Mohon tunggu...
Dail Maruf
Dail Maruf Mohon Tunggu... Guru - Ketua Yayasan Semesta Alam Madani Kota Serang

Guru pembelajar, motivator, dan penulis buku dan artikel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah Aku Titip Zahra ..!

9 Oktober 2022   04:22 Diperbarui: 9 Oktober 2022   04:23 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                   

Ayah Aku Titip Zahra ..!

Alkisah ada pasangan suami istri bernama Zainal dan Sinta. Keduanya merupakan pasangan suami istri yang aling mencinta dan taat beragama. Sang Suami berasal dari keluarga ulama dan sang istri dari keluarga yang mencintai ulama. Bertemu saat keduanya sedang kuliah di Ibukota Jawa Barat di kota Bandung.

Zainal dari Kampung Gerem Cilegon dan Sinta merupakan bunga desa di Sempu kota Serang.  Menikah pada tahun 1990-an dan hanya kosong Rahim Sinta satu tahun, pada tahun berikutnya tepatnya tahun 1993, pasangan Zainal dan Sinta sudah dipercaya Allah SWT untuk punya momongan.

Kebahagiaan membuncah pada hati keduanya, dan tak hent-henti mereka bersyukur dengan banyak berucap "alhamdulillah" sambil mendoakan pada janin yang ada dalam perut Sinta. Komunkasi Zainal sebaga Ayahnya begitu intens. Jelang tidur diusap-usapnya perut Sinta sambil mengaji qur'an hingga ia tertidur. Demikian dilakukan Zainal hingga jelang kelahiran jabang bayi yang dinantikannya.

Kesabaran sinta dan kesalehahannya membuat kesan indah pada suaminya Zainal bahkan sepanjang hidupnya. Sinta tak pernah mengeluah dan mengajukan permintaan apapun pada suaminya, bahkan ada beberapa kisah memilukan yang membuat Zainal selalu menangis saat mengenang kebakan istrnya.

Zainal yang seorang guru dan pandai agama serta mahir dalam Pramuka, berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Namun karena ia hanya seorang guru Swasta maka pendapatannya baru bisa meemenuhi kebutuhan pokok untuk makan saja itu pun dengan menu yang sangat sederhana.

Gaji sebesar tujuh puluh ribu rupiah perbulan hanya cukup untuk bensin dari rumah kontrakan ke sekolah tempat mengajar. Namun rejeki tak selalu dalam hitungan Matematika, ada saja jalan Allah untuk membayar kontrakan dan makan sehari-hari.

Sinta diberinya 50.000 setiap kali mendapatkan gaji, dan siasanya dipegang Zainal untuk bensin dan makan siang. Bahkan setiap kali mau berangkat Sinta menanyakan :

Sinta : "Ayah jika uang pegangan habis, ini bawa sambil menyodorkan uang 5.000 kepada suaminya"

Zanal   : " Ibu pegang saja, insya Allah uang di Ayah masih ada".

            Sebagai suami yang merasa sangat beruntung punya istri macam Sinta, Zainal selalu berdo'a semoga mereka berdua dapat hidup bersama selamanya, dan ia berdoa  agar dibukakan pintu rizki supaya perekonomian keluarga semakin baik, dan punya tambahan rejeki dari sumber lain yang tak disangka-sangka.

            Suatu sore, Zainal pulang dan tiba di kontrakannya mendapati istrinya sedang duduk tertidur di kursi ruang tamu dan di sampingnya ada al qur'an, ia tak membangunkan dan mengucapkan salam pun pelan, masuk dan melepas sepatunya.

            Suara pelan  Zaianal menyimpan sepatu ke rak yang ada di sampng kursi membangunkan istrinya, sambil menggisik mata, Sinta berucap :

Sinta    : " Maaf ayah, ibu ketiduran, tadi sambil nunggu kedatangan Ayah mengaji, eh malah ngantuk dan tertidur, Ayah mau mandi apa makan dulu?". 

Zainal  : " Makan saja Bu, ayah masih keringatan, nanti setelah makan baru mandi"

            Sinta pun mengambil  sangku (tempat nasi), beberapa piring sendok dan kobokan untuk cuci tangan, serta air putih hangat segelas besar. Lalu memperslahkan pada suaminya :

Sinta : " Ayo kita makan ayah !"

Zainal : " Lauknya belum diambil ya Bu?"

Sinta    ; " Sudah diambil semua Ayah, lauk kita sorea ini hanya kerupuk, kita makan saja seadanya, uang di ibu sudah tidak ada, hanya cukup beli kerupuk".

Zainal  : " Maafkan  Ayah ya Bu, tadi pagi tak bertanya apakah Ibu masih ada uang".

            Segera  Zainal mengambl tas kerja dan memberkan uang 20.000 kepada Sinta Istrinya. Terima kasih ya suamiku, semoga Allah berikjan kita rizki yang barokah. Keduanya kompak berucap " Aamin"

            Kejadiaan semacam ini pernah pula terjadi di hari Ahad, biasanya pukul 06.30 Sinta menghdangkan sarapan pagi, kadang nasi goring dengan ceplok telor atau tahu tempe, pagi itu hingga jelang pukul 07.00  Zainal tak diajak sarapan pagi. Karena lapar, ia bertanya :

Zainal : " Ibu belum lapar, kok belum ajak Ayah sarapan?"

Sinta    : " Maaf ayah, berasnya tidak ada, kemarin terakhir untuk kita makan sore"

Zainal  : " Ya Allah bu, kenapa tak bilang dari kemarin atau semalam?"

Sinta    : " Ibu tak mau Ayah kepikiran, dan tak tenang tidur karena tak ada beras"

Zainal : " Ya sudah pag ini kita sarapan di Warteg yang biasa bukua dar pukul 06.00 Yuk, sambil pulangnya beli beras dan lauk"

Sinta    : " Iya Ayah, terima kasih, maafkan Ibu ya "

Zainal : " Ayah yang minta maaf tak mengontrol beras sampai kehabisan"

            Hari kelahiran sang bayi yang dinantikan pun tiba, Zainal membawa Sinta ke Bidan terdekat dan rupanya ada yang sedang lahiran juga sehingga keduanya menunggu di sofa ruang tunggu.  Sambil mengusap-usap perutnya Sinta menyapa suaminya :

Sinta    : " Ayah senang banget ya mau punya anak hari in ?"

Zainal  : " Alhamdulillah, Senang banget hati ayah, Ibu juga senang kan?'

Sinta    : " Ayah suka cerita kadang main bola bareng murid di sekolah, kalau anak kita laki-laki pasti tambah senang, bisa main bola di rumah, nanti kalau Perempuan, maafkan Ibu ya?"

Zainal  : " Lho kenapa minta, maaf, anak laki-laki atau perempuan, Ayah tetap senang Bu"

Sinta    : " Terima kasih jika demikian, hati ibu plong".

            Giliran Sinta pun tiba, dan setelah 30 menit, ruangan persalinan terdengar suara tangisa bayi dari ruang bersalin, dan Zainal segera mendekat ke pintu, setelah bidan dan perawat mempersilahkan masuk, segera Zainal masuk, melhat kening istrinya keringatan segera ia seka dengan sapu tangan yang ia ambil dari saku celananya.

            Setelah minta ijin kepada perawat untuk mengumandangkan adzan d telinga kanan anaknya, Zainal menghanpri istrinya yang baru tersadar setelah melahitrkan. Sambil berbisik ke telinga  Sinta :

Zainal : " Ibu terima kasih sudah berikan ayah seorang anak"

Sinta    : "Maaf ya Ayah, Ibu tak bisa memberimu anak laki-laki, tolong titip anak kita Zahra.

Zainal : " lho kenapa dititip di Ayah, kita akan besarkan anak kita bersama"

Sinta    ; " Saiap Ayah, namun rasanya hidup Ibu sebentar lagi".

Zanal :  " Tidak bu, ibu akan sehat dan panjang umur, akan merawat anak kita bersama hingga dewasa.

Sinta    : " Ayah nanti bisa tahu, dari buku harian yang saya tulis sejak kita kenalan hingga tadi malam sebelum pagi ini kita ke bidan"

            Sinta memanggil Zainal, dengan lirih ia berucap :

Sinta    : " Ayah nant jika Ibu sudah tidak bersamamu, Ayah harus punya istri lagi, agar Zahra punya Ibu"

Zainal  : " Hus, apaain si Bu, Ayah taka mau, Ayah hanya cinta Ibu saja titik"

Sinta tersenyum dan berucap : " terima kasih  Ayah, titip Zahra anak kita, Ibu sudah tak kuat, Laa  ilaaha Illallah ...

Zainal teriak : " Ibu, ibu, kenapa bu?"

Rupanya Sinta telah tiada kembal kepada Pemiliknya, Zainal menangis sambil memeluk istrnya yang sudah menjadi jenazah, tampak senyuman ndah dari bibir merahnya. Ia berdandan gaun putih yang paling bagus miliknya, dan sebelum berangakat wudlu dan sholat duha.

Setelah beres prosesi penguburan Sinta istri tercinta, Bayi Zahra di titip di mertua Zainal di Sempu, terpaksa  Zahra menyusu pakai susu Formula. Zainal penasaran mencari buku catatan harian Sinta, dan menemukannya.

Segera  ia baca, dan bagaikan disambar petir di siang bolong, ia kaget luar biasa, rupanya. Istrinya sakit kanker, dan tak pernak cerita prihal penyakitnya, bahkan mengeluh pu tidak. Dalam hati Zaianl, ia merasa sangat bersalah, mengapa ia tak membawanya berobat, apakah karena dirinya dianggap tak punya uang sehingga almarhumah tak tega menceritakan penyakitnya?.

Selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun