Namanya Candrian Attahiyat. Figurnya yg kebapakan menyiratkan pengalaman. Bagian dari Tim Ahli Cagar Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta ini memang punya sejuta kisah. Pertama bertemu, dalam sekali bercerita, saya bisa menangkap cintanya yg dalam pada sejarah. Juga mimpinya yang besar pada pulau-pulau cagar budaya di Jakarta. Keinginannya kuat: menjaga warisan masa lalu yg sarat pelajaran.
"Jalan sama Pak Candrian seperti kuliah sejarah," saya berujar di malam kami berkumpul untuk berbagi kesan. Bagaimana tidak, dengan pengalamannya sebagai arkeolog selama hampir 30 tahun, Pak Candrian begitu fasih menyebut sejarah martello, menunjuk dengan tepat di mana sisa benteng Belanda berada, hingga berbagi cerita noni Belanda yang selingkuh dan mati muda. Darinya cerita ratusan tahun lalu dibagikan. Dikisahkan dengan penuh semangat, penuh pesan.
"Dosen" sejarah ini tak lupa berpesan: menjaga warisan sejarah adalah sebuah ikhtiar dan kita bisa iuran. Pak Candrian dengan keahliannya, kita dengan cerita-cerita yang hendaknya terus dibagikan dan ditularkan.
Rasanya tak salah saya menyebut Pak Candrian Sang Penjaga.
Â
Di ujung perjalanan, saya duduk di dermaga. Memandang laut lepas dan memandang ke belakang, ke hari yang membawa saya ke masa lalu. Di Jakarta pulau, saya terpukau. Tentang pantainya yang nyaman, ekosistemnya yang harmonis, hingga balutan sejarah yang tak bisa tidak, adalah bagian dari kita.
Saya membungkus cerita di Teluk Jakarta.
Â
-Citra