Hal itulah yang sebelumnya ditunjukkan oleh baseline survey tingkat literasi dan pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan dan perbankan tahun 2006.
Apa yang dialami oleh korban, Indah Harini, jauh dari upaya oknum pegawai bank tersebut dalam memasyarakatkan bank tempat Indah membuka rekening. Sebenarnya, edukasi nasabah telah menjadi program prioritas sejak empat tahun silam. Setidaknya, seperti tercantum dalam program Peningkatan Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah, pilar ke-6 dari API (Arsitektur Perbankan Indonesia) yang diluncurkan pada tahun 2004.
Adapun cetak birunya sendiri baru disusun di tahun 2007. Di dalamnya tertuang integrasi dan koordinasi program - program edukasi masyarakat di bidang perbankan, secara keseluruhan.
Visinya adalah ingin mewujudkan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan informasi yang memadai; percaya diri; memahami fungsi dan peran, serta manfaat dan risiko produk jasa bank; sehingga dapat mengelola keuangan secara bijaksana, untuk peningkatan kualitas hidup.
Sedang tujuan utamanya ada lima, yaitu :
(1). Agar masyarakat semakin meminati bank (bank-minded & awareness);
(2). Paham mengenai produk dan jasa bank, serta sadar akan hak dan kewajiban nasabah;
(3). Sadar mengenai aspek kehati-hatian dalam melakukan transaksi keuangan dan kewajiban nasabah;
(4). Sadar mengenai aspek kehati-hatian dalam melakukan transaksi keuangan (risk awareness); dan,
(5) mengenali ketersediaan sarana pengaduan dan mekanisme penyelesaian sengketa dengan bank.
Dari kasus yang di alami Indah Harini, kita dapa sedikit menyimpulkan bahwa pengirim uang tidak tercantum/ghaib. Nasabah menanyakan ke pihak bank setiap kali uang masuk, jawaban bank "tidak ada masalah, itu yang ibu (Indah) silakan gunakan!"