Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menapaki Jalan Makrifat Melalui Puasa Arafah, Mampukah Umat Islam Mencapainya?

27 Juni 2023   07:02 Diperbarui: 27 Juni 2023   15:08 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi puasa Arafah. (sumber: Shutterstock/Adi purnatama via kompas.com)

Bagi umat Islam (jamaah haji) Arafah adalah tempat yang istimewa. Sebab Arafah menjadi puncak pelaksanaan ibadah haji. Arafah juga merupakan tempat mustajab bagi terkabulnya doa. K

eistimewaan berikutnya adalah disunahkanya puasa Arafah bagi umat Islam yang tidak berhaji. Peristiwa demikianlah yang menjadi keistimewaan puasa Arafah.

Mengingat adanya keistimewaan puasa Arafah, maka umat Islam yang menjalankan puasa sunah Arafah akan memperoleh multimanfaat bagi peningkatan kualitas jiwanya. Bahkan secara hakiki, puasa Arafah merupakan salah satu jalan yang bisa digunakan untuk menapaki jalan makrifat, yaitu suatu sikap jiwa yang dapat merasakan adanya resonansi ruh Ilahi Rabbi.

Mengungkap 4 Esensi Puasa Arafah

Puasa Arafah terkait secara langsung peristiwa wukuf di Arafah, maka esensi puasa Arafah  juga berkaitan erat dengan sisi keistimewaan Arafah yang dijadikan sebagai puncak ibadah haji. Setidaknya ada empat esensi yang bisa diuangkap dalam pelaksanaan puasa sunah Arafah:

1) Muhasabah (insprospeksi diri)

Puasa Arafah mempunyai nilai esensial yaitu proses muhasabah. Dengan kata lain, melalui puasa Arafah umat Islam diasah hatinya untuk melakukan instrospeksi tentang kotoran-kotoran jiwanya. 

Melalui proses muhasabah ini umat Islam dilatih untuk belajar mengasah hatinya mengakui dosa-dosa yang pernah diperbuat, selanjutnya membangun komitmen masa depan dengan langkah-langkah memperbaiki kesalahan masa lalu dan berusaha tidak melakukan dosa-dosa baru. 

Proses demikianlah yang dilakukan oleh nabi Adam di padang Arafah. Maka puasa sunah Arafah hakikinya mengasah hati untuk melakukan muhasabah diri.   

2) Penyucian Jiwa

Prosesi haji hakikinya adalah penyucian jiwa. Maka ketika jamaah haji melakukan wukuf di Arafah, pada saat itu jamaah haji berjuang sekuat tenaga untuk menyucikan jiwanya. 

Kesucian jiwa seorang hamba akan didahului dengan proses pengakuan diri atas semua dosa yang telah dilakukan dan membangun komitmen untuk memperbaiki dan tidak melakukan dosa-dosa lagi.

Puasa Arafah merupakan salah satu jalan yang harus dilalui umat Islam untuk menyucikan jiwanya. Jiwa yang bersih akan ditandai dengan ucapan dan tindakan yang hanya disandarkan pada tujuan memperoleh ridha Allah. 

Kondisi demikian pada giliranya akan mendorong seseorang makin terbuka dengan kebenaran. Sehingga jiwanya sangat mudah menerima kebenaran dari manapun asalnya. 

Getaran berikutnya yang akan diperoleh adalah hidup yang tenang dan bahagia, sikap selalu tawakal, pantang berputus asa, merasa makin dekat dengan Allah SWT.  

3) Taubat

Esensi berikutnya adalah bertaubat yaitu mengakui dosa-dosa yang pernah diperbuat dan berjanji untuk tidak mengulangi. Taubat merupakan 'buah' seseorang yang telah berhasil menyucikan jiwanya. 

Taubat merupakan bukti seorang manusia mengakui kesalahan yang pernah diperbuat kepada Allah SWT. Taubat juga merupakan langkah untuk mendapatkan ampunan. 

Dampak positip taubat adalah tersingkapnya "penyekat sakit hati" dalam berbagai bentuknya. Dengan kata lain, taubat merupakan proses seseorang memperoleh ampunan atas semua dosa yang pernah diperbuat. Dari taubat inilah akan terbuka jalan panjang untuk memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan.

Mengingat puasa Arafah berkaitan dengan wukuf di Arafah, padahal esensi wukuf adalah evaluasi atas dosa-dosa masa lalu dan memohon ampunan kepada Allah.

Maka esensi puasa Arafah adalah pertaubatan yaitu sikap untuk memohon ampunan kepada Allah SWT dan berkomitmen tidak mengulagi di masa depan.  Di padang Arafah inilah nabi Adam As juga bertaubat, mengakui atas kesalahan yang yang diperbuat.

Melalui puasa Arafah umat Islam dilatih untuk bertaubat. Kebiasaan bertaubat inilah yang akan menjadikan seseorang lembut hatinya, terjauhkan dari sikap takabur, riya', iri, dengki, dan penyakit hati lain yang sangat mengotori jiwa, sehingga menghalangi seseorang memperoleh pencerahan jiwanya.

4) Spirit Berkorban

Dalam kehidupan ini semua manusia ingin meraih apa yang disebut dengan kemenagan. Atau setiap kita ingin menjadi pemenang dalam kehidupan. Hanya saja bentuk kemenangan yang diinginkan masing-masing orang berbeda. 

Perbedaan tersebut akhirnya berdampak pada perbedaan cara yang dilakukan untuk memperoleh kemenangan. Ada yang melakukan dengan cara yang baik, adapula yang menghalalkan segala cara. Akhirnya dalam kehidupan, kita dipertontonkan adanya pertarungan kebaikan melawan keburukan. Semua cara tersebut untuk mencapai kemengan masing-masing.

Puasa Arafah mendidik umat Islam untuk menjadi pemenang dalam kebaikan. Kemenangan paripurna bagi setiap orang adalah ketika seseorang mampu membangun kedekatan pada sang Khaliq. 

Kemenangan inilah yang merupakan puncak kualitas spiritual seseorang. Keberhasilan inilah yang ditampilkan oleh nabi Ibrahim dan Ismail ketika melakukan dialog spiritual dalam membahas mimpi nabi Ibrahim agar menyembelih Ismail. 

Endingnya, kedua nabi pilihan Allah tersebut menunjukkan ketaatan paripurnanya dengan mengorbankan segenap jiwa raganya melaksanakan apa yang diperintah Allah SWT.

Melalui puasa Arafah, umat Islam dituntun dan dilatih untuk membangun semangat berkorban demi meraih kemenangan yang hakiki dalam kehidupannya. 

Sebab hanya orang yang mau berkorbanlah yang akan berhasil membuka sekat-sekat belenggu jiwanya. Inilah perjalanan spiritual yang diajarkan oleh nabi Ibrahim yang sebaiknya kita pahami dan resapi maknanya.

Melalui berkorban seseorang juga dilatih melakukan sesuatu untuk meraih ridha Allah. Orang yang senang berkorban dilatih untuk merendahkan egonya, merendahkan hawa nafsunya dan membunuh sifat-sifat binatang yang ada pada dirinya.

Makrifatullah merupakan merupakan derajat paling tinggi tentang kualitas spiritual seseorang. Pada derajat tersebut seseorang begitu dekat dengan khaliknya. Kedekatan dengan sang khalik inilah yang menuntun seseorang memperoleh pengetahuan dan pencerahan jiwanya. 

Ketika jiwa seseorang makin cerah, dialah yang akan mampu menangkap adanya getaran kebenaran yang diberikan oleh Allah SWT. Kebenaran yang diterimanya adalah kebenaran yang didasarkan pada kecerdasan spiritualnya, bukan pada logika dan dan nalar berpikir kognitifnya.

Proses menapaki menuju jalan makrifat hanya dapat diraih oleh seseorang yang mau melakukan muhasabah, mau berjuang untuk menyucikan jiwanya, mau bertaubat atas semua dosa-dosanya dan berkomitmen tidak mengulanginya.

Pada akhirnya mau membangun spirit berkurban yang ditandai dengan merendahkan egonya serta membunuh sifat-sifat kebinatangan dalam dirinya yang hanya berorientasi pada hawa nafsunya.

Puasa Arafah hakikinya merupakan proses perjalanan spiritual untuk menapaki jalan makrifatullah. 

Di padang Arafah yang menjadi puncak ibadah haji, Allah SWT mengutus hamba-Nya yang bernama Ibrahim untuk memberikan contoh terbaik kepada manusia berjuang untuk memperoleh kualitas jiwa menuju ketauhidan yang sempurna. Mampukah umat Islam meraihnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun