Gagak dan Serigala: Alegori Diplomasi
Gagak dan Serigala
Adalah seekor burung gagak yang mencuri sepotong dendeng. Dia hinggap pada dahannya suatu pohon. Kemudian datanglah seekor serigala mendekati burung gagak itu. Karena tempatnya burung itu terlampau tinggi, maka tiadalah serigala itu dapat merebut dendengnya burung gagak itu. Maka dipikirkannyalah suatu muslihat supaya mendapatkan dendeng yang diingininya itu.
Dia tahu, bahwa gagak itu adalah seekor burung, yang buruk rupa dan lebih buruk suara, tetapi dia tahu pula, bahwa gagak itu adalah seekor burung yang “uju”, tak kenal keburukannya sendiri dan senang dipuja orang! Dan Maksudnya serigala, ialah hendak memperoleh daging, yang ada diparuhnya gagak itu.
Maka mulailah serigala itu mengucapkan pujiannya seperti berikut:
“Hai burung gagak yang cantik molek berwarna bagus bersuara merdu pula. Alangkah besar hatiku dan terima kasihku kepadamu, jika kamu memperdengarkan suaramu kepadaku.”
Senanglah konon hatinya burung gagak mendengarkan pujiannya serigala itu. Dengan segera dibukannyalah mulutnya buat memperdengarkan suaranya, yang benar-benar disangka merdu itu.
Syahdan setelah itu dia membuka mulutnya untuk menyanyi itu, maka jatuhlah dendeng tadi dari mulutnya.
Sambil burung gagak masih asyik memperdengarkan suaranya dari atas dahan kayu, yang tinggi itu, maka serigala dengan segala suka-cita memungut daging yang jatuh itu dan memakannya sampai habis…………….
Komentar dari Tan Malaka:
Di zaman lampau, maka Pembesar Negara itu tiada suka mendengarkan kritik dari orang bawahannya. Tetapi pujangga yang cerdik insaf pula akan kebenaran pepatah: Binatang tahan palu, manusia tahan kias.
Camkanlah arti yang dalam dari pada Diplomasi-Serigala-Licik itu dengan Gagak-Pelagak (vain idle)[sombong, sia-sia, dan tidak berguna] itu!!!
Mungkin boleh sambil ibaratnya buat menafsirkan Diplomasi Indonesia-Belanda sampai sekarang!!!
1. Cerita dan Makna
Kisah ini menceritakan burung gagak yang tertipu oleh pujian dari serigala licik. Serigala memanfaatkan kelemahan burung gagak, yaitu kesombongan dan keinginannya untuk terus dan selalu dipuji, supaya serigala dapat mengambil dendeng yang diinginkannya. Kemudian, Burung Gagak yang tidak sadar akan kelemahannya tiba-tiba telah menjadi korban dari kelicikan serigala.
2. Diplomasi dalam Konteks Indonesia-Belanda
Tan Malaka menggunakan cerita ini sebagai metafora untuk hubungan diplomasi Indonesia-Belanda pada masa revolusi. Dalam hal ini:
- Serigala: Dalam hal ini melambangkan kelicikan Belanda yang menggunakan strategi diplomasi untuk mendapatkan keuntungan dari Indonesia.
- Burung Gagak: Dalam hal ini, mewakili pihak yang kurang waspada terhadap tipu muslihat dan kelemahan diri sendiri, yakni Pemerintah Republik (menurut Tan Malaka).
Pesan utama dari cerita ini kemudian adalah bahwa, dalam sebuauh perundingan atau diplomasi, pihak yang licik sering kali mencoba memanfaatkan kelemahan lawannya untuk mencapai tujuan. Tan Malaka dalam hal ini memperingatkan dengan satirenya bahwa Indonesia harus berhati-hati agar tidak jatuh dalam perangkap pujian atau janji manis yang ditawarkan Belanda.
3. Relevansi terhadap Kritik Sosial
Tan Malaka juga menggunakan kisah ini untuk mengkritik pembesar negara yang lebih suka menerima “pujian daripada kritik”. Ia menyoroti pentingnya introspeksi dan kesadaran diri dalam memimpin sebuah negara, khususnya di tengah perjuangan revolusi yang sedang berkobar-kobar.
