Sejak hadirnya era digitalisasi, media berita mengalami banyak perubahan. Terbukti dengan minimnya jumlah media konvensional seperti surat kabar, majalah, televisi, dan radio dibandingkan dengan media online (Ashari, 2019).
Mengutip situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia (2018), diperkirakan ada 43 ribu media berita online di Indonesia, dengan jumlah terverifikasi tidak lebih dari angka seratus.
Sifat internet yang tidak terbatas menyempatkan penggunanya untuk mengakses, menyunting, hingga menciptakan fitur bahkan media mereka sendiri. Mirisnya, ketidakterbatasan ini memungkinkan setiap netizen untuk melakukan berbagai kegiatan sesuai keinginan pribadi.
Setiap orang berkeinginan untuk dapat menerima dan membagikan informasi sebanyak-banyaknya. Memungkinkan jika inilah penyebab banyaknya media berita online yang reputasi dan kredibilitasnya patut dipertanyakan.
Â
Survei yang dilakukan Kemkominfo bersama Katadata Insight Center (KIC) menyatakan sebanyak 26.7% dari sepuluh ribu responden terbiasa mencari informasi melalui media berita online. Namun, ditemukan bahwa mayoritas belum terbiasa menyaring berita yang ditemukan.
Gambar 1 menunjukkan 60.9% responden tidak pernah mengecek website address meski ditemukan kejanggalan, seperti modifikasi nama situs dari media terpercaya.
58.7% tidak penasaran terhadap latar belakang media berita, seperti mengeklik bagian "Tentang Kami".
44.7% responden hanya membaca berita dari satu sumber saja untuk suatu konten tertentu. 17% lainnya sering mengakses media berita lain.
Indikasinya, netizen Indonesia cenderung mudah untuk terpapar disinformasi (informasi yang sengaja disebarkan dengan tujuan menipu) maupun misinformasi (informasi tidak akurat yang bisa tersebar karena ketidaksengajaan).
Kebijakan jurnalistik
Sebuah informasi dianggap kredibel apabila dipaparkan oleh sumber yang kompeten. Misalnya, penjelasan mendalam mengenai penyebab dan cara mengatasi suatu penyakit akan lebih dapat diandalkan jika dijelaskan oleh seseorang yang berprofesi sebagai dokter, bukan pengacara.
Sama halnya dengan produk berita. Artikel berita yang ditulis oleh seorang jurnalis kompeten selayaknya dapat dipercaya dibandingkan dengan tulisan yang dimuat di blog oleh sosok tanpa kompetensi di bidang jurnalistik.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) diputuskan oleh Dewan Pers sejak masa setelah kemerdekaan Indonesia di tahun 1968, dengan wujud terbaru yang disahkan pada tahun 2006. KEJ berfungsi sebagai pagar penjaga bagi jurnalis untuk memproduksi dan mendistribusikan berita tanpa merugikan pihak manapun.
Kredibilitas produk berita jurnalistik diatur seperti dalam KEJ Pasal 1 dan Pasal 2. Bunyi dari Pasal 1 adalah "Jurnalis Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk." dengan penafsiran pada poin B yaitu "Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.". Pasal 2 berbunyi "Jurnalis Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik." dengan penafsiran cara-cara profesional pada poin G yaitu "tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan jurnalis lain sebagai karya sendiri;".
Selain KEJ, Dewan Pers (2012) telah mengeluarkan Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS), khusus mengenai kebijakan terhadap publikasi berita di media online.
Dalam pedoman tersebut, perihal kredibilitas tertuang pada poin 2 yakni "Verifikasi dan keberimbangan berita". Inti dari poin tersebut adalah bahwa sebuah berita harus memiliki sumber yang kredibel dan kompeten.
Kedua kebijakan di atas menunjukkan bahwa sebuah produk berita semestinya bersifat akurat dan terhindar dari plagiarisme.
Studi kasus akurasi berita
Jurnal "Ada Apa Dengan Media Siber?" oleh Bangun (2018) menceritakan mengenai media berita online yang diadukan ke Dewan Pers yang terbagi dalam dua pengelompokkan -- media mainstream bereputasi, memiliki badan hukum Indonesia, serta dikelola oleh jurnalis bersertifikat yang telah menerapkan standar dari Dewan Pers dan media baru yang belum berbadan hukum, tidak dikelola oleh jurnalis utama, serta pengelolaan redaksi tidak sesuai standar.
Pelanggaran oleh media kelompok pertama disebabkan oleh kurangnya kontrol editor, tidak cermat dalam pemilihan data/kalimat, tidak menguji informasi, serta tidak berimbang kepada pihak yang berpotensi dirugikan. Kecenderungannya disebabkan oleh kesegeraan media untuk menyiarkan berita.
Â
Pada kelompok kedua, pelanggaran terjadi dikarenakan keinginan agar berita dapat terekspos dan eksis, sehingga cuek terhadap etika dan aturan. Kencenderungannya, judul berita bersifat menghakimi, kesimpulan tidak berdasarkan fakta, dan sumber yang tidak dipertanggungjawabkan.
Media berita dengan website address bernama purnamanews.com mempublikasikan berita berjudul "Tuntutan Belum Dipenuhi, Puluhan Karyawan PT Sharp Palembang Kembali Berujuk Rasa" (Juli 2018).
Berdasarkan klarifikasi, diketahui bahwa sumber berita jurnalis berasal dari keponakannya yang melakukan unjuk rasa di Palembang. Realitanya adalah mereka yang melakukan unjuk rasa merupakan karyawan outsourcing PT Sinar Mulia Utama (SMU) yang memasarkan produk PT Sharp Indonesia, sebab tidak digaji oleh PT SMU selama berbulan-bulan.
Diputuskan oleh Dewan Pers bahwa media wajib untuk memuat hak jawab pada laman berita media dan meminta maaf kepada Pengadu, serta meningkatkan kompetensi redaksi. Berita ini dimuat dengan judul "Klarifikasi dan Hak Jawab dari PT. Sharp Elektronis Indonesia" (September 2018).
Â
Studi kasus plagiarisme
Artikel yang ditulis Kartinawati (2017) menjelaskan istilah jurnalisme kloning mengarah pada perilaku jurnalis yang mencontek berita media lain yang (mungkin) disebabkan tidak maksimalnya perolehan data bahkan sama sekali tidak melakukan proses peliputan, kemudian mempublikasikan berita tersebut atas nama si jurnalis kloning.
Garini dan Besman (2018) dalam artikel lain mengutip Lestari (2015) bahwa jurnalisme kloning merupakan aktivitas bertukar sumber berita dalam wujud rekaman dan catatan wawancara, maupun berita jadi oleh jurnalis.
Dalam pemaknaannya, aktivitas jurnalisme kloning erat kaitannya dengan plagiarisme.
Â
Henry Soelistyo (dalam Garini & Besman) melalui buku berjudul "Plagiarisme Pelanggaran Hak Cipta dan Etika" memaparkan sembilan poin ruang lingkup plagiarisme, dengan inti antara lain menggunakan dan mengakui tulisan, gagasan, temuan, karya milik orang lain sebagai milik sendiri.
Media Indonesia (mediaindonesia.com), salah satu media berita yang sudah memiliki nama di kalangan masyarakat dipergoki membuat dan menyiarkan berita plagiat yang berjudul "Keluarga Besar Al Bin Smith Mohon Maaf atas Perbuatan Bahar".
Melalui mediasi oleh Dewan Pers, ditemukan bahwa hampir 90% berita yang diunggah oleh Media Indonesia identik dengan berita "Keluarga Besar Al Bin Smith Malu dan Mohon Maaf Atas Perbuatan Bahar Bin Smith" oleh Kata Logika.
Sebagai konsekuensi akan pelanggaran terhadap Pasal 2 huruf (g) Kode Etik Jurnalistik dan butir 5 Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber, Media Indonesia mencabut unggahan berita dan mempublikasikan permintaan maaf kepada pihak yang dirugikan.
Simpulan
Kebutuhan masyarakat informasi sangat terpenuhi dengan adanya konvergensi media konvensional ke media online. Untuk dapat memberikan informasi yang kredibel, dibutuhkan adanya tanggung jawab jurnalis sebagai penyuplai informasi terhadap akurasi berita dan karya yang orisinil dan terhindar dari plagiarisme. Dengan demikian, masyarakat dapat membekali pengetahuan diri melalui informasi yang akurat dan bermanfaat.
Referensi
Ahdiat, A. (2022, September 15). Banyak warga RI belum terbiasa menyaring berita online. databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/15/banyak-warga-ri-belum-terbiasa-menyaring-berita-online
Alibas. (2022, April 28). Media Indonesia terbukti plagiat karya jurnalistik portal Kata Logika. Kata Logika. https://www.katalogika.com/info-logika/pr-1443317469/media-indonesia-terbukti-plagiat-karya-jurnalistik-portal-kata-logika
Ashari, M. (2019). Jurnalisme digital: Dari pengumpulan informasi sampai penyebaran pesan. Inter Komunika: Jurnal Komunikasi, 4(1), 1-16.
Bangun, H. C. H. (2018). Ada apa dengan media siber?. Jurnal Dewan Pers, 18, 46-51.
Dewan Pers. (2012). Pedoman pemberitaan media siber. https://dewanpers.or.id/kebijakan/pedoman
Dewan Pers. (n.d.). Frequently asked questions. https://dewanpers.or.id/kontak/faq
Dimitha, D. V., Saleh, R., & Anisah, N. (2017). Pelanggaran kode etik jurnalistik pada media online AJNN. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, 2(3), 1-15.
Garini, T. & Besman, A. (2018). Praktik jurnalisme kloning di kalangan wartawan online. Mediator: Jurnal Komunikasi, 11(1), 1-9.
Hayaty, M., Efriyanto, T., & Wahyuni, S. R. (2022). Implementasi dan pelatihan penggunaan aplikasi deteksi plagiat berita online pada klikkalteng.id. JAMAIKA: Jurnal Abdi Masyarakat, 3(1), 25-33.
Juditha, C. (2013). Akurasi berita dalam jurnalisme online (Kasus dugaan korupsi Mahkamah Konstitusi di portal berita Detiknews). Jurnal Pekommas, 16(3), 145-154.
Kartinawati, E. (2017). Jurnalisme kloning di kalangan jurnalis Kota Surakarta. THE MESSENGER, 9(1), 91-102.Â
Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia. (2018). Menkominfo: Baru 100 portal berita online terverifikasi. https://www.kominfo.go.id/content/detail/12345/menkominfo-baru-100-portal-berita-online-terverifikasi/0/berita_satker
Kurniawan, A. (2022, April 28). Dewan Pers sesalkan plagiat karya jurnalistik dilakukan Media Indonesia. Kata Logika. https://www.katalogika.com/info-logika/pr-1443317758/dewan-pers-sesalkan-plagiat-karya-jurnalistik-dilakukan-media-indonesia
Kurniawan, A. (2022, April 28). Media Indonesia minta maaf pada portal Kata Logika telah lakukan plagiat. Kata Logika. https://www.katalogika.com/info-logika/pr-1443317986/media-indonesia-minta-maaf-pada-portal-kata-logika-telah-lakukan-plagiat
Kurniawan, A. (2022, April 29). Sidang Dewan Pers buktikan Media Indonesia lakukan plagiat karya jurnalistik. Kata Logika. https://www.katalogika.com/info-logika/pr-1443320321/sidang-dewan-pers-buktikan-media-indonesia-lakukan-plagiat-karya-jurnalistik
Nugroho, B. & Samsuri. (2013). Pers berkualitas, masyarakat cerdas. DEWAN PERS.
Nurhajati, L., Artini, & Wijayanto, X. A. (2018). Laporan hasil penelitian pemahaman dan pelanggaran kode etik jurnalistik pada jurnalis Indonesia.
Prayudhi, D. (2013). Persepsi mahasiswa tentang tingkat akurasi pemberitaan media online "Detikcom" (Studi survei persepsi mahasiswa reguler FISIP Untirta) [Skripsi sarjana, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa]. Eprints Repository UNTIRTA. https://eprints.untirta.ac.id/143/
Widiyawati, W. (2018). Akurasi dan objektivitas berita media online (Studi tentang kualitas pemberitaan di Solopos.com periode 19-25 September 2016). Jurnal Komunitas: Komunikasi Tiada Batas, 5(2), 93-105.
Widodo, Y. (2020). Jurnalisme multimedia. Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H