Mohon tunggu...
Elok IngRatri
Elok IngRatri Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi

hanya penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Imunisasi Kedaulatan Negara, Antara Kewajiban Internasional dan Hak Nasional

3 Desember 2024   08:15 Diperbarui: 3 Desember 2024   08:36 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemerdekaan negara telah berkembang seiring dengan perkembangan hukum internasional. Pada awalnya, doktrin ini berlaku secara keseluruhan: negara absolut tidak boleh digugat atau dituntut di pengadilan mana pun tanpa persetujuan mereka. Namun, doktrin imunitas mutlak berubah menjadi imunitas terbatas karena kompleksitas transaksi bisnis internasional dan kebutuhan akan tanggung jawab. Iure imperii (publik) dan iure gestionis (komersial) adalah dua kategori tindakan negara yang dilindungi oleh immunitas terbatas.

  • Iure Imperii: Tindakan yang dilakukan oleh negara sebagai entitas berdaulat, seperti membuat undang-undang dan menerapkan kebijakan publik. Negara tetap tidak terlibat dalam hal ini.
  • Iure Gestionis: Tindakan yang dilakukan oleh negara baik secara komersial maupun privat. Dalam kasus ini, negara dapat diadili jika bertindak seperti pedagang karena tidak memiliki imunitas.

Meskipun tujuan doktrin imunitas kedaulatan negara adalah untuk meningkatkan rasa hormat dan hubungan diplomatik, ia sering dipertanyakan dalam beberapa konteks. Dilema antara menegakkan keadilan global dan mempertahankan prinsip imunitas seringkali muncul dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia berat seperti genosida atau penyiksaan. Tanpa terhalang oleh imunitas negara, lembaga internasional seperti Mahkamah Internasional (ICJ) dan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah berusaha menegakkan akuntabilitas.

Reformasi hukum internasional semakin diperlukan untuk mengatasi ketidakjelasan dan kemungkinan penyalahgunaan prinsip imunitas. Misalnya, Doktrin Jus Cogens menyatakan bahwa dalam kasus pelanggaran berat, klaim imunitas negara ditolak oleh standar imperatif internasional seperti larangan genosida dan penyiksaan. Reformasi ini bertujuan untuk mencegah imunitas disalahgunakan untuk melindungi pelaku kejahatan internasional.

Evolution of Imunitas Kedaulatan Negara

Konsep imunitas kedaulatan negara dapat ditemukan kembali ke zaman Yunani Kuno, yang merupakan awal pemikiran tentang kedaulatan dan kekebalan negara dari intervensi luar. Penguasa negara dianggap memiliki kekebalan terhadap tuntutan hukum negara lain dalam konteks ini. Imunitas saat ini lebih bersifat filosofis, dengan gagasan bahwa raja atau pemimpin tidak dapat dipaksa untuk tunduk pada pengadilan asing.

 Imunitas mulai berkembang menjadi gagasan bahwa raja tidak dapat berbuat salah (raja tidak dapat berbuat salah). Ini menandai pergeseran dari tuntutan imunitas ke pengakuan bahwa tindakan raja tidak dapat dihukum. 

Pada abad ke-19, hukum internasional semakin mengintegrasikan prinsip kedaulatan negara, dengan penegasan bahwa setiap negara memiliki hak untuk tidak diadili oleh negara lain tanpa persetujuan mereka. Pada awalnya, doktrin imunitas kedaulatan secara mutlak---atau imunitas kedaulatan absolut---menunjukkan bahwa negara tidak dapat digugat atau dituntut dalam pengadilan mana pun tanpa persetujuan negara. 

Imunitas ini melindungi negara dari tuntutan hukum terhadap tindakan publik dan privat. Kebutuhan untuk mengubah doktrin imunitas meningkat seiring dengan meningkatnya interaksi internasional dan kompleksitas transaksi bisnis. Imunitas terbatas, juga dikenal sebagai imunitas negara terbatas, digunakan pada abad ke-20. 

Metode ini membedakan tindakan publik (iure imperii) dan bisnis (iure gestionis). Dalam situasi seperti ini, negara tidak dapat dihukum untuk tindakan publik, tetapi dapat dihukum untuk tindakan komersial. Prinsip imunitas kedaulatan menghadapi banyak tantangan di zaman sekarang, terutama dalam hal pelanggaran hak asasi manusia. 

Kasus Al-Adsani v. Kuwait adalah contoh bagaimana imunitas dapat digunakan untuk menghindari tanggung jawab atas pelanggaran yang serius. Hal ini menyebabkan perdebatan apakah hukum internasional harus diubah untuk membatasi imunitas dalam kasus pelanggaran berat.

Prinsip Imunitas Terbatas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun