Mohon tunggu...
Daffa Mahardhika
Daffa Mahardhika Mohon Tunggu... Akuntan - Finance

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110019 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dialetika Hermeneutis Hancaraka untuk Prosedur Audit Pajak

20 Oktober 2024   13:37 Diperbarui: 20 Oktober 2024   13:51 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Dialektika, Proses Dialogis dalam Audit Pajak

Dialektika adalah proses dialogis yang melibatkan dua atau lebih pandangan yang bertentangan untuk mencapai kesimpulan atau kebenaran yang lebih tinggi. Dalam konteks audit pajak, dialektika dapat digunakan untuk memahami perbedaan perspektif antara wajib pajak dan otoritas pajak. Kedua pihak sering kali memiliki interpretasi yang berbeda mengenai aturan pajak atau penerapannya, dan di sinilah dialektika berperan penting.

Proses audit bukan hanya soal mencari kesalahan wajib pajak, tetapi juga tentang menemukan kesepahaman dan titik temu dalam penerapan aturan yang mungkin diinterpretasikan secara berbeda. Misalnya, beberapa aturan pajak mungkin memiliki interpretasi yang bervariasi tergantung pada situasi ekonomi atau bisnis tertentu. Dengan pendekatan dialektis, auditor dapat mengundang dialog yang produktif dengan wajib pajak, sehingga tidak hanya fokus pada pelanggaran, tetapi juga mempertimbangkan konteks bisnis, kondisi ekonomi, dan niat di balik keputusan perpajakan yang dibuat oleh wajib pajak.

Pendekatan ini memungkinkan auditor dan wajib pajak untuk bekerja sama dalam menemukan solusi yang adil dan proporsional. Dalam konteks Hanacaraka, ini sejalan dengan filosofi keseimbangan dan harmoni yang tercermin dalam susunan aksara Jawa, di mana setiap elemen memiliki peran dan tempat yang penting untuk menciptakan keselarasan.

2. Hermeneutika, Menafsirkan Data dan Konteks

Hermeneutika dalam audit pajak menekankan pentingnya interpretasi dan pemahaman terhadap data dan konteks di balik setiap transaksi. Setiap angka atau laporan keuangan memiliki konteks tertentu yang mungkin tidak sepenuhnya tercermin dalam angka itu sendiri. Dalam hal ini, auditor tidak hanya perlu melihat angka secara harfiah, tetapi juga menafsirkan makna yang lebih luas di baliknya, termasuk kondisi bisnis, praktik industri, dan faktor-faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi kepatuhan perpajakan.

Prosedur audit yang hanya berfokus pada kepatuhan formal tanpa mempertimbangkan konteks bisa mengakibatkan kesalahan penilaian. Misalnya, fluktuasi ekonomi atau perubahan regulasi yang mendadak dapat memengaruhi kemampuan wajib pajak untuk mematuhi aturan pajak. Dengan menggunakan pendekatan hermeneutis, auditor dapat melihat gambaran yang lebih luas dan memahami alasan di balik keputusan perpajakan wajib pajak.

Pendekatan ini juga memungkinkan auditor untuk menilai niat dan integritas wajib pajak. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus, kesalahan pelaporan pajak mungkin bukan karena niat untuk menghindari pajak, tetapi karena kebingungan atau ketidaktahuan terhadap aturan yang berlaku. Dengan pendekatan hermeneutis, auditor dapat mengidentifikasi motif di balik kesalahan dan menentukan apakah tindakan korektif atau edukasi lebih tepat daripada sanksi yang keras.

Dalam konteks Hanacaraka, hermeneutika dapat dihubungkan dengan makna di balik aksara itu sendiri. Setiap huruf dalam Hanacaraka memiliki cerita dan makna yang lebih dalam, yang mengajarkan kita untuk tidak hanya melihat permukaan, tetapi juga menafsirkan dan memahami makna di balik simbol-simbol yang ada. Dalam audit pajak, pendekatan ini mencerminkan pentingnya melihat konteks dan tidak hanya fokus pada angka dan aturan semata.

3. Hanacaraka, Simbol Keseimbangan dan Keselarasan dalam Audit Pajak

Hanacaraka, dengan urutannya yang menggambarkan kisah tentang dua ksatria yang saling bertarung hingga keduanya mati, sering ditafsirkan sebagai simbol keseimbangan dan konflik yang harus diselesaikan untuk mencapai harmoni. Dalam audit pajak, keseimbangan ini dapat diartikan sebagai upaya untuk menciptakan keadilan antara wajib pajak dan otoritas pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun