Akibat disagregasi, muncul istilah baru yakni hyperphotography.
Fotografi tidak lagi hanya sebatas visual gambar saja, melainkan media yang interaktif dan berjejaring dengan bentuk multimedia. Contohnya, slideshows (beraudio maupun tidak), e-book, narasi yang panjang (disertai elemen multimedia), majalah dengan konten visual yang kuat, dan cerita interaktif.
Salah satu keuntungan dari bentuk storytelling baru adalah konsumen dimungkinkan untuk mengakses dari situs dan perangkat seluler dalam jangkauan yang luas.
Ekonomi media setelah adanya disrupsi
Mode storytelling baru menjadi tantangan bagi ekonomi media baru. Sebagaimana jurnalisme banyak bergantung pada ruang iklan sebagai sumber pendapatan mereka, runtuhnya iklan media cetak tentu memberi pengaruh besar.
Periklanan digital bertumbuh, namun tidak optimal untuk diintegrasikan dengan bisnis jurnalisme. Sebab, bisnis periklanan lebih memilih untuk mencari platform tersendiri dalam melakukan publikasi iklan mereka.
Strategi media pastinya berubah demi tetap meraih keuntungan atas publikasi mereka.
Seperti The New York Times yang memberikan kesempatan bagi konsumen untuk dapat mengakses maksimal sepuluh artikel per bulannya, sebelum menawarkan biaya langganan.
Cara ini berhasil meraih sebanyak 640.000 konsumen yang akhirnya memilih untuk berlangganan. Pendapatan The New York Times yang berasal dari subscriber dan iklan berhasil diseimbangkan.
Simpulan
Jurnalisme multimedia mungkin awalnya tampak sederhana, tapi ternyata banyak aspek yang memberikan manfaat jika dipahami dengan baik.