Tak dinyana, usai Saleh meninggal dunia karena hanyut di sungai beserta ketiga adiknya saat hujan deras di suatu malam, aibnya satu persatu terkuak.
Ia ternyata tidak sebaik yang dikira. Saleh hobi ikut judi online, pergi ke tempat pijat plus plus. Dia juga bahkan tega menipu warga desa.
Saleh menghimpun dana dari beberapa warga desa dengan dalih untuk ikut asuransi kesehatan. Apalagi ada warga desa yang terkena katarak. Namun, dana tersebut ternyata bukan digunakan untuk asuransi kesehatan si warga desa yang mendaftar, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi. Salah satunya termasuk untuk membeli hadiah-hadiah kecil untuk keluarga dan warga desa.
Itu makanya jangan terlalu silau dengan image baik yang dibangun oleh seseorang. Jangan terlalu kagum. Baik di permukaan, belum tentu juga baik dalamnya. Kagum sewajarnya saja.
Digembleng Agama dengan Baik, Belum Tentu Menjadi Anak Baik
Sebagai anak pemuka agama, Saleh, Fajar, Tyas, dan Azizah dididik dengan baik secara Islam. Mereka diberi tahu dan dicontohkan apa yang sebaiknya dilakukan, apa yang tidak. Meski demikian, tidak otomatis anak-anak tersebut menjadi taat agama dan memiliki ahlak yang baik.
Fajar ternyata jauh dari sosok seorang anak ustadz. Ia berulangkali berpacaran. Padahal dalam agama Islam berpacaran itu dilarang. Untuk modal berpacaran dengan banyak gadis, Fajar juga bahkan sampai mencuri kotak amal di sebuah masjid.
Tidak hanya Fajar, kelakuan Azizah si anak bungsu juga sebelas-dua belas. Azizah bahkan tega memfitnah teman sekelasnya hingga dikeluarkan dari sekolah hanya karena sebuah gelang plastik. Si teman tersebut bahkan sampai bunuh diri.
Dari sini kita belajar, digembleng agama dengan baik saja belum tentu menjadi seorang anak yang baik, apalagi bila tidak diajari dan dicontohkan.
Anak yang Dianggap Bodoh, Belum Tentu Tidak Cerdas
Tyas dianggap anak paling bodoh diantara ketiga saudaranya. Si anak ketiga tersebut memang kerap mendapat nilai buruk saat ujian, terutama saat ujian Matematika.