Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Membungkus Cerita di Teluk Jakarta

27 Oktober 2015   20:47 Diperbarui: 27 Oktober 2015   21:27 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika reruntuhan benteng dan kincir angin yang dibangun jauh di tahun 1600an banyak terkubur, sisa bangunan yang masih terlihat menyajikan cerita lain tentang Onrust. Di awal abad ke-20, Onrust digunakan sebagai sanatorium TBC karena letaknya yang terpisah dari Jakarta darat. Selang beberapa tahun kemudian, Onrust dimanfaatkan sebagai tempat karantina haji hingga tahun 1933. Puing-puing rumah sakit dan barak karantina haji itulah yang masih bisa dilihat di Onrust.

Dengan moda transportasi yang terbatas, jamaah haji waktu itu harus menempuh perjalanan selama berbulan-bulan dengan menggunakan kapal. Perjalanan ke negara asing sekaligus inggal selama sekian lama dalam satu ruang yang terbatas dapat membuat penyakit menyebar dengan luas dan cepat. Untuk menghindari wabah, pemerintah Belanda waktu itu memutuskan jamaah haji yang baru kembali dari Tanah Suci untuk menjalani proses karantina di Onrus sebelum kembali ke daerahnya masing-masing. Di Onrust, mereka diperiksa dengan seksama oleh dokter-dokter Belanda dan baru diizinkan keluar jika dinyatakan sehat.

Konstruksi bangunannya pun menarik. Dengan banyaknya tikus yang membawa wabah leptospirosis, rumah sakit dan barak haji ini dibangun dengan desain dinding tahan tikus. Temboknya dalam hingga satu meter ke bawah, memiliki rongga untuk menanamkan pelat baja yang berfungsi mencegah tikus masuk ke dalam ruangan. Tempat tidur bagi para jamaah haji adalah kayu yang berdiri di atas tiang-tiang pendek, lagi, untuk menghindari kontak dengan tikus.

Saya berdiri di salah satu sisa temboknya, merenung.

Onrust yang tak pernah beristirahat ini juga menurut cerita merupakan pulau di mana pimpinan DI/TII Kartosoewirjo dieksekusi dan kemudian dimakamkan.

Sejauh mata memandang, Onrust begitu padat sejarah. Tak heran, pulau ini akan diajukan ke UNESCO sebagai World Heritage Site. "Bukan mendukung kolonialisme Belanda di masa lalu, melainkan sebagai pembelajaran bersama," Pak Candrian bercerita tentang keinginannya untuk melestarikan sejarah Onrust.

Saya tercenung. Tanpa campur tangan kita menjaganya, Onrust dan semua ceritanya memang akan tergerus.

Pulau Kelor: Pulau Selebar Daun Kelor

Pulau Kelor memang selebar daun kelor, alias tak luas. Pulau yang letaknya juga tak jauh dari Onrust dan Bidadari ini memiliki fungsi penunjang untuk Onrust. Martello merah bata dengan formasi yang lumayan utuh langsung terlihat, bahkan sebelum kami merapat di dermaga. Untuk melindungi Onrust, martello juga dibangun di pulau ini. Dibanding dengan martello di Pulau Bidadari, martello di Pulau Kelor masih menyisakan bentuk bangunan yang lengkap: "jendela-jendela" besar dan kecilnya yang rapi, juga ketebalan dindingnya yang menyadarkan saya bahwa yang namanya benteng memang tak boleh sembarang dibangun. Si gagah martello ini mendominasi pulau. Seakan-akan Pulau Kelor isinya hanya Mas Martello ini (memang iya).

Yosh sempat menyebut bahwa Pulau Kelor juga disebut sebagai Pulau Kherkhof. Kherkof adalah satu dia antara beberapa bahasa Belanda yang saya tahu (nasib bersekolah di sekolah yang sudah ada sejak zaman Belanda). Saya bertanya, "Pulau makam? Kenapa?"

Ah, pulau ini ternyata juga menjadi makam untuk awak kapal Indonesia yang memberontak di masa pemerintahan kolonial Belanda, Kapal Tujuh. Mereka gugur di tangan Belanda dan kemudian dimakamkan di pulau ini dan Onrust. Saya sedikit merinding mengingat itu artinya di pulau kecil ini isinya hanya martello dan makam. Pantas disebut Pulau Kherkhof.

Sang Penjaga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun