Jika reruntuhan benteng dan kincir angin yang dibangun jauh di tahun 1600an banyak terkubur, sisa bangunan yang masih terlihat menyajikan cerita lain tentang Onrust. Di awal abad ke-20, Onrust digunakan sebagai sanatorium TBC karena letaknya yang terpisah dari Jakarta darat. Selang beberapa tahun kemudian, Onrust dimanfaatkan sebagai tempat karantina haji hingga tahun 1933. Puing-puing rumah sakit dan barak karantina haji itulah yang masih bisa dilihat di Onrust.
Dengan moda transportasi yang terbatas, jamaah haji waktu itu harus menempuh perjalanan selama berbulan-bulan dengan menggunakan kapal. Perjalanan ke negara asing sekaligus inggal selama sekian lama dalam satu ruang yang terbatas dapat membuat penyakit menyebar dengan luas dan cepat. Untuk menghindari wabah, pemerintah Belanda waktu itu memutuskan jamaah haji yang baru kembali dari Tanah Suci untuk menjalani proses karantina di Onrus sebelum kembali ke daerahnya masing-masing. Di Onrust, mereka diperiksa dengan seksama oleh dokter-dokter Belanda dan baru diizinkan keluar jika dinyatakan sehat.
Konstruksi bangunannya pun menarik. Dengan banyaknya tikus yang membawa wabah leptospirosis, rumah sakit dan barak haji ini dibangun dengan desain dinding tahan tikus. Temboknya dalam hingga satu meter ke bawah, memiliki rongga untuk menanamkan pelat baja yang berfungsi mencegah tikus masuk ke dalam ruangan. Tempat tidur bagi para jamaah haji adalah kayu yang berdiri di atas tiang-tiang pendek, lagi, untuk menghindari kontak dengan tikus.
Saya berdiri di salah satu sisa temboknya, merenung.
Sejauh mata memandang, Onrust begitu padat sejarah. Tak heran, pulau ini akan diajukan ke UNESCO sebagai World Heritage Site. "Bukan mendukung kolonialisme Belanda di masa lalu, melainkan sebagai pembelajaran bersama," Pak Candrian bercerita tentang keinginannya untuk melestarikan sejarah Onrust.
Saya tercenung. Tanpa campur tangan kita menjaganya, Onrust dan semua ceritanya memang akan tergerus.
Pulau Kelor: Pulau Selebar Daun Kelor
Yosh sempat menyebut bahwa Pulau Kelor juga disebut sebagai Pulau Kherkhof. Kherkof adalah satu dia antara beberapa bahasa Belanda yang saya tahu (nasib bersekolah di sekolah yang sudah ada sejak zaman Belanda). Saya bertanya, "Pulau makam? Kenapa?"
Ah, pulau ini ternyata juga menjadi makam untuk awak kapal Indonesia yang memberontak di masa pemerintahan kolonial Belanda, Kapal Tujuh. Mereka gugur di tangan Belanda dan kemudian dimakamkan di pulau ini dan Onrust. Saya sedikit merinding mengingat itu artinya di pulau kecil ini isinya hanya martello dan makam. Pantas disebut Pulau Kherkhof.