Namun, ini tidak berarti bahwa penjualan di media sosial bebas biaya. Inilah yang membawa kita ke konsep kedua, yaitu investasi.
Di media sosial, penjual mungkin perlu menginvestasikan waktu dan sumber daya yang lebih banyak untuk membangun brand dan menjaga interaksi dengan pelanggan.
Hal ini bisa termasuk biaya untuk pembuatan konten yang menarik, pengelolaan akun, dan iklan berbayar untuk meningkatkan jangkauan dan visibilitas postingan.
Di sinilah pentingnya peran digital marketing sebagai salah satu ilmu yang wajib dikuasai oleh pelaku social commerce.
Dengan memahami kedua konsep ini, kita dapat melihat bahwa pendapatan dari penjualan online bukan hanya tentang berapa banyak unit yang dijual, tetapi juga tentang berapa banyak yang dikeluarkan untuk menjual produk tersebut.
Untuk simulasi, misalkan Anda menjual 100 unit produk di platform e-commerce dengan harga Rp200.000 per unit.
Dengan potongan biaya komisi sebesar 10%, pendapatan Anda adalah Rp18.000.000.
Sementara itu, di media sosial, Anda menjual 50 unit produk dengan harga yang sama, tetapi tanpa biaya komisi. Pendapatan Anda di media sosial adalah Rp10.000.000.
Oleh karena itu, meskipun pendapatan bruto mungkin lebih tinggi di e-commerce, keuntungan netto bisa berbeda tergantung pada biaya operasional dan pemasaran Anda.
Jadi, setelah melalui berbagai perbandingan dan analisis, lebih untung mana berjualan di e-commerce atau di media sosial?
Seperti yang telah kita bahas, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. E-commerce memberikan kemudahan dalam hal manajemen produk dan transaksi, sedangkan media sosial atau social commerce menawarkan kebebasan dalam membangun hubungan yang lebih dekat dengan pelanggan dan branding.