Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama Salaf tentang urutan surah di dalam Al-Qur’an. Pendapat pertama didasarkan pada tauqifi dari Nabi. Golongan kedua berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihadi.Para sahabat telah sepakatdan memastikan bahwa susunan dan sistematika urutan ayat-ayat adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama, kecuali surah Al-Anfal dan Bara’ah yang dipandang bersifat ijtihadi.
Â
Jumhur ulama telah sepakat bahwa urutan ayat dalam satu surah merupakan urutan urutan tauqifi, yaitu urutan yang sudah ditentukan oleh Rasulullah SAW sebagai penerima wahyu. Akan tetapi, mereka berselisih pendapat tentang urutan urutan surah dalam mushaf, apakah tauqifi atau ijtihadi. Nashr Hamid Abu Zaid, wakil dari ulama kontemporer, berpendapat bahwa urutan uruan surah dalam mushaf sebagai tauqifi karena menurutnya pemahaman seperti itu sesuai dengan konsep wujud teks imanen yang sudah ada di Lauh Mahfuzh.
Â
Perbedaan Antara urutan turun dan urutan pembacaan merupakan perbedaan yang terjadi dalam susunan dan penyusunan yang pada gilirannya dapat mengungkapkan persesuaian antarayat dalam satu surah dan antarsurah yang berbeda sebagai usaha menyingkapkan sisi lain dari i’jaz.
Â
Â
 2.  Melacak Tradisi Awal Munasabah
Satu diantara cabang dari ‘ulum Al-Qur’an yang membahas persesuaian itu adalah ilmu munasabah. Timbulnya munasabah ini bertolak dari fakta sejarah bahwa susunan ayat dan tertib surah demi surah Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam mushaf sekarang (mushaf Utsmani atau yang lebih dikenal dengan mushaf Al-Imam) tidak didasarkan kronologis.
Â
Kronologis turunnya ayat atau surah Al-Qur’an tidak diawali dengan Surah Al-Fatihah, tetapi diawali dengan lima ayat pertama Surah Al-Alaq. Selanjutnya, surah yang kedua turun adalah Surah Al-Muddatstsir, sementara surah kedua dalam mushaf yang digunakan sekarang adalah Surah Al-Baqarah. Persoalan inilah yang kemudian melahirkan kajian munasabah dalam ‘ulum Al-Qur’an.