Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

5 Hikmah Film "Siksa Neraka", Auto Bikin Tobat

1 April 2024   17:24 Diperbarui: 1 April 2024   17:27 5197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Siksa Neraka. | Foto arsip Dee Company diambil dari kompas.id

 

 

Saya bukan pecinta film horor. Itu makanya saat diajak menonton film "Siksa Neraka" pada Desember 2023 lalu sempat maju-mundur.

Menonton film horor Indonesia itu ngeri. Hantunya suka dibuat muncul tiba-tiba. Bikin takut, membuat merinding. Itu makanya saya sangat menghindari film horor. Apalagi film horor Indonesia.

Namun, ternyata di film "Siksa Neraka" nyaris tidak ada adegan seperti itu. Hampir tidak ada jump scare.  Adegan yang paling dihindari oleh penonton yang penakut seperti saya.

Alih-alih mengekspos mengenai hantu, film "Siksa Neraka" lebih menyoroti ganjaran yang akan kita terima di akhirat kelak berdasarkan amal dan perbuatan yang kita lakukan di dunia.

Tidak hanya itu, ada banyak pelajaran dan hikmah yang dapat kita renungkan usai menonton film yang disutradarai oleh Anggy Umbara ini.

Sosok Teladan, Belum Tentu Memiliki Kepribadian Baik

Film "Siksa Neraka" menceritakan mengenai empat orang bersaudara, Saleh yang diperankan oleh Rizky Fachrel, Fajar yang diperankan oleh Kiesha Alvaro, Tyas yang diperankan oleh Ratu Sofya, dan Azizah yang diperankan oleh Nayla Purnama. Mereka berempat merupakan anak seorang ustadz yang cukup disegani di sebuah desa.

Saleh, si anak sulung, digambarkan sebagai sosok teladan. Anak kebanggaan kedua orang tua. Ia sedang berkuliah tingkat akhir di sebuah kampus di Jakarta. Anaknya (dianggap) sopan dan juga pintar. Ia bahkan menjadi seorang asisten dosen. Sehingga, bisa memiliki uang saku tambahan.

Setiap pulang kampung, ia juga selalu membelikan hadiah-hadiah yang dapat menyenangkan ayah, ibu, ketiga adik, hingga beberapa warga desa. Alhasil, dia menjadi sosok yang disukai semua orang.

Tak dinyana, usai Saleh meninggal dunia karena hanyut di sungai beserta ketiga adiknya saat hujan deras di suatu malam, aibnya satu persatu terkuak.

Ia ternyata tidak sebaik yang dikira. Saleh hobi ikut judi online, pergi ke tempat pijat plus plus. Dia juga bahkan tega menipu warga desa.

Saleh menghimpun dana dari beberapa warga desa dengan dalih untuk ikut asuransi kesehatan. Apalagi ada warga desa yang terkena katarak. Namun, dana tersebut ternyata bukan digunakan untuk asuransi kesehatan si warga desa yang mendaftar, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi. Salah satunya termasuk untuk membeli hadiah-hadiah kecil untuk keluarga dan warga desa.

Itu makanya jangan terlalu silau dengan image baik yang dibangun oleh seseorang. Jangan terlalu kagum. Baik di permukaan, belum tentu juga baik dalamnya. Kagum sewajarnya saja.

Digembleng Agama dengan Baik, Belum Tentu Menjadi Anak Baik

Sebagai anak pemuka agama, Saleh, Fajar, Tyas, dan Azizah dididik dengan baik secara Islam. Mereka diberi tahu dan dicontohkan apa yang sebaiknya dilakukan, apa yang tidak. Meski demikian, tidak otomatis anak-anak tersebut menjadi taat agama dan memiliki ahlak yang baik.

Fajar ternyata jauh dari sosok seorang anak ustadz. Ia berulangkali berpacaran. Padahal dalam agama Islam berpacaran itu dilarang. Untuk modal berpacaran dengan banyak gadis, Fajar juga bahkan sampai mencuri kotak amal di sebuah masjid.

Tidak hanya Fajar, kelakuan Azizah si anak bungsu juga sebelas-dua belas. Azizah bahkan tega memfitnah teman sekelasnya hingga dikeluarkan dari sekolah hanya karena sebuah gelang plastik. Si teman tersebut bahkan sampai bunuh diri.

Dari sini kita belajar, digembleng agama dengan baik saja belum tentu menjadi seorang anak yang baik, apalagi bila tidak diajari dan dicontohkan.

Anak yang Dianggap Bodoh, Belum Tentu Tidak Cerdas

Tyas dianggap anak paling bodoh diantara ketiga saudaranya. Si anak ketiga tersebut memang kerap mendapat nilai buruk saat ujian, terutama saat ujian Matematika.

Alhasil, ia sering kena hukum sang ayah. Telapak tangannya sering dipukul dengan sebuah tongkat kayu.

Meski demikian, bila melihat sosok Tyas, bukan berarti ia tidak cerdas. Ia mungkin hanya lemah di beberapa pelajaran sekolah.

Menurut saya, ia justru anak yang cerdas. Hal tersebut dapat terlihat saat ia kecil bertanya kepada sang ibu, "Ibu, apakah anak bodoh masuk neraka?"

Bila ia bodoh, tidak mungkin bertanya seperti itu. Tidak akan kepikiran. Selain itu, Tyas juga lah yang paling patuh dan taat beragama.

Pelajaran yang dapat diambil dari sini, sebagai orang tua, jangan menganggap anak bodoh hanya karena lemah di bidang tertentu. Justru, harus didampingi untuk lebih mengembangkan keahliannya dibidang lain yang ia kuasai.


Jangan Abaikan Nasihat Orang Tua

Sejak kecil Azizah hobi bernyanyi. Meski ditentang oleh sang ayah yang seorang ustadz, ia kerap berdendang. Saat duduk di sekolah menengah Azizah bahkan ikut sebuah kejuaraan bernyanyi dan lolos hingga babak final.

Sayang, saat harus bertarung di babak final, sang ayah tahu dan Azizah dilarang melanjutkan ikut perlombaan tersebut. Kata sang ayah, ikut lomba menyanyi yang menjadi perhatian bayak orang, lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.

Namun beruntung, beberapa waktu sebelum lomba final tersebut digelar, ayah dan ibu Azizah harus takziah. Sehingga, mereka harus meninggalkan rumah selama beberapa jam.

Selain itu, si kakak sulung, Saleh, bersedia mengantar Azizah ke desa sebelah untuk ikut lomba final menyanyi. Saleh juga bahkan memaksa kedua adiknya yang lain, Fajar dan Tyas, untuk ikut juga ke acara tersebut.

Akan tetapi, malang tidak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih, di perjalanan mereka mendapat musibah. Keempat kakak beradik itu hanyut terbawa arus sungai yang deras akibat hujan lebat.

Hikmah yang dapat diambil, jangan abaikan nasihat orang tua. Nanti kita terkena bala. Terlebih saat diperjalanan, mereka juga sempat diingatkan oleh Abah Harjo yang diperankan oleh Selamet Rahardjo untuk tidak menyebrang ke desa sebelah karena berbahaya.

Namun, mereka abai, terutama Saleh si anak sulung.

Melihat Visualisasi Siksa Neraka

Melalui film ini kita dapat melihat visualisasi siksa neraka. Usai meninggal, kakak-beradik itu ada yang disiksa dengan setrika raksasa yang super panas, ditusuk mulutnya dengan timah api, meminum air yang mendidih dan saking panasnya hingga berwarna oranye, hingga dicemplungkan ke kolam api.

Ngeri sebenarnya, terlihat begitu sadis.

Namun, dengan melihat adegan-adegan tersebut kita jadi sadar dengan perbuatan-perbuatan minus kita di dunia, dengan dosa-dosa yang sudah kita perbuat. Auto tobat jadinya hehe.

Dari film ini kita belajar, memang penting jadi orang baik dan beriman, bukan yang pura-pura baik dan beriman. Allah SWT maha tahu.

Salam Kompasiana! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun