Dru ternganga.
Sebentar dia perhatikan pojok caf itu. Diambilnya tangan Metta lalu diseretnya menjauh dari meja tengah itu.
Dengan sedikit susah payah, Dru ambilkan secangkir kopi panas tanpa gula, sepiring kecil tahu goreng dan tak lupa tissue untuk bersihkan luka di kening Metta.
Dru tahu, Metta sedang tidak baik-baik saja. Percuma juga untuk tanya ada apa dengan Metta hari itu.
Dipeluknya Metta dengan erat.
Tidak Dru tepuk namun dibisikan sedikit kata ke kuping Metta.
"Kamu baik denganku Met. Diamlah dulu hingga kau yakin bahwa mulutmu akan bercerita banyak tentang hati dan lukamu"
Ada rasa pedih yang juga Dru rasakan.
Saat sepanjang waktu Dru habiskan waktu hanya untuk menghindar dari isak tangis.
Saat Dru pernah putus harapan karena Dru tahu jika Bram tak mungkin memilih Dru.
Juga saat Dru sangat sadar bahwa sebagai perempuan yang dibesarkan dengan penuh adab oleh Bapak, tak patut rasanya untuk terus mengemis atau mungkin menjadi maling meski hati berkata bahwa ini adalah milikku.
Malam itu bulan tidak berpihak pada Dru.
Mendung tidak. Namun air mata tak kunjung berhenti mengalir begitu derasnya
Tissue yang seharusnya Dru gunakan untuk bersihkan luka Metta, malah dia habiskan untuk ingus yang terus keluar deras sama seperti air matanya.
"Ko kamu sesedih itu sih Dru?"
"Yak karena kau temanku Met"
Dru tatap Metta dengan dalam.
Darah segar kembali mengalir pelan dari pelipis Metta.
Senyum cantik Metta masih saja terlihat di balik luka yang hingga detik ini belum berkenan Metta sampaikan.
Dru sendiri bingung.
Malam itu saat Bram dihapus dari ingatan Dru.
Bram tidak ada kabar berita. Juga  tidak ada sedikitpun firasat yang Dru tunggu untuk setidaknya membantu Dru mengambil sikap.
Pikiran Negatif Dru tentang Bram terlalu jauh.
Dru yang pernah terlalu benci dengan laki-laki.
Dru yang pernah hampir saja mati karena ingin menyelamatkan masa depannya.
Dru yang ternyata tak juga diberikan mimpi yang indah saat semua keputusan dalam hidupnya Dru ikhlaskan.
Dru sibuk mencari dosa.
Dru ingat-ingat manusia mana lagi yang Dru pernah sakiti hingga pada akhirnya dari sejak Dru mengenal sosok laki-laki, nyaris tak kunjung pernah dapatkan cinta tulus yang Dru impikan dari sejak Dru mengenal cerita Cinderella atau tentang wanita cantik dan sang pangeran atau mungkin tentang semua dongeng-dongeng perempuan beruntung yang nyaris sempurna diratukan oleh pasangnya.
Yang Dru pahami adalah bahwa Dru bukanlah seorang ratu.
Bahkan saat pernah melalui hari yang disinyalir oleh beberapa orang adalah fase terindah untuk seorang wanita dewasa, Dru nyaris tak mendapatkannya.
Dru pernah menangis di balik dentuman petir.
Kala itu doa Dru hanya satu. Selamatkan aku hari ini Tuhan. Aku takut untuk melangkah, takut untuk sekadar membuka mata bahkan untuk menyadari bahwa menjadi nyonya ternyata tak sebaik yang Dru impikan.
Saat sadar bahwa tak ada satupun yang dapat menyelamatkan Dru.
Sama seperti halnya saat kita bertemu binatang buas. Pura-pura mati saja, mungkin kau tidak jauh lebih baik tapi setidaknya hari matimu bukan saat itu.
Siang itu Dru berjalan dengan gagahnya.
Dru percaya bahwa hidup akan jauh lebih baik dengan segala doa terbaik yang tak pernah berhenti dipanjatkan.
Namun apa boleh buat.
Semesta tak juga mendukung.
Dru yang terbiasa dipanggil tolol dari mulut yang tidak bertanggung jawab. Telah cukup membuat Dru sedikit bergeser dari waras menjadi naas.
Mestinya Dru tutup kuping erat saat itu.
Nyatanya ketololan telah merasuki darah Dru.
Sehingga apapun yang Dru lakukan, selalu menjadi hal yang tolol.
Di mata Dru.
Dru kembali menatap Metta.
"Met, diamlah di sini. Kamu baik bersamaku"
Diambilnya secangkir teh hangat untuk Metta.
"Teh ini aku beri sedikit doa, agar kau kuat dari perempuan kuat manapun yang ada di dunia ini."
"Kenapa kau susah payah doakan aku Dru? Kamu apa kabar?"
Dru kembali menatap Metta.
Ketahuilah Met, lukamu lebih baik dari Lukaku.
Â
#Agustus
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI