"Kukira Bram bisa sembuhkan aku dari lukaku selama ini Met"
"Ternyata?"
"Ternyata Bram justru yang menghantarkanku ke pintu kematian"
Metta sudah selesai membersihkan luka-luka Dru.
Dia gantikan pakaian Dru. Kemudian Metta perbaiki posisi bantalnya agar Dru bisa tidur dengan nyenyak.
Dru sangat butuh istirahat Malam ini.
________________
Metta ambil syal di ujung lemari.
Di luar angin malam begitu menusuk. Dia tidak sudi Dru, sahabat yang sangat dia cintai begitu terluka karena Bram.
Dengan piawai Metta menelusuri jalan gelap menuju rumah Bram.
Angin meronta memanggil Metta. Sesekali menyuruhnya untuk berhenti. Langit sudah mulai menurunkan air hujan. Sesekali petir kecil menyala tepat di atas kepala Metta.
"Aku harus segera sampai sebelum langit menjadi terang"
Tepat jam 4 pagi Metta sudah sampai di Apartemen Bram.
Metta gedor dengan sangar pintu Kamar Bram.
"Anjing lo. Keluar!"
Tidak ada suara sedikit pun.
"Bram, bangsat. Buka pintu!"
Lagi-lagi tidak ada suara sedikitpun.
Metta sudah sangat tidak sabar. Dia tending pintu kamar Bram.
Berkali-kali dia hentakkan hak sepatunya ke badan pintu.