Â
Â
 3.   Munasabah Prespektif Pakar Ilmuan Al-Qur’an dari Klasik Hingga Pramodern
Tokoh yang bisa dibilang pencetus pertama kali kajian munasabah adalah Al-Naisaburi (w. 324 H). Namun, Muhammad Husain Al-Dzahabi memaparkan bahwa karya ini sayangnya sudah tidak ditemukan lagi. Selanjutnya, paling tidak ada dua ulama klasik yang dijadikan acuan dalam pemikiran munasabah, yaitu Al-Zarkasyi dan Al-Biqa’i.
Â
Al-Zarkasyi (745-794 H) muncul jauh setelah Al-Naisaburi (w. 324 H). Kajiannya tentang munasabah tertuang dalam kitab Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an. Ada dua pola munasabah yang dikenal olehnya, yaitu pola munasabah antarsurah dan pola antarayat.
Â
Selanjutnya, dalam menjelaskan analisis kedua, Al-Zarkasyi menggunakan sisipan (istithrad) dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 189 ketika disebutkan mengenai waktu haji disebutkan pula mengenai kebiasaan orang orang Arab ketika sedang musim haji. Jadi kalau ditelaah lebih jauh, ada satu pertanyaan yang kemudian dijawab dengan dua jawaban dalam satu ayat. Hal ini sama dengan pertanyaan mengnai air laut yang kemudian dijawab oleh Nabi bahwa air laut itu suci dan bangkainya halal.
Â
Ulama klasik yang kedua adalah Burhanuddin Al-Biqa’I (809-885 H/1406-1480 M). Ia mampu merangkum pemikirannya mengenai munasabah dalam Nazhm Al-Durar fi Tanasub Al-Ayat wa Al-Suwar. Ia mampu membuktikan adanya hubungan yang serasi dalam sistematika Al-Qur’an, baik dari kata demi kata dalam ayat ayatnya, surah demi surah, maupun Antara kandungan surah dalam Al-Qur’an.
 Â