Sang Gerilya: Simbol Heroisme dan Pengorbanan
Di tengah-tengah Masyarakat Rakyat Murba,
Ikut-serta bekerja di sawah, kebun, pabrik, dan tambang,
Di waktu tiada berlatih atau berjuang!
Berlaku sebagai guru kepada murid,
Dan sebagai juru rawat kepada yang sakit.
Tetapi sekonyong-konyong laksana Kilat-Halilintar
Mengejar halaukan musuh yang tersebar, ke sasar!
Langit atap-rumahnya, rumput kasurnya,
Mortir, mitraliyur karabin bantalnya
Atau dengan granat dan bambu-runcing,
Dalam panas hujan dia berbaring…………….
Sampai musuh hancur atau terpelanting!!!
Kembali dia ke tengah Masyarakat-Rakyat-Murba
Sebagai Sang Gerilya
Putra dan Putri, Tua dan Muda
Sampai Indonesia-Merdeka!
1. Peran Sang Gerilya dalam Masyarakat
Puisi yang ditulis oleh Tan Malaka ini menggambarkan Sang Gerilya sebagai figur heroik yang berbaur dengan masyarakat tetapi selalu siap sedia bertempur kapan saja demi kepentingan masyarakat tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, Sang Gerilya tidak hanya seorang pejuang, tetapi juga seorang:
a) Petani atau Buruh: Bekerja di sawah, kebun, pabrik, atau tambang, ia adalah bagian integral dari rakyat pekerja.
b) Guru: Membimbing masyarakat dengan pengetahuan dan wawasan.
c) Jururawat: Merawat yang sakit, di mana menunjukkan sisi humanis dari perjuangan gerilya.
2. Transformasi Menjadi Pejuang
Ketika situasi mengharuskan, Sang Gerilya harus berubah menjadi kekuatan yang dahsyat, digambarkan sebagai “kilat-halilintar.” Dalam pertempuran, ia menghadapi musuh dengan berbagai senjata, mulai dari mortir hingga bambu runcing. Kehidupan gerilya digambarkan penuh dengan pengorbanan:
a) Langit sebagai atap rumah: Menunjukkan kondisi hidup yang sederhana dan keras.
b) Rumput sebagai kasur: Menyimbolkan kesediaan untuk hidup di alam liar.
c) Senjata sebagai bantal: Menunjukkan kesiagaan penuh dalam menghadapi musuh.
3. Pengabdian Tanpa Batas
Sang Gerilya tidak hanya berjuang hingga musuh hancur, tetapi juga kembali ke masyarakat untuk melanjutkan perannya sebagai bagian dari rakyat. Ini menegaskan prinsip bahwa perjuangan gerilya adalah perjuangan yang sepenuhnya berpihak kepada rakyat.
Analisis Gaya dan Simbolisme Puisi dan Alegori (Satire)
1. Alegori Satire sebagai Alat Kritik
Tan Malaka menggunakan alegori “Gagak dan Serigala” untuk menyampaikan pesan kompleks tentang diplomasi dengan cara yang mudah dipahami. Gaya ini memungkinkan pembaca merenungkan makna yang lebih dalam tanpa merasa secara langsung dikritik.
2. Puisi sebagai Alat Propaganda
Puisi “Sang Gerilya” berfungsi sebagai alat propaganda yang menginspirasi dan memotivasi rakyat untuk mendukung perjuangan. Gaya bahasa yang puitis dan simbolisme yang kuat menciptakan gambaran heroik dari gerilyawan, sehingga dapat memperkuat semangat juang dalam revolusi.
3. Hubungan antara Diplomasi dan Perjuangan Gerilya
Cerita “Gagak dan Serigala” dan puisi “Sang Gerilya” menunjukkan dua sisi perjuangan revolusioner:
- a) Diplomasi: Sebuah medan perjuangan yang membutuhkan kecerdikan, kewaspadaan, dan kemampuan membaca taktik lawan.
- b) Gerilya: Sebuah bentuk perjuangan fisik yang membutuhkan keberanian, ketabahan, dan hubungan erat dengan rakyat.
Tan Malaka mengingatkan bahwa kedua aspek ini harus berjalan seiring. Diplomasi yang tidak waspada dapat mengkhianati perjuangan rakyat, sementara perjuangan fisik tanpa strategi hanya akan membawa kerugian besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI