melakukan pengelolaan lingkungan berkelanjutan dan menempuh banyak langkah untuk kepentingan masyarakat, sama sekali tidak hanya mengincar keuntungan semata. Belum tahu apa itu Proper Emas? Baca di sini, sono, dan sana.

Upz! Maaf kalau kalimat saya agak kebawa emosi. Maklum, kisah WEGI memasuki penghujung acara. Semula direncanakan peserta bisa menikmati senja dengan banyak doorprize yang sudah disiapkan. Apa daya, waktu tak mngizinkan. Jadilah pembagian doorprize riuh ramah di lantai 1 auditorium. Sayangnya hadiah terbanyak diraih kawan-kawan Plat-M. Peserta Jabar? Nihil. Malu-malu manis mereka mah, #eh.

--------

Lama saya termenung. Tak habis pikir. Segitu bukti sudah dibeberkan, masih saja pihak kontra gigih mengumpulkan sekutu. Terakhir saya melihat meme berisi list nama dosen jurusan Hukum dari berbagai perguruan tinggi. Secara singkat meme itu mengatakan kalau para dosen-dosen ini meminta dokumen gugatan Semen Rembang diperiksa kembali (apalah itu istilahnya, saya nggak paham). Padahal setahu saya, dosen meriksa tugas yang disetor mahasiswanya saja seringkali malas, kok ini mau-maunya memeriksa dokumen Semen Rembang yang digugat? Mungkinkah ada uang di balik kesediaan itu?

Pihak kontra juga gencar menyusupi kampus dan menggaet mahasiswa untuk berteriak kencang: tolak Semen Rembang! Parahnya, mahasiswa juga mau-maunya disuruh teriak ini itu, padahal mereka belum lihat seperti apa area pabrik semen. Mereka sok tahu dan berbusa-busa berbicara istilah-istilah aneh yang terlalu ilmiah dan sulit dimengerti. Padahal materi tentang lingkungan kan tidak ada mata kuliahnya, kecuali yang spesifik di jurusan teknik.

Lagi pula, coba tanggalkan sejenak almamater dosen dan mahasiswa, tanyakan ke diri Anda masing-masing. Selama ini, kebaikan apa sih yang sudah Anda lakukan untuk melestarikan lingkungan? Anda yang teriak-teriak atas nama lingkungan, planet, masa depan bumi, bla bla bla; coba sudah punya strategi apa untuk menyelamatkan bumi? Minimalnya, Green Lifestyle seperti apa yang sudah Anda jalani selama ini?

Jauh lebih banyak permasalahan sampah kota yang belum selesai. Jauh lebih banyak persoalan banjir yang belum teratasi. Jauh lebih kompleks tentang polusi udara dari kendaraan yang setiap hari kita pakai. Limbah plastik, pewarna pakaian, zat beracun, dan segala jenis limbah lain yang membuat sungai-sungai mati. Belum lagi soal penebangan dan pembakaran hutan. Soal pencurian ikan di perairan Indonesia. Perusakan terumbu karang dan fauna laut yang dilindungi. Isu penangkapan gajah dan burung secara ilegal. Perusahaan yang terbukti tidak memerhatikan kelestarian lingkungan berdasar data KLH, juga masih banyak, lho.

Ke mana suara Anda untuk itu semua? Kenapa hanya Semen Rembang saja yang dibombardir?

Merenungi itu, saya justru malu. Semen Indonesia sama sekali tidak marah meski sudah babak belur. Ia malah menyiram api permusuhan dari pihak lawan dengan air kedamaian. Yakni membuat program Wisata Green Industry. Program yang menelanjangi daleman alias jeroan pabrik dan manajemen Semen Indonesia. Sama sekali tanpa rasa berat hati.

Petikan hasil ngobrol saya dengan Manajer Unit Sosial Media PT. Semen Indonesia, Arief Hermawan, pasca acara. Dia mengatakan, "Informasi bisa datang dari mana saja. Di era sosmed tidak ada hal yang bisa ditutupi. Jadi dari pada menutupi, mending kita melakukan hal terbaik dan mencoba terbuka. Kalau pun ada kekurangan, toh itu menjadi upaya kita untuk mencapai peringkat yang lebih baik".

Bijak sekali, bukan? Bahkan event WEGI ini dirancang untuk semua perusahaan yang sudah menerapkan green industry. Juga untuk memancing perusahaan yang hari ini masih memiliki rapor merah dari KLH, agar dapat berbenah dan kian sadar pentingnya pilar 3P (Profit, People, Planet). Hingga akhirnya berlomba-lomba menjadi perusahaan yang ramah lingkungan.

Arief mendambakan, "Ke depan arahnya WEGI bisa menjadi spake nasional. Ingin WEGI menjadi cikal bakal sosialisasi green-dus se-Indonesia. Hastag green-dus menjadi milik event-event seluruh Indonesia yang berkaitan dengan edukasi green industry".

Ayah dari 3 anak ini sadar betul bahwa WEGI yang digagas Semen Indonesia ini baru langkah awal untuk mengedukasi masyarakat terkait prosedur pembangunan pabrik. Menurutnya, Di Eropa atau Amerika tidak ada orang demo ke pabrik, karena mereka tahu kalau pabrik berdiri pasti sudah melalui prosedur yang ditetapkan pemerintah. Melalui WEGI, Semen mencoba menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Menunjukkan kebenaran yang selama ini dengan mudahnya diputar balik. Dengan tangan terbuka, Semen membiarkan masyarakat menilai.

"Kita harus menyuarakan bagaimana menjadi masyarakat yang seharusnya. Biarkan pabrik melakukan apa tugas mereka sebenarnya", kata Arief, mengakhiri perbincangan.

Inilah mengapa di awal saya membridging dengan kisah cinta. Sejak sebelum menulis hingga tulisan ini berakhir, hanya satu yang terlintas di kepala: semua tentang wujud cinta dari Semen (Indonesia) untuk Indonesia. Bukankah orang yang pernah merasa sangat mencintai, pasti terbalik sangat tersakiti ketika dia kehilangan? Agaknya, Semen sedang sangat tersakiti (oleh manusia-manusia yang mengaku pecinta lingkungan) lantaran Semen teramat mencintai lingkungan.

Tapi saya yakin, akan tiba masa "Habis Fitnah, Terbitlah Fakta".***

  1. Pic 1:"Info graphics buat mereka yang susah membayangkan seberapa besar kontribusi PT SI dalam program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Jika sudah mengetahui gambaran kontribusi PT SI untuk masyarakat, apakah masih ngatain PT SI itu kapitalis?!, Serakah?!, hanya profit oriented?!"
  2. Pic 2:"Menelusuri potensi wisata air di Telaga Ngipik, dulunya adalah bekas tambang tanah liat seluas puluhan hektar milik Semen Gresik yang dimanfaatkan untuk bahan baku semen. (Padahal dulu pake teknologi basah, tapi koq air masih melimpah ya. Dulunya air ini gak ada loh.. Semoga blogger-blogger lain gentle buat ngebuka mata ngebuka hati, tidak asal ngeshare isu yang didapat"
  3. Pic 3: "Danau bekas galian tambang milik Semen Tonasa, member of Semen Indonesia Group. Pemandangan di sana begitu luar biasa indah, dan hampir tidak percaya kalau ternyata danau dengan pemandangan ngarai (bukit-bukit) dan tanaman hijau ini adalah bekas tambang, tepatnya tambang tanah liat / batu kapur yang dilakukan oleh semen tonasa. Selain dirawat dengan baik, banyak ternak yang ternyata hidup sehat dan danau ini juga dimanfaatkan untuk kegiatan warga sebagai tempat pemancingan ikan (Sumber: infogresik.net)"
  4. Pic 4:"Screenshoot di linimasa FB mengabarkan kasus pengrusakan lingkungan yang disebabkan salah satu perusahaan. Ironis, pengkabarnya enggan sebut nama perusahaan yang dimaksud, tapi yang lebih ironis: mahasiswa hingga LSM diam saja."
  5. Pic 5: "Faktarembang.com, ikthiar mulia yang dilakukan komunitas WeGreen Industry Indonesia, bekerjasama dengan penggiat sosial media dan relawan pembangunan pabrik Semen di Rembang dalam mengcounter isu-isu yang terjadi di seputar pembangunan pabrik agar masyarakat terhindar dari suapan fitnah. Setidaknya memberi kesempatan masyarakat mendapatkan informasi berimbang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun