Puisi yang ditulis oleh Tan Malaka ini menggambarkan Sang Gerilya sebagai figur heroik yang berbaur dengan masyarakat tetapi selalu siap sedia bertempur kapan saja demi kepentingan masyarakat tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, Sang Gerilya tidak hanya seorang pejuang, tetapi juga seorang:
a) Petani atau Buruh: Bekerja di sawah, kebun, pabrik, atau tambang, ia adalah bagian integral dari rakyat pekerja.
b) Guru: Membimbing masyarakat dengan pengetahuan dan wawasan.
c) Jururawat: Merawat yang sakit, di mana menunjukkan sisi humanis dari perjuangan gerilya.
2. Transformasi Menjadi Pejuang
Ketika situasi mengharuskan, Sang Gerilya harus berubah menjadi kekuatan yang dahsyat, digambarkan sebagai “kilat-halilintar.” Dalam pertempuran, ia menghadapi musuh dengan berbagai senjata, mulai dari mortir hingga bambu runcing. Kehidupan gerilya digambarkan penuh dengan pengorbanan:
a) Langit sebagai atap rumah: Menunjukkan kondisi hidup yang sederhana dan keras.
b) Rumput sebagai kasur: Menyimbolkan kesediaan untuk hidup di alam liar.
c) Senjata sebagai bantal: Menunjukkan kesiagaan penuh dalam menghadapi musuh.
3. Pengabdian Tanpa Batas
Sang Gerilya tidak hanya berjuang hingga musuh hancur, tetapi juga kembali ke masyarakat untuk melanjutkan perannya sebagai bagian dari rakyat. Ini menegaskan prinsip bahwa perjuangan gerilya adalah perjuangan yang sepenuhnya berpihak kepada rakyat.
Analisis Gaya dan Simbolisme Puisi dan Alegori (Satire)
1. Alegori Satire sebagai Alat Kritik
Tan Malaka menggunakan alegori “Gagak dan Serigala” untuk menyampaikan pesan kompleks tentang diplomasi dengan cara yang mudah dipahami. Gaya ini memungkinkan pembaca merenungkan makna yang lebih dalam tanpa merasa secara langsung dikritik.
2. Puisi sebagai Alat Propaganda
Puisi “Sang Gerilya” berfungsi sebagai alat propaganda yang menginspirasi dan memotivasi rakyat untuk mendukung perjuangan. Gaya bahasa yang puitis dan simbolisme yang kuat menciptakan gambaran heroik dari gerilyawan, sehingga dapat memperkuat semangat juang dalam revolusi.
3. Hubungan antara Diplomasi dan Perjuangan Gerilya
Cerita “Gagak dan Serigala” dan puisi “Sang Gerilya” menunjukkan dua sisi perjuangan revolusioner:
- a) Diplomasi: Sebuah medan perjuangan yang membutuhkan kecerdikan, kewaspadaan, dan kemampuan membaca taktik lawan.
- b) Gerilya: Sebuah bentuk perjuangan fisik yang membutuhkan keberanian, ketabahan, dan hubungan erat dengan rakyat.
Tan Malaka mengingatkan bahwa kedua aspek ini harus berjalan seiring. Diplomasi yang tidak waspada dapat mengkhianati perjuangan rakyat, sementara perjuangan fisik tanpa strategi hanya akan membawa kerugian besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI