Minggu, 8 Mei 2016, memang sempat hujan cukup deras di pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura tersebut, namun hanya berlangsung sekitar 5-10 menit. Hujan tersebut turun sekitar pukul 7:20 WIB, belum genap jam menunjukkan pukul 7:30 WIB hujan sudah berhenti total.
Mengais Air Waduk yang Sudah Kritis
Saya sempat tertegun saat Minggu lalu melihat belasan warga Belakang Padang yang bergantian mengambil air dari waduk yang mulai mengering. Pasalnya, air di waduk tersebut lebih mirip genangan, dibanding tampungan. Apalagi waduk tersebut cukup subur ditumbuhi beragam tanaman.
Beberapa warga yang sempat saya ajak berbincang mengatakan, mereka terpaksa mengambil air dari waduk tersebut. Hal itu dikarenakan tidak ada air hujan yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Jauh sebelum ada sistem pengelolaan air bersih, warga pulau yang berpenduduk sekitar 190 ribu tersebut memang memanfaatkan air hujan untuk memenuhi keperluan air bersih.
Khairul mengatakan, setiap hari ia dan sang ayah harus mengambil air dari waduk sebanyak dua drum atau sekitar 400 liter untuk memenuhi kebutuhan air seluruh keluarga. Saat libur sekolah ia biasanya mengambil air pada pagi hari, namun pada hari sekolah ia mengambil air sore hari usai beraktivitas di sekolah.
Sementara Yono, biasanya mengambil air sekitar 150 liter per hari. Namun saat hari libur ia bisa mengambil air lebih banyak dari itu. Libur panjang selama empat hari lalu (5-8/5) dimanfaatkan Yono untuk mengisi penuh-penuh tampungan air di rumahnya. Sehingga, saat hari kerja, ia tidak harus mengambil air terlalu banyak.
Ia mengatakan, selalu memastikan tampungan air di rumahnya cukup untuk memenuhi keperluan beberapa hari. Setiap hari Yono mencicil mengambil air sebelum air di rumahnya benar-benar habis. Apalagi ia masih memiliki balita sehingga menurutnya sangat riskan bila benar-benar tidak memiliki simpanan air.