Selanjutnya, faktor psikologis juga mempengaruhi penggunaan kedua platform tersebut. Dalam e-commerce, faktor psikologis seperti kenyamanan dan kemudahan biasanya menjadi faktor penentu.
Pengguna merasa nyaman dan mudah saat menggunakan platform tersebut karena sudah terbiasa dan terstruktur dengan baik.
Di sisi lain, pengguna social commerce biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti tren dan pengaruh teman atau komunitas.
Oleh karena itu, penjual dapat memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan produk atau jasa mereka dalam konteks yang lebih santai, kreatif dan menarik.
Keamanan digital juga menjadi perhatian dalam perdagangan melalui kedua platform tersebut.
E-commerce biasanya memiliki standar keamanan yang lebih tinggi. Data pengguna dan transaksi dienkripsi dan dilindungi oleh sistem keamanan yang canggih dipadu dengan konsep 'pihak penengah' dalam pengelolaan perantara dana jual beli.
Di sisi lain, social commerce sering kali kurang memiliki keamanan yang memadai, sehingga penjual harus lebih berhati-hati dalam melindungi data dan transaksi mereka.
Dalam konteks perdagangan ritel atau langsung ke pengguna akhir (consumer), e-commerce dan media sosial bisa menjadi platform yang sangat efektif. Kedua platform ini memungkinkan penjual untuk menjangkau pelanggan yang lebih luas dan melakukan transaksi dengan mudah.
Beda halnya dengan perdagangan ritel, yang mencakup penjualan langsung ke konsumen akhir, perdagangan wholesale melibatkan penjualan barang dalam jumlah besar ke pengecer atau distributor.
Karena transaksinya lebih besar dan kompleks, e-commerce dengan sistem dan skema yang baik (seperti skema komunikasi negosiasi serta opsi pembayaran berjangka yang kompleks dan bahkan melibatkan pihak lain seperti bank) dapat mendukung proses ini dengan lebih baik.
Sedangkan social commerce dianggap masih belum cukup efektif dan dalam untuk menggarap segmen ini (wholesale).