Pelanggaran oleh media kelompok pertama disebabkan oleh kurangnya kontrol editor, tidak cermat dalam pemilihan data/kalimat, tidak menguji informasi, serta tidak berimbang kepada pihak yang berpotensi dirugikan. Kecenderungannya disebabkan oleh kesegeraan media untuk menyiarkan berita.
Â
Pada kelompok kedua, pelanggaran terjadi dikarenakan keinginan agar berita dapat terekspos dan eksis, sehingga cuek terhadap etika dan aturan. Kencenderungannya, judul berita bersifat menghakimi, kesimpulan tidak berdasarkan fakta, dan sumber yang tidak dipertanggungjawabkan.
Media berita dengan website address bernama purnamanews.com mempublikasikan berita berjudul "Tuntutan Belum Dipenuhi, Puluhan Karyawan PT Sharp Palembang Kembali Berujuk Rasa" (Juli 2018).
Berdasarkan klarifikasi, diketahui bahwa sumber berita jurnalis berasal dari keponakannya yang melakukan unjuk rasa di Palembang. Realitanya adalah mereka yang melakukan unjuk rasa merupakan karyawan outsourcing PT Sinar Mulia Utama (SMU) yang memasarkan produk PT Sharp Indonesia, sebab tidak digaji oleh PT SMU selama berbulan-bulan.
Diputuskan oleh Dewan Pers bahwa media wajib untuk memuat hak jawab pada laman berita media dan meminta maaf kepada Pengadu, serta meningkatkan kompetensi redaksi. Berita ini dimuat dengan judul "Klarifikasi dan Hak Jawab dari PT. Sharp Elektronis Indonesia" (September 2018).
Â
Studi kasus plagiarisme
Artikel yang ditulis Kartinawati (2017) menjelaskan istilah jurnalisme kloning mengarah pada perilaku jurnalis yang mencontek berita media lain yang (mungkin) disebabkan tidak maksimalnya perolehan data bahkan sama sekali tidak melakukan proses peliputan, kemudian mempublikasikan berita tersebut atas nama si jurnalis kloning.
Garini dan Besman (2018) dalam artikel lain mengutip Lestari (2015) bahwa jurnalisme kloning merupakan aktivitas bertukar sumber berita dalam wujud rekaman dan catatan wawancara, maupun berita jadi oleh jurnalis.