“Kalau dibandingkan dengan Sonia-mu itu, aku jelas kalah jauh.”
Oalah.. Jadi muaranya tetap ke Sonia juga? Hampir saja aku terbahak kalau saja tak kulihat mendung menyaput wajah Marina. Kueratkan pelukanku.
“Kenapa sih tiba-tiba saja Sonia jadi begitu penting sampai membuat Mama harus berubah seperti ini?” bisikku di telinganya.
“Lah dulu saja Papa bisa nginthil terus padanya, kenapa sekarang ndak?”
“Ya jelas ndak toh.. Wong aku sudah punya istri sempurna kok.”
Marina seketika mengubah posisi duduknya kemudian menatapku dengan ribuan rasa tak percaya bermain dalam bening matanya. Aku balas menatapnya, berusaha menanamkan keyakinan itu. Bahwa cuma ia yang ada di hatiku sekarang.
Aku tak tahu apakah ia percaya padaku atau tidak. Tapi aku memang tak membohonginya. Aku memang mencintainya. Meskipun......
__________
4.