Sepuluh tahun yang lalu warga RW 01 memimpikan wilayahnya menjadi kampung kunjungan masyarakat. Terbukti kini RW 01 dikunjungi instansi pemerintah dan masyarakat. "Mereka terinspirasi," tutur Sutarno.
Dari sisi sociopreneurship, Astra memberi masukan perihal lindi yang selama ini dianggap berbahaya. Lindi yang berasal dari sampah organik dinilai aman.
Lindi tersebut dijual sebagai kompos cair yang menyuburkan tanaman dengan harga Rp 20 ribu per liter. Biasanya petani organik dan herbalis yang memesannya. "Kadang dari Astra ambil 20 liter untuk pembinaan Adiwiyata. Bagi saya sampah, bagi orang lain pupuk," kata Sutarno.
Astra juga menyarankan cara kreatif dan inovatif dalam pemasaran. Teknik penjualan yang terpadu membuat orang tertarik.
Sutarno mencontohkan, paket bioponik yang terdiri dari pot, tanah, pupuk, dan bibit dijual dengan harga Rp 50 ribu. "Mahal tapi laku. Praktis untuk menanam kangkung misalnya," tutur Sutarno.
Setiap tanaman itu memiliki pangsa pasarnya sendiri. "Ketika saya mengadakan seminar, kaum ibunya mengadakan workshop di luar. Selesai acara produk yang kami jual, seperti tanaman, kreasi seni daur ulang, dan komposter diborong," ujar Sutarno.
Sutarno juga melayani penjualan bibit untuk perlombaan. Sebenarnya ia mengajak setiap embrio berkembang dan bekerja sama. Namun tidak semua embrio itu kuat.
Sutarno harus menguatkan diri demi melayani banyak orang. "Cengkareng Timur yang dirintis menjadi kampung proklim sempat ke sini. Kami berikan motivasi dan semangat," kata Sutarno.
Total Sutarno menghasilkan 30 jenis produk yang bisa dipasarkan, seperti caping dari poster bekas dan wayang dari kardus bekas. Ia mengilustrasikan sebuah komposter yang menghasilkan belatung, cacing, lindi, sampai kompos. Belatung dijual Rp 50 ribu per kilo untuk pakan ternak. "Di dalam alat ini kalau ditotal kurang lebih Rp 2 juta," tutur Sutarno.
Pilar Kesehatan