Mohon tunggu...
Muhamad Karim
Muhamad Karim Mohon Tunggu... Dosen - Saya seorang Akademisi

Bidang Keahlian saya Kelautan dan perikanan, ekologi, ekonomi politik sumber daya alam.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ekonomi Politik Laut Natuna Utara

31 Januari 2020   09:45 Diperbarui: 31 Januari 2020   09:54 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal, sepanjang 2014-2019 kapal asing tak dibolehkan sama sekali dan yang tertangkap lalu ditenggelamkan mencapai 556 buah. Mestinya, pemerintah Indonesia membangun armada perikanan tangkap di atas 200 GT beroperasi di ZEEI yang dilakukan perusahaan negara maupun nelayan sebagai bentuk perlindungan nelayan (UU No 7/2016), ketimbang mengundang kapal asing.

Ketiga, reposisi Badan Keamanan Laut yang dibentuk Peraturan Presiden (Perpres) No. 178/2014 sebagai perintah UU Kelautan No 32/2014. BAKAMLA bertugas melakukan patroli keamanan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia (Pasal 2). Badan ini bertanggungjawab langsung kepada Presiden lewat Kementerian Koordinator, bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam). 

Sementara dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya kelautan berkoordinasi dengan Menkopolhukam dan Menteri Koordinator Kemaritiman (Pasal 1).  Apakah kejadian di perairan LNU jadi alasan bagi pemerintah untuk mereposisi BAKAMLA  agar berada dalam kewenangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan?

Ketiga isu ekonomi politik di atas berkelindan kuat dengan aksi-aksi kapal penjaga pantai China dan kapal ikannya menjarah ikan di perairan di LNU? Apakah China berkepentingan terkait pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan di perairan itu yang belum terakomodir dalam skema kerjasama dengan Indonesia selama ini? 

Pasalnya China terlalu mengada-ada menggunakan dalil historis sementara ia sudah meratifikasi UNCLOS 1982. Pasalnya teritorial penangkapan ikan tradisional yang dipakai China berbeda pasca berlakunya UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 hanya mengenal traditional fishing rights, bukan traditional fishing grounds. Makanya, klaim China menggunakan sembilan garis putus dalam petanya di LCS dipertanyakan Indonesia.

 Hak Berdaulat

Menjaga "hak berdaulat" sumber daya kekayaan laut dan perikanan di LNU jadi keniscayaan.  Secara politik, Laut China Selatan bukanlah sepenuhnya milik China. Negara pantai lainnya juga memiliki "hak berdaulat" atas sumber daya di ZEE-nya seperti Filipina, Vietnam dan Malaysia. Posisi Indonesia amat kuat karena telah meratifikasi UNCLOS 1982 begitu pula China. 

China tak bisa melanggar aturan yang dia ikut ratifikasi. Ketentuan  tersebut mengatur wilayah perairan Indonesia terdiri laut teritorial 12 mil, Zona Tambahan Indonesia (ZTI) 24 mil dan ZEE sejauh 200 mil. Pembagiannya bertujuan melindungi "hak berdaulat atas kekayaan dan yuridiksi" Indonesia terhadap wilayah perairannya. 

Di perairan ZTI, Indonesia memiliki yurisdiksi pengawasan dalam mencegah dan menindak pelanggaran bea cukai, imigrasi, fiskal dan saniter. ZTI berdampingan dengan Laut Teritorial Indonesia (LTI)  diukur sejauh 24 mil laut dari Garis Pangkal Lurus Kepulauaan.

Dalam UU ZEEI No 5/1982 (ratifikasi UNCLOS 1982), status perairan ZEEI sebagai laut lepas, termasuk  ruang udaranya hingga berlaku kebebasan pelayaran dan penerbangan. 

Namun, Indonesia memilliki "hak berdaulat" atas kekayaan alam di badan air (sumber daya ikan), dasar laut dan bawah dasar lautnya sejauh 200 mil. Dalam konsep ZEE sumber daya alam ZEE diperuntukkan secara eksklusif bagi negara pantai yang disebut sebagai hak berdaulat (sovereign right). Di ZEEI LTU, Indonesia juga berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa bawah laut.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun