Berdasarkan pengalaman sebelumnya, butuh waktu sekitar lima tahun untuk membangun Dam Duriangkang. Dam Tembesi bahkan sudah tujuh tahun dibangun namun air bakunya belum bisa dimanfaatkan. Itu belum termasuk waktu untuk survey, feasibility study dan pengajuan anggaran. Persiapan sebelum pembangunan setidaknya memerlukan waktu sekitar tiga tahun.
Bila pemerintah berniat untuk membangun dam baru agar air baku di Batam tetap cukup, sebaiknya sudah mulai dipikirkan dari sekarang. Pembangunan dam paling cepat bisa dilakukan dalam waktu lima tahun. Itu berarti paling lambat tahun 2018 pemerintah sudah harus mulai membangun dam baru sebagai sumber air bersih.
[caption caption="Dok Benny/Benny Andrianto saat menjadi pembicara pada salah satu acara yang diadakan secara regional di Kota Batam beberapa waktu lalu."]
Sebelum melangkah pada pembangunan dam baru, apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan kehandalan dam yang sudah ada?
Menjaga kehandalan dam di Kota Batam merupakan tanggung jawab kita bersama.
Pemerintah sebaiknya melakukan pengerukan secara berkala untuk menjaga kehandalan dam. Untuk masyarakat Batam, jangan mendirikan bangunan dan tinggal di lingkungan dam. Mari kita jaga agar daerah tangkapan air tidak beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman.
Bila daerah tangkapan air beralih fungsi, air hujan dikhawatirkan akan langsung masuk ke dam dan menyebabkan pendangkalan dan evaporasi lebih cepat sehingga Batam tidak memiliki simpanan air. Bila daerah tangkapan air semakin berkurang, saat hujan turun, dikhawatirkan air akan meluap dan menyebabkan banjir seperti yang sudah terjadi di beberapa daerah. Sementara, saat tidak ada hujan, air juga otomatis tidak ada karena tidak tersimpan.
Sebagai bentuk tanggung jawab ATB di bidang lingkungan, setiap tahun kami melakukan penanaman pohon di daerah tangkapan air, fasilitas umum hingga sekolah. Kami rutin mengadakan acara penanaman pohon sejak tahun 2009. Tujuannya tentu untuk membantu menjaga daerah tangkapan air agar tetap terjaga.
Mengingat Batam sebagai daerah pesisir, apakah memungkinkan mengolah air laut menjadi air layak konsumsi?
Tidak ada yang tidak mungkin dengan teknologi. Air limbah saja bisa diolah menjadi air minum, apalagi air laut. Hanya saja ada beberapa konsekuensi bila kita mengolah air laut menjadi air layak konsumsi. Pertama adalah konsekuensi biaya yang tidak murah untuk membangun instalasi pengolahan. Sebagai contoh adalah pengolahan air laut menjadi air tawar di Tanjung Pinang. Untuk membangun instalasi pengolahan berkapasitas 50 liter/detik membutuhkan biaya hingga Rp50 miliar. Bila Batam membangun instalasi untuk 3.500 liter/detik berapa biaya yang harus dikeluarkan?
Besarnya biaya untuk membangun instalasi pengolahan, nantinya pasti akan berpengaruh terhadap tarif air kepada pelanggan. Saat ini tarif air ATB untuk Kategori Domestik adalah Rp3.500/m3, nanti setelah mengolah air laut apakah siap membayar tarif air menjadi Rp20.000/m3.