5.
SEBUAH layar. Sebuah biru dominan. Dua garis kaku, membagi layar itu.
Di paling kiri, sesosok perempuan hanya telentang sementara ular-ular kecil melilit tubuhnya dan menjadi rambutnya. Di atasnya, burung-burung bersayap gelap. Di atasnya, asam langit malam.
Di tengah, sesosok lelaki. Bersamanya, seberkas cahaya dan segetas suara. Dari mulut lelaki itu berloncatan kata-kata yang telah ia eja. Di bening matanya: air mata.
Dan di paling kanan adalah sesosok perempuan yang beberapa saat sebelumnya telah tahu bahwa ia harus malu. Ia berusaha menutupi tubuhnya, seolah tubuh adalah dosa, atau noda yang kekal ada. Di sepasang matanya: air mata. Di sebelah kiri di dekatnya: pohon itu.
Lalu perlahan-lahan layar jadi samar. Satu-satu gambar-gambar itu membesar menjadi satu-satunya yang terlihat. Sesosok perempuan telentang, sesosok lelaki dan seberkas cahaya, sesosok perempuan lain. Di tiap-tiap layar itu membesar masing-masing kata menjelma ada untuk kemudian kembali tertera ketika ketiga gambar diperlihatkan dan biru sempurna berubah hitam: maaf.
Ketika usai, sebuah pertanyaan dimunculkan dalam tiga baris dengan warna putih: siapa yang sesungguhnya berdosa?(*)
Bogor.19-November.2